12. Alasan Jamal sering Mengikuti Eli?

344 130 63
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka








Apa-apaan ini? Martin tobat?— Eli

Seharusnya Martin tidak seperti ini, Martin harus badboy. Eli memprotes pemilik website di dalam hatinya, dia tidak setuju dan tidak terima karangan dia digeser-geser. Dia tidak sudi fiksinya ditukar-tukar dengan pemikiran orang lain. Meskipun dia memang lumayan menyesal karena membuat Martin jadi kakak yang buruk, namun hak cipta tetaplah hak cipta.

Tapi, masa iya dia mau mencekal Martin untuk pergi ke masjid. Jangan sampai kesampean kata-katanya Eli waktu itu yang dia katakan kepada Eni kalau dia adalah manusia berwujud setan. Lagi-lagi asal ngomong aja si Eli, tidak memikirkan resiko jangka panjangnya. Nanti pas dikabulin, misuh-misuh. Manusia kayak begini, halal untuk diisep ubun-ubunnya.

"Makasih, Hen."

Selesai Martin dan kawan-kawan menyetor amalan, mereka lekas berpamitan dengan Hendri.

"Makasih apaan?"

"Atas bukunya." seru Eli membuat mata Martin melotot dan menyebabkan anak-anak yang lain berdeham canggung serta mesam-mesem kegelian.

"Ekhem! Sudah rela menampung anak-anak jalanan ini di toko." Martin meralat.

"Kau saja sana yang anak jalanan, tin." Sanggah Dono.

"Aku anak langit." Kicauan Jono membuat Eli terkesiap.

"Wahahaha anjir, kok bisa? Lo sering nonton ya, Jon?" tuding Eli menoleh ke Jono.

Jono yang barusan beranjak, lantas menoleh dan mengernyit kepada Eli. "Apa?"

"Gak heran sih, pasti orang macam lo sering nonton yang begituan." sambung Eli tanpa menjelaskan apa-apa kepada pria di depannya.

"Nonton apa?" tanya Jono kembali menuntut jawaban. Pasalnya, perempuan itu lagi-lagi hanya memberi kode dan kalimat yang tidak jelas.

Sedetik kemudian, Eli sadar akan kegoblokannya dan lantas menggeleng-geleng. "Enggak."

"Pokoknya terima kasih banyak ya, Hen. Kita pulang duluan." ucap Jamal yang memulai acara pamit-pamitan.

"Owalah, iya sama-sama. Semisalkan nanti masih tidak diterima di rumah," gantungnya. Hendri membungkuk sedikit dan menyondongkan kepala ke bawah, lalu menariknya kembali. Dengan arti, mempersilakan teman-temannya untuk pergi.

"Kita ditampung lagi?" tebak Jamal, berharap jawabannya tepat.

Hendri tersenyum jail sebelum akhirnya menjawab. "Kalian semua, aku suruh mengamen di lampu merah."

"Tahi ayam." Martin yang mengumpat paling pertama.

"Yang benar saja, numpang tinggal kok mau gratis." ujar Hendri tidak terima.

"Ya mau lah." Dono malah kompor.

"Sudah-sudah, ayo pulang. Sudah malam." ajak Eni sekalian melerai kakak dan temannya, barangkali juga dia mengkhawatirkan orang tua di rumah. Sungguh anak yang berbakti.

Dono dan Cahyo balik bersama dengan mobil. Jono menunggu untuk sedikit bantu-bantu Hendri menutup tokonya. Jamal mengantar Eli pulang terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah. Tadinya, Eli minta boti aja alias bonceng tiga sama Eni dan abangnya. Tapi, Martin menolak keras dan bilang takut nanti motornya bisa-bisa nangis didudukin tiga pasang pantat sekaligus.

Eli memang tidak pernah memedulikan sesuatu apalagi barang mati. Tapi ya kali, tiga orang yang badannya bongsor-bongsor naikin motor cungkring yang entah apa merknya. Pokoknya, tuh motor kurus banget kayak gak pernah dikasih makan sama sekali. Kalau dibayangin sebagai manusia, pasti dibilang kayak tinggal tulang dan kulit aja.

1983 [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang