19. Perjalanan Ini Akan Cukup Panjang

339 90 20
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka








"Mau tau?"

"Iya."

"Duh gue deg-deg an mau spoiler nih." Sambil mengusap-usap dada, Eli berujar dengan kesan yang sok-sok an superior.

"Apa itu spoiler?"

"Jaka! Gue udah bilang gue bukan dari masa depan." kilahnya ketika sadar bahwa perbincanguan ini berbelok ke arah yang salah lagi.

"Baiklah, baiklah, aku mengerti. Jadi, seperti apa dimensimu?" Untungnya, Jaka bisa mengerti.

"Nah, it's fine. Semua baik, walaupun lebih sering sendirian. Seenggaknya gue punya peliharaan. Oh! Kucing gue ada di sini. Gue gak tau kenapa bisa, tapi dia ada sejak hari pertama gue bangun di sini." ucap Eli lumayan semangat, sebab artinya dia masih punya seseorang yang berasal dari dimensi yang sama.

Sekalipun dia kucing. Setidaknya mereka memiliki kesamaan yang mungkin saja bisa jadi petunjuk untuk lebih cepat keluar dari sini. Itu dia, kucing itu petunjuknya. Kenapa Eli baru sadar setelah sekian lama.

"Kucing?"

"Iya, namanya ucil."

"Ucil..."

"Sekarang dia ada di mana ya? Apa mungkin itu salah satu clue untuk gue keluar dari sini?"

"Kamu akan keluar dari sini?" Jaka terlihat mulai tertarik dengan perbincangan ini. Atau lebih tepatnya lagi, terkejut ketika mendengar kata 'keluar'.

"Yaiyalah, mas. Yakali nggak. Meskipun gak buruk-buruk amat di sini, tapi gue tetep mau pulang."

"Kamu akan bawa Eli pergi?"

"Bukan, bukan! Gue gak akan bawa Eli. Istilahnya... emm... gue bawa jiwa gue aja. Badannya gak usah, ini punya orang. Ini punya Eli kan?" ucapnya sambil berbalik dan menekankan kata demi kata.

"Iya. Kamu harus tau, ini pertama kalinya aku berbincang cukup pajang dengan Eli. Pertama kalinya aku bisa berinteraksi sangat dekat dengan dia, ke pasar, bahkan bertengkar. Biasanya kami hanya sekedar lewat. Tak ada perbincangan intens seperti ini." ungkap Jaka dengan intonasi memelas dan tidak berani menampakkan ekspresinya, ia membuang muka.

"Lo suka sama Eli?" Eli tiba-tiba merasa tak enak di dada, ini salah.

Jaka terdiam, sibuk menyeka air matanya.

"Lo-lo tau kan, Eli yang asli lagi tidur. Sekarang, gue yang lagi ambil alih. Jadi, lo bisa turutin perasaan lo nanti aja. Untuk sekarang ini, gue orang lain. Lo harus inget baik-baik, ini bukan Eli. Gue orang lain." Ia harus terdengar serius supaya Jaka mengerti.

Jaka usai menyeka air mata, dia kini bersandar di bangku. "Tenang saja, aku sangat mengenalnya."

"Sip! Bagus." Eli melayangkan jempolnya, meskipun sedikit gemetar dan kaku.

Pada waktu pertama kali gadis itu merasakan suasana tidak nyaman, kian lama suasananya semakin terasa aneh. Sudah berlalu dua menit tanpa tanggapan apapun, tak ada yang ingin membuka topik lagi. Eli mengeluarkan jurus andalan, mengusap dan menepuk-nepuk paha saking canggungnya.

"Heemm... dingin di luar. Gue mau masuk."

Jaka buru-buru beranjak dari bangku dan mencegat Eli. "Tapi rumahmu masih jauh, biarkan aku mengantarmu."

"Emang sejauh apa sih? Dari sini aja masih keliatan tu rumah."

"Sudah mulai gelap, aku akan menemanimu sampai depan rumah." ucapnya tetep kekeuh mau mengantar.

1983 [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang