8. Aku Dilamar Mendadak sama Jaka

432 165 51
                                    


Untuk THR, mulai malam ini juga boleh langsung ditransfer ya. Sekian, terima THR dan Haechan.


Cerita ini hanyalah fiktif belaka








"Bagaimana mengajarnya tadi di sekolah?" tanya Eni seraya menuangkan beberapa bumbu ke dalam kuali.

"Sukses besar." jawab Eli dengan bangga dan percaya diri.

"Serius?"

"Ternyata lo masih ragu?"

"Oh tidak-tidak, tidak begitu." Eni kelimpungan sendiri menjawabnya, takut-takut salah ngomong lagi.

"Gue dapet sogokan nomplok." celetuk Eli mulai curhat.

"Sogokan?"

"Hmmm." Eli kelihatan menimang-nimang sesuatu di dalam kepala sambil melirik ke atas sana-sini. "Enggak-enggak, enggak deh kayaknya. Mereka kelihatan lebih tulus daripada orang-orang yang biasanya."

"Siapa?"

"Emak-emak di jaman gue."

"Kamu mulai berceloteh yang aneh-aneh lagi."

"Iya walaupun gitu, gue berharap mereka ngelakuinnya setiap hari hahaha."

Suasana hening dan hanya ada suara spatula yang bergesekan dengan wajan sekaligus aroma kenikmatan makanan penggugah selera. Harum sekali hingga tiba-tiba dia mengingat sesuatu jika masih memiliki hutang budi dan permintaan maaf kepada seseorang yang ia grebek rumahnya tanpa izin.

Meski telah mengucapkan kata maaf, dia tidak berpikir hal tersebut akan sepadan dengan perbuatan zalimnya. Dia harus mengerjakan suatu kebaikan secara langsung.

"Eni." panggil Eli.

"Apa?"

"Kenal Jaka gak?"

"Jakaparman?"

"Enggak tau juga sih, tapi mungkin iya itu namanya. Yang terpenting ada Jaka-Jakanya."

"Yang rumahnya sebelah sungai?"

"Iya!"

"Dia teman SMA kita."

"Beneran?"

"Iya."

"Woah, rasanya masih aneh punya banyak temen yang jadi tetangga. Di rumah, gue sama sekali gak ada kenal tetangga. Individualis, tapi keuntungannya gak ada gosip-gosip tetangga."

"Huh?"

"Yahh... lo bakal tau lah nanti."

"Tau apa?"

"Wow, kayaknya enak tuh. Gue boleh ambil gak?" ucap Eli mengalihkan topik pembicaraan dan membulatkan mata dengan wajah yang berseri-seri, pandangannya menuju kepada kuali berisi masakan Eni yang aromanya menusuk hingga ke lambung.

"Boleh."

Eli bergegas mengambil rantang di meja dan mengisinya dengan banyak nasi, kemudian mengambil beberapa masakan buatan Eni yang sudah jadi. Hampir menumpuk kalau-kalau dia melupakan keberadaan tutup wadahnya.

"Tapi apa itu tidak terlalu banyak? Kamu yakin bisa habiskan semuanya?" heran Eni.

"Untuk seseorang."

"Siapa?"

"Ada lah pokoknya. Dadah." Setelah menutup rantangnya rapat-rapat, dia lekas pergi keluar dengan langkah lebar yang riang.

"Mau ke mana, el?" tanya Eni terkejut dan bingung saat kembarannya pergi dengan membawa bekal.

"Rumah Jaka."

1983 [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang