Chapter 5 : King di Masa Lalu

86 8 0
                                    

Sinar mentari memaksa para makhluk kesayangannya membuka mata. Tidak lupa, burung pun bernyanyi untuk membuat hari lebih berwarna.

Namun sayang, pagi ini sungguh berbeda. Dimana orang-orang masih berpakaian kuno dan tampak hilir mudik pada kesibukannya masing-masing.

"Ini ... tahun dua ribu delapan?" gumam Neko. Karena tidak percaya, ia mampir di kafe terdekat dan alangkah terkejutnya ia saat melihat pemilik kafe yang sama dengan pemilik kafe di dunianya.

"Selamat datang," ucap pemilik kafe itu.

"Terimakasih," jawab Neko yang tidak bisa menutupi keterkejutan dirinya atas kejadian dihadapannya.

Sungguh, awet muda abadi adalah hal yang sulit diraih untuk manusia. Jika Fangire, hal itu sangat mudah. Tetapi, pemilik kafe itu ... apakah dia fangire?

Bunyi lonceng di kafe itu membuat lamunan Neko buyar. Ia teralihkan dan menatap seorang pria yang memiliki warna rambut serta mata yang sama dengannya bersama seorang pria berjaket putih dibelakangnya.

"Ada yang bisa aku bantu, Nona?" ucap pemilik kafe yang membuat Neko terdiam sejenak, "Maaf, mungkin nanti aku akan memesan sesuatu."

Neko mendekati meja itu, "Permisi. Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Silakan, Nona," jawab pria berjaket putih.

"Apakah Anda Nobori Taiga?" tanya Neko dengan berhati-hati. Tentu saja, pertanyaannya mengundang tatapan serius dari yang bersangkutan.

"Anda siapa?" balasnya.

"A-aku ...." Neko memberi jeda, ia takut untuk mengatakan namanya.

"Nona?" panggil pria itu.

"Kurenai Neko," jawab Neko dengan penuh keraguan. Sementara kedua pria itu saling bertatapan sejenak.

"Senang bertemu denganmu, Kurenai Neko. Dan seperti yang kau lihat, akulah Nobori Taiga," ucap pria berjaket putih itu.

"Nama 'Kurenai', mungkinkah kau dari masa depan?" ucap pria yang duduk dihadapan Taiga.

Neko hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia terlalu ragu untuk bicara banyak saat ini. Karena, ia ingin sekali bicara langsung pada intinya agar ia segera kembali dan langsung menghentikan kakaknya yang memungkinkan besar telah membuat Kaito, Yuusuke, maupun Natsumi kewalahan.

Brak!

Sebuah meja dibelakang kedua pria itu digebrak oleh seorang wanita yang sedang hamil muda. Ia mendekati Neko dan memeluknya erat.

"Lepaskan, Bibi Megumi," ucap Neko sembari berusaha melepaskan pelukan erat itu secara perlahan agar tidak melukai kandungannya.

"Eh? Darimana kau tahu namaku?" ucap Megumi dengan tampang penasaran.

"Apakah kau penguntit?" tanya seorang pria yang tampak galak nan tegas.

"Bukan, Paman Nago. Justru, aku kemari hanya ingin bicara dengan Ayahku, Kurenai Wataru dan Pamanku, Nobori Taiga mengenai Fangire di masa depan," tegas Neko.

"Fangire di masa depan?" tanya Wataru.

"Ayah, boleh kita bicara sebentar?" alih Neko.

*****

"Maaf, rumah ini sedikit berantakan," ucap Wataru setibanya mereka di rumah yang sangat tidak asing bagi Neko.

"Ternyata, rumah ini memang tidak berubah, ya," ucap Neko yang merasa nyaman akan kondisi rumah ayahnya.

"Kau juga tinggal disini?" tanya Wataru yang membuat wajah Neko yang semula serius menjadi sosok yang ceria, "Um! Ayah yang mewariskannya padaku. Bahkan biola Ayah dan kakek juga aku pajang."

"Biola?"

"Um, Ayah juga membuat biola yang tidak kalah bagus dari kakek."

"Tunggu disini, ya," ucap Wataru yang kemudian pergi ke dapur untuk membuat sesuatu pada anaknya.

Saat ditinggal Wataru, Neko menyempatkan diri untuk melihat-lihat kondisi sekitar. Sama sekali tidak berubah.

"Kivat, bukan?" tanya Neko yang membuat kelelawar itu terbang dihadapannya, "Kau bisa melihatku?"

Neko sedikit tertawa mendengarnya, "Tentu. Kau adalah Kivat generasi ketiga yang selalu bersama Ayahku. Bahkan, aku juga memiliki Kivat, kivat generasi keempat."

Kivat terkejut mendengarnya, "Kau juga ...."

"Sssttt!" Neko menyuruh Kivat untuk diam. Karena tujuannya disini bukan untuk bertarung ataupun memancing keributan mengenai dirinya.

"Ah, baiklah. Aku akan diam," ucap Kivat.

"Maaf sudah membuatmu lama menunggu."

Kini, mereka duduk berdua sebagai ayah dan anak. Mereka cukup menikmati ketenangan dan kehangatan ini.

"Entah apa yang akan ayah pikirkan jika melihatmu," ucap Wataru dengan senyuman dibawahnya.

"Ayah? Maksudnya itu ... kakek?" tanya Neko yang langsung dijawab anggukan oleh Wataru.

Neko meletakkan cangkir tehnya dan menundukkan wajahnya, "Nenek selalu bilang padaku jika kakek adalah sosok yang kuat. Begitu juga Ayah yang selalu mengatakan hal itu. Lama-lama ... itu membuatku ingin menjadi kuat seperti Ayah dan kakek."

Wataru mengerti perasaan itu. Ia pun mengukir senyuman lebih lebar dari sebelumnya. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan anaknya, "Kau akan menemukan jalan hidupmu sendiri. Jangan lupakan itu, ya."

"Terimakasih, Ayah," ucap Neko dengan senyuman manisnya.

"Omong-omong, ada perlu apa denganku dan juga pamanmu?" tanya Wataru yang secara mendadak memancing suasana serius. Bahkan, senyuman di wajah anaknya pun turut pudar.

"Kakakku, Nobori Hiiro ... dulunya ia sangat periang dan kuat. Ia selalu melindungiku kapanpun dan di manapun. Sehingga, aku tidak merasakan sakit sedikitpun. Tetapi, saat Nii-san mulai mengakui jika dirinya adalah King membuat Queen muncul secara mendadak.

Entah apa yang terjadi, sikap Nii-san menjadi berbeda. Ia mudah marah, kepercayaannya pun runtuh padaku. Hingga, aku memutuskan untuk mencari tahu dimalam hari.

Queen melanggar aturan yang telah dibuat oleh Ayah dan Paman dengan kedok bahwa Fangire itu melawan aturan yang Ayah buat.

Tiap hari, aku selalu mencoba berbicara pada Nii-san jika Queen tidak baik untuknya. Tetapi, semakin aku bicara, semakin aku disakiti olehnya."

"Apa yang dilakukan anakku padamu, Kurenai Neko?" potong Taiga yang entah darimana datangnya.

"Nii-san menghapus diriku dari garis keturunan kerajaan Fangire dan menganggap jika diriku bukan saudaranya lagi," ucap Neko sembari menahan air mata yang mencoba keluar dari pelupuk matanya.

Melihat kesedihan di depan matanya, Wataru langsung bangkit dan memberikan pelukan pada anaknya. Ia mungkin belum pernah merasakan rasa sakit yang ditanggung oleh anaknya.

Meskipun ia pernah mengalami hal yang nyaris serupa. Setidaknya, kakaknya tidak sampai melakukan hal sekejam itu.

Panorama (Kamen Rider Diend ver.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang