Jeno bukanlah orang tanpa rencana. Pernikahannya, kepindahannya, kuliahnya, itu semua sudah dia pikirkan jauh-jauh hari bersama sepupunya, Mark.
Tebakan Mark memang benar, bahwa cepat atau lambat ayahnya pasti akan mengetahui kondisi kekasihnya yang tengah berbadan dua, maka dari itu Mark menyarankannya untuk pindah ke Busan sekaligus memindahkan sebagian uang Jeno ke rekening khusus milik sepupunya itu.
Sehari setelah dia menuruti perkataan Mark, ia di depak dari rumahnya. Untunglah Mark selalu membuka pintu apartemennya untuk Jeno, setidaknya sebelum Jeno menjadi pengemis di jalanan.
Beberapa hari kemudian dia habiskan untuk menyusun rencana pernikahannya, tentu saja dengan bantuan Mark. Mulai dari memilih cincin pernikahan, mengurus kepindahannya, dan juga mengurus tanggal pernikahan.
Sayangnya, ketika dia berniat untuk meminta restu pada kedua orang tua Yeji, dia datang di waktu yang tidak tepat. Pagi itu setelah pertengkaran hebat kedua orang tua Yeji, sesaat sebelum ibunya memilih untuk mengakhiri hidupnya, Jeno terpaksa menunda hal tersebut. Namun, akhirnya dia bisa merampungkan rencananya beberapa hari setelahnya.
Tibalah hari ini, dimana Hwang Yeji resmi menjadi istrinya.
"Kenapa kamu masih tidur di sofa, Jeno? Bukankah lebih baik tidur di kamarku saja? Kita sudah menikah, kan?", Yeji menggerutu pada suaminya.
Biarpun status mereka sudah suami istri, pemuda Lee itu masih tetap pada pendiriannya untuk tidur di sofa ruang tamu.
"Aku...."
"Kamu tidak mau tidur denganku? Kamu membenciku?"
"B-bukan, hanya...", Jeno kelimpungan mencari alasan, sementara Yeji sudah mengernyitkan alisnya menunggu jawaban.
"Hanya apa?"
"Hanyasajaakutakutmenyakitinya!", Jeno mengucapkan kalimat tersebut dengan satu tarikan nafas. Yeji bahkan hanya mendengarnya seperti angin lewat.
"Kamu.. apa?"
"Kamu tahu kan ketika kita tidur di ranjang yang sama"
"Ya, lalu?"
"Aku bisa saja memelukmu"
"Lalu masalahnya dimana?"
"Aku bisa saja memelukmu sangat erat"
"Berhenti bermain-main. Aku tidak bisa menebaknya!"
"Mungkin... Mungkin dia... Mungkin dia akan terhimpit?", ragu-ragu pemuda Lee itu mengutarakan pendapatnya.
"Oh, Tuhan! Memangnya kita akan tidur sedekat apa? Asal kamu tahu, setiap malam dia selalu menginginkan kamu ada di sampingnya!"
"Benarkah?"
"Tentu saja. Kamu pikir kenapa aku selalu memaksamu untuk tidur di ranjang ku?", Jeno terdiam. Malu. Dia malu. Tolong tenggelamkan dia sekarang juga bersama rasa malunya!
KAMU SEDANG MEMBACA
LILI OF THE VALLEY [Lee Jeno]
Fanfic"Where there is love, there is life" -Mahatma Gandhi. copyright© Desember 2020 cover by me.