Pagi ini Yeji dikejutkan dengan kedua lengan Jeno yang melingkar di pinggangnya saat dia memasak, tapi bukan itu yang menjadi fokusnya melainkan suhu badan Jeno yang tiba-tiba saja terasa panas.
Wanita itu lantas berbalik sambil mengamati wajah pucat suaminya.
"Apa kamu sedang baik-baik saja? Wajahmu pucat, Jeno", alis wanita itu bertaut sambil mengamati setiap kerutan di wajah suaminya.
"Hmmm... Aku baik-baik saja, hanya perlu tidur sebentar lalu akan kembali segar", suara serak Jeno nampaknya tidak membuat Yeji merasa lega.
"Kamu yakin? Jangan memaksakan dirimu, Jeno. Aku hanya punya kamu sekarang, kumohon jangan tinggalkan aku lagi. Jangan kamu", sebuah pelukan akhirnya membungkus tubuh ringkih Jeno yang tengah diserang demam. Hal itu tentunya terlalu tiba-tiba, ditambah lagi isakan Yeji yang membasahi bajunya.
Bukan, sebenarnya bukan ini yang Jeno inginkan. Dia tidak bisa melihat Yeji menangis lagi apalagi kalau dialah yang menjadi alasan wanita itu mengeluarkan air matanya.
"Eh, kenapa kamu malah menangis begini? Hey, sayang lihat aku. Aku tidak apa-apa, Yeji"
"Tapi kamu sakit, aku pasti sangat memberatkanmu, ya?"
"Hey, jangan pernah berpikiran seperti itu. Kita sudah sepakat untuk melewati ini bersama-sama, kan?"
"Hmmm... Terima kasih, ya Papa"
"Eh?", mungkin karena lelaki itu sedang sakit, maka dari itu sistem sarafnya terlambat memberikan implus. Lelaki itu membatu beberapa saat, kata "Papa" terdengar sangat baru untuknya tapi ada gelenyar aneh di dalam perutnya, seperti ingin kentut tapi tidak keluar gas, ingin senyum tapi bibirnya kelu.
"Kenapa? Kamu tidak suka dipanggil, Papa?"
"Hngg, bukan begitu. Hanya saja, hmmmm"
"Hanya saja apa? Kamu merasa keberatan, ya?"
"Bukan, bukan begitu, Yeji. Ah, kamu tidak mengerti!"
"Mengerti apa sih? Kamu jangan membuatku bingung, deh!"
"Lupakan saja. Lebih baik kita berbaring sampai siang karena kepalaku pusing sekali"
KAMU SEDANG MEMBACA
LILI OF THE VALLEY [Lee Jeno]
Fanfiction"Where there is love, there is life" -Mahatma Gandhi. copyright© Desember 2020 cover by me.