Chapter 13

9.2K 1K 90
                                    

Penampilan Ghanim sangat kacau. Bahkan hari ini, ia sengaja tidak datang ke kantornya. Padahal ia termasuk orang yang perfeksionis yang menganggap bahwa penampilan adalah segalanya, begitupun dengan pekerjaan. Balqis sampai ia bentak, ketika anak itu memintanya di antar ke sekolah. Tentu saja anak itu mengkeret ketakutan, dan menangis. Princess kecil, yang biasa Ghanim manjakan, tapi kali perlakuan Ghanim sedikit berubah. Penjelasan Jefry yang mengatakan Balqis bukan anaknya, membuat ia benci pada Adiba yang sudah membohonginya mati-matian. Otomatis kebencian Ghanim, berpengaruh juga pada perlakuannya terhadap Balqis.

Ghanim tahu, apa yang dia lakukan pada Balqis sangat salah. Anak itu tidak bersalah apa-apa. Hanya karena korban ke egoisan Adiba, dan kebucinannya-- yang tidak menyelidiki latar belakang Adiba membuat banyak perasaan yang harus dikorbankan.

Kamar Ghanim terlihat kacau, setelah ia obrak-abrik sebagai cara melampiaskan kemarahannya. Bik Suti yang berniat membersihkan kamarnya, tak urung kena bentakan.

Semalam Ghanim tidak bisa tidur, dia sibuk menyesali kesalahan yang sudah terjadi di masa lalu, terutama pada Ayara. Sikap sinis, kata-kata kasar, pengabaian, jahat sekali ia dulu pada Ayra. Bahkan saat wanita itu sakit, lemas, dan muntah-muntah, Ghanim anggap sebagai kemanjaan dan cari perhatian. Padahal wanita itu sedang mengandung anaknya, darah dagingnya sendiri. Dan ia lebih peduli anak orang lain, yang bukan darah dagingnya.

Padahal, tidak ada salah yang dengan Ayra bersikap manja, toh, dia suaminya. Mana mungkin ia bersikap manja pada laki-laki lain.

"Arghhh...aku jahat...jahat...Ghanim brengsek!" teriaknya sambil meninju dinding.

Terbayang tatapan Ayara yang terlihat sedih dan tertekan. Wajahnya tirus, karena tidak bahagia. Padahal jika sedikit saja ia bisa membuka hati, itu tidak sulit. Ayra perempuan baik-baik, yang memperlakukannya sangat baik. Dia sangat mudah dicintai. Tapi sekarang setelah ikatan sakral terlepas karena ke egoisan, setelah memberikannya banyak luka.

Nggak mungkin semudah itu Ayra memaafkannya. Luka adalah luka, meski telah sembuh, bekasnya masih ada. Ia tidak punya keberanian lagi, untuk bertemu dengan Ayra, setelah kejadian di rumah sakit, pemecatannya di TK, dan penjelasan Bella tentang Adiba, beserta rekaman CCTV, pengakuan Jefry tentang Balqis anaknya, dirinya sudah terlalu jahat, padahal Ayra tidak pernah mengusik hidupnya.

"Aku harus bertemu, Ibu." lirihnya. Hanya ibunyalah yang bisa memberi solusi, meski pun wanita yang sudah melahirkannya itu sering disakiti, karena pembangkangan, akibat seringnya berbeda pandangan.

Ghanim pun segera menyambar kunci mobil yang tergantung. Ia tidak mempedulikan lagi  penampilannya yamg acak-acakan. Ia harus menumpahkan segala gundah di hatinya, akibat diteror rasa bersalah.

Hanya membutuhkan waktu satu jam menuju rumah tempat tinggal ibunya. Berada di pinggiran kota. Ibu sedang sibuk berkebun ketika Ghanim datang. Dan wanita itu tidak seantusias dulu, dalam menyambut Ghanim pulang, kejadiannya mungkin setelah Ghanim dan Ayra bercerai. Ibu juga jarang menelponnya, bisa di hitung jari. Itu pun yang ditanyakan hanya tentang Balqis saja.

Ghanim ragu untuk melangkah. Hubungannya dengan Ibu sudah berjarak lama. Ternyata Adiba adalah sumber keretakannya. Sedangkan ia dengan picik menyalahkan Ayra. Padahal Ibu dan Ayra seperti teman, seperti ibu dan anak. Dan ibu selalu bisa tertawa ketika bersama Ayra. Ah...kenapa ia baru menyedarinya sekarang?

"Bu...Assalamu'alaikum..." ujar Ghanim dengan suara bergetar. Wajah ibu sudah menua, kulitnya sudah di hiasi dengan keriput, dan rambutnya di tumbuhi uban, tapi sebagai anak, ia belum bisa membahagiakan ibu yang dulu menjadikannya, bagian dari poros hidupnya.

Ibu memutar tubuhnya, menjawab salam Ghanim dengan pelan. Wanita itu kaget melihat penampilan anaknya yang berantakan. Tidak seperti biasanya.

"Kamu kenapa?" tanya ibu, terlihat cemas dari raut wajahnya.

Mengejar BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang