Chapter 7

9.1K 1K 80
                                    

"Apakah dalam pernikahan  wanita selalu dipaksa mengalah?" tanya Ayra pada Bella.

Bella yang sedang menyisir rambutnya, langsung menghentikan kegiatan menyisirnya. Kepalanya terteleng menghadap Aiyra.

"Kenapa harus mengalah, jika itu menyakitkan?" Bela balik bertanya. Ia termasuk orang yang tidak setuju pad orang yang bertahan di pernikahan karena cinta atau anak. Sedangkan dirinya hancur dihantam kesakitan.

"Karena cinta mungkin," jawab Ayra pelan.

"Hei, menikah itu tujuanya untuk menggapai ridho Allah, meraih sakinah, mawadah dan juga warahmah. Itu yang sering aku dengar ceramah-ceramah di youtube. Kalau landasan pernikahan karena cinta, terus cintanya sudah hilang, ya, ujung-ujungnya disakiti juga. Kamu kayak bukan orang beriman saja sih, Ra. Pernikahan yang sesuai perintah agama tuh, nggak kayak gini. Nggak hanya bucin yang didahulukan. Kamu masih mikirin si Ghanim?" selidik Bella tidak suka.

Ayra menggeleng, "Aku sedang menyiapkan diri untuk membuka hati. Karena kita nggak tahu kan, soal perkara jodoh. Siapa tau dalam waktu dekat ada laki-laki baik yang mau ngajakin aku nikah."

"Tapi kan nggak harus ngomongin selalu mengalah juga. Menikah adalah kompromi, yang segala sesuatunya bisa dibicarakan, didiskusikan. Pasangan adalah pendukung terbaik, agar kita semakin berkembang kearah kebaikan. Kamu jangan putus asa, hanya karena pernikahan kamu pernah gagal. Kamu bisa bahagia, dan mendapat suami yang bisa menerima dan menyayangimu."

Bela benar-benar gemas melihat tingkah Ayra yang banyak merenung. Sepertinya pertemuan dengan mantan suaminya, cukup memukul jiwanya. Membangkitkan kembali kenangan yang harusnya sudah terkubur. Dan fokus memikirkan masa depannya sendiri.

"Udahlah, Ra, jangan pikirin tentang mantan lagi. Sekarang kamu fokus pada kebahagian kamu sendiri. Kamu mau jadi pengangguran terus, dan ilmu kamu karatan karena nggak diamalkan. Lebih berfaedah kamu bikin resolusi hidup, mau ngapain satu tahun ke depan, lima, sepuluh tahun kemudian. Biasanya kamu punya ambisi, tapi gara-gara si mantan, kamu jadi berubah kayak kerupuk kehujanan. Padahal, masih banyak murid-murid di sekolah lain, yang butuh asupan ilmu dari kamu." cerewet Bella.

Ayra merasa diingatkan, bahwa dalam dua hari ini, ia merasa bersedih hanya pertemuannya dengan Ghanim yang menyimpan luka yang menyakitkan.

"Jangan pernah bilang tidak ada yang selesai di antara kalian. Seorang ketika memutuskan pernikahan, baik itu hasil perjodohan, atau bukan, harusnya sudah siap  berkomitmen untuk melangkah ke masa depan. Jika salah satu mencederai pernikahan, itu memang salah individunya yang rusak. Allah memperbolehkan penceraian agar ada kemaslahatan. Dan menurutku penceraian adalah salah satu jalan menjaga kewarasan dari toxic relationship. Ghanim bukan orang yang pantas kamu pikirkan, apalagi kamu perjuangkan. Melangkahlah Ayra, kamu masih muda, dan masih banyak hal yang harus kamu lakuin."

Kenyataannya melupakan kenangan itu tidak mudah. Tapi jika tujuh tahun bisa melangkah, kenapa sekarang harus rapuh lagi?

"Makasih, Bella. Aku tahu, kamu sangat peduli aku."

"Makanya jangan sia-siakan kepedualian aku. Aku ingin, kamu tidak stuck menangisi apa yang sudah bukan jadi milik kamu. Karena Ghanim akan semakin bahagia melihat kamu terpuruk."

Hm...benar juga apa yang dikatakan Bella. Lebih baik ia menerima tawaran temannya untuk mengelola sebuah day care. Dekat dengan anak-anak, ia akan mudah melupakan segala masalahnya.

Ayra akan melangkah masuk kamar mandi, saat mendengar nada panggilan dari ponselnya. 'Bu Barkiah' Ayra mengerutkan keningnya. Ada apa, kepala sekolah di tempatnya kemarin  mengajar, menelponnya. Bukannya dia sudah memecat dirinya?

"Siapa?" tanya Bella penasaran.

"Bu Barkiah," lirih Ayra.

"Bukannya dia yang sudah memecat kamu dari TK itu. Paling dia mau minta maaf dan menyuruh kamu mengajar lagi di sana. Jangan diterima lagi. Dia sudah memecat kamu tanpa menggali masalahnya apa, hanya karena omongan orang lain. Itu sebuah penghinaan, namamu sudah tercoreng di sana. Jika kamu kembali ke sana bukan tidak mungkin dia akan melakukan hal yang sama di kemudian hari."

Bella merasa yakin kalau Bu Barkiah akan meminta maaf dan meminta Ayra untuk kembali mengajar di sana. Dan itu atas permintaan Ghanim.

"Jadi lebih baik aku angkat atau tidak?" Ayra meminta persetujuan Bella.

"Lebih tidak usah, kamu kadang suka tidak tegaan. Kalau kamu balik ke sana, jalan kamu untuk move on semakin sulit."

Ayra akhirnya menurut apa yang dikatakan Bella.

***
Ghanim memasukan USB kedalam laptopnya, dan di sana ada sebuah vidio yang berjudul penyebab keguguran Ayra. Dengan tidak sabar Ghanim mem-play vidio, dan segera menonton isi vidio tersebut. Tampak Ayra sedang menunggu seseorang di sebuah kafe, dan muncullah Adiba. Mereka terlibat percekcokan, lalu tiba-tiba Adiba menyerang Ayra dan mendorongnya sampai terjatuh. Ghanim melihat ada darah yang membasahi baju Ayra, tidak lama banyak orang yang menolongnya. Sedangkan Adiba melarikan diri entah kemana.

Ghanim menarik rambutnya marah, karena mengetahui masalah ini beberapa tahun setelahnya. Betapa jahatnya, ia memperlakukan Ayra dulu. Akibat dibutakan cinta pada Adiba. Tapi seandainya dulu ia tahu Ayra hamil lebih awal, akankah ia berbalik mencintai Ayra?

Tiba-tiba Ghanim diserang rasa bersalah, secara tidak langsung ia telah menjadi pembunuh darah dagingnya sendiri. Dan Adiba yang selalu terlihat manis, dan kelihatan lemah dan banyak mengalah, malah memperlakukan Ayra sekasar itu. Ini semua karena salahnya, jika dari awal ia menolak keinginan mamanya, tidak akan ada yang disakiti dan dikorbankan dari pernikahannya.

Sayangnya sekarang Adiba sudah tiada. Dan wanita itu pergi tanpa sempat meminta maaf pada Ayra.

"Ayah..." suara Balqis menyadarkan Ghanim. Lelaki itu menoleh menatap putrinya yang masih terlihat lemas, baru dua hari pulang dari rumah sakit.

"Ya sayang," Ghanim mendekati putrinya.

"Kenapa Bu Ayra tidak pernah menemui Balqis lagi?" gadis kecil itu menatap wajah ayahnya dengan sorot rindu pada Bu Guru yang ke ibuan dan baik hati.

Ghanim diam, tidak bisa menjawab. Karena kenyataannya Ayra tidak mungkin mau bertemu dengannya kembali, setelah insiden di rumah sakit itu. Apalagi setelah tahu fakta dari Bella, ia tidak punya keberanian untuk menemui Ayra lagi. Dirinya sungguh sangat jahat.

Balqis tidak pernah berhenti menanyakan tentang keberadaan Bu Ayra--dan lagi-lagi Ghanim hanya bisa diam. Dia tidak ingin memberikan jawaban yang membuat Balqis banyak berharap. Dan sangat jahat jika mengatakan pada Balqis untuk menjelekan gurunya, padahal yang jahat adalah dirinya. Dengan memecatnya saja, Ghanim sudah merasa bersalah.

PR besar Ghanim adalah harus mendidik Balqis dengan baik. Agar dia tidak mewarisi sifat dari dirinya ataupun dari ibunya. Dan ini adalah sesuatu yang berat, mengingat dirinya punya banyak kesibukan. Sedangkan Balqis di masa pertumbuhannya butuh lingkungan yang baik, dan pendidikan yang baik. Balqis butuh peran ibu, dan Ayra adalah sosok yang diterima Balqis dengan welcome. Tapi tidak mungkin dirinya mengajak Ayra kembali, setelah banyak luka ditorehkan padanya. []

Mengejar BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang