Prolog

20.6K 1.3K 33
                                    

Sisa hujan tadi sore sore masih menyisakan bekasnya, dengan meninggalkan jejak basah dijalanan. Dan meninggalkan hawa dingin yang menusuk kulit. Jam yang menempelkan di dinding menunjukan pukul delapan malam lewat beberapa menit. 


Ayra menyibak sedikit gorden, untuk memastikan mobil yang berwarna silver itu masih ada di depan rumah sepupunya atau sudah pergi. Ia tidak ingin laki-laki yang pernah membuat hatinya retak itu masih berada di sini. Waktu enam tahun ternyata masih menyisakan luka yang teramat dalam untuknya. Bagi orang lain, mungkin sangat mudah merajut luka, lalu setelah itu berusaha hidup dengan normal dan mencari pengganti yang lebih baik. Tapi tidak dengan Ayra. 


Ghanim, laki-laki yang diam-diam, Ayra Sukai. Dan nama itu sering ia sebut dalam do'anya. Namun, harapannya tidak seindah dengan kenyataan. Waktu satu tahun hidup bersamanya dalam ikatan pernikahan, hanya luka dan air mata yang didapat. Akhirnya Ayra harus mengalah, ketika Ghanim lebih memilih Adiba, wanita yang sudah lama Ghanim sukai.


Setelah enam tahun, Ghanim menghilang dari peredarannya, dan bahagia dengan pasangan hidupnya. Ayra harus kembali dipertemukan dengan Ghanim. Pertemuan yang tidak disengaja. Ayra kebetulan menjadi guru TK di tempat Balqis sekolah. Balqis gadis yang cantik, namun dia sangat pendiam dan murung, membuat Ayra merasa harus memberikan perhatian yang lebih banyak pada muridnya itu. Dan ternyata perhatian ini, membuat Balqis terikat padanya.


Sebagai guru baru di sekolah taman kanak-kanak, Ayra mendapat informasi kalau Balqis hanya tinggal bersama ayahnya. Gadis kecil itu kurang kasih sayang, karena ayahnya sangat sibuk. Sedang ibunya meninggal dunia, saat Balqis berusia dua tahun. Dan itu menimbulkan rasa iba di hati Ayra, hingga ia sering menemani gadis itu main, mengajaknya mengobrol atau sesekali menyuapinya makan.


Perhatian Ayra, rupanya membuat Balqis sering cerita pada ayahnya dan membuat sang ayah tertarik untuk berkenalan dengan guru baru yang diceritakan putrinya. Hingga suatu hari, Ghanim mengantarkan putrinya ke sekolah. Bagi Ayra pertemuan dengan Ghanim, hal yang tidak pernah diharapkan dalam hidupnya. Karena luka yang sudah lama mengering, kembali basah. Dan sialnya, ia masih tetap sendirian.


Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya, Ayra pun dengan berjinjit berjalan kearah pintu.


"Ghanim sudah aku usir!" ketus Bella.


Ada rasa bahagia menyelinap bilik hatinya, karena Bella sudah membantunya mengusir laki-laki itu. Mungkin ia cukup pengecut, karena tidak punya keberanian untuk menemui Ghanim. 


"Dia bilang anaknya dirawat di rumah sakit, dan sering menyebut nama kamu," terang Bella.


Penjelasan Bella barusan, ada rasa gelisah merasuk dada Ayra. Ia merasa khawatir dengan kondisi Balqis. Ayra merasa bahwa Balqis tidak ada kaitannya dengan masalah ia dan Ghanim di masa lalu. Sebagai seorang guru harusnya bisa profesional. 


"Sudahlah, kamu tidak usah merasa bersalah kayak gitu, Ra. Sudah bagus kamu tidak menemuinya. Pertahanan kamu sangat lemah, jika bertemu dengan laki-laki itu. Aku tidak mau melihat kamu nangis lagi, hanya gara-gara menangisi manusia tidak berperasaan. Sudah waktunya kamu move on. Kamu itu cantik dan cerdas, jadi jangan memikirkan anak orang lain, toh kamu ini bukan Ibunya." ujar Bella, wanita yamg jadi saksi bagaimana Ayra terpuruk saat bercerai dengan Ghanim.


Ayra memilin tangannya, ia didera rasa bimbang. Bagaimana kalau Balqis sakitnya parah? Duh, ia merasa jadi guru yang tidak berperasaan.


"Tapi aku gurunya, Bel, masa nggak nengokin muridnya yang sakit," ucap Ayra dengan nada cemas.


"Masih ada waktu besok. Sekarang sudah malam, gila saja kalau kamu harus datang ke sana sekarang. Kita ini, bukan siapa-siapanya, Ra. Masih banyak keluarganya yang bisa dimintai pertolongan. Jangan-jangan cerita Balqis nyebutin nama kamu, itu hanya akal-akalan si Ghanim doang."


Iya juga sih, tapi kenapa harus dirinya yang disebut oleh Balqis dalam sakitnya. Masih ada Bu Beti, dan Bu Hasna.


"Aku orang yang paling menentang kalau kamu sampai balikan sama si Ghanim!" nada suara Bella terdengar penuh kebencian.


Bella yang tidak pernah rela melihat sepupunya ini kembali terluka. Karena ia adalah saksi rapuhnya Ayra saat berpisah dengan Ghanim. Cinta yang sudah bersemi cukup lama, memberikan luka yang teramat dalam. Menurutnya, dulu Aira gadis bodoh yang memuja cinta pada laki-laki yang hatinya milik orang lain. Sebuah ikatan yang rapuh, jika bertahan. Dan bodohnya juga, Ayra dengan bahagia menerima pinangan atas dasar keinginan ibu Ghanim yang sangat menyukai Ayra.


"Aku tidak mungkin kembali, pada sebuah ikatan yang sudah dicampakan," ucap Ayra dengan mata berkaca-kaca.


"Jika kamu besok bertemu dengannya, berusalah berikap biasa saja, dan dia bukan siapa-siapa kamu. Karena kita hidup bukan untuk berpaku ke masa lalu. Hidup kita harus melangkah ke masa depan." Bella menepuk bahu sepupunya.


"Makasih ya Bel, kamu sudah menemani aku melewati banyak hal, hingga aku bisa bangkit lagi."


"Aku sangat sayang kamu, Ra. Dan aku nggak ingin lihat kamu menangis lagi. Aku yakin suatu saat akan ada laki-laki baik, yang sangat menyayangi kamu." 


Mereka pun saling berpelukan. Dan Ayra sangat bahagia memiliki Bella sang sepupu yang meskipun sudah terkenal sebagai bintang, tapi ia masih bisa meluangkan waktu untuknya yang pernah rapuh. []


Mengejar BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang