Tujuh

464 21 0
                                    

"Josh, semoga liburan musim dinginmu menyenangkan." Aku memeluk murid-muridku satu persatu untuk mengucapkan selamat berlibur.

Ini adalah hari terakhir sekolah sebelum libur musim dingin. Aku dan crystin membagikan mereka coklat dan permen sebagai hadiah natal.

Alice, murid terakhir yang aku peluk.

"Selamat liburan alice." Aku memeluknya.

"Kau juga lena."

Crystin memberinya coklat dan permen, lalu memeluk alice. Ia berjalan keluar kelas, lalu kembali lagi.

"Lena, bolehkan aku pulang denganmu?"

Crystin menatapku.

Aku mengangkat bahu tanda tak mengerti.

"Kau harus minta ijin dari daddy dulu."

Ia menatapku.

"Baiklah, ayo ikut aku. Aku akan menelponnya."

Aku dan alice masuk keruang guru. Ruangan ini masih sepi. Karena beberapa guru belum keluar dari kelas mereka. Aku membuka formulir pendaftaran alice dan menelpon kantor steve martin yang tertera disitu.

Setelah nada sambung ketiga terdengar, seorang wanita menjawab panggilanku.

"Martin global, bisa saya bantu."

"Saya ingin berbicara dengan Mr. Martin." Jawabku.

"Dengan siapa saya berbicara?"

"Helena ellerton, guru dari putrinya."

"Tunggu sebentar."

Sekitar 5 menit aku menunggu. Terdengar suara steve martin.

"Elena." Katanya ragu.

"Ya."

"Ada apa? Apa alice melakukan sesuatu?"

"Tidak, dia hanya ingin pulang denganku. Apakah tidak masalah?"

"Oh, silahkan." Ada nada kaget dalam suaranya.

"Baiklah, selamat siang mr. Martin."

Aku menutup telponnya.

"Ayo kita pulang." Aku memberikan tanganku padanya.

Kami berjalan menuju cafe dekat sekolah untuk makan siang dulu. Supir alice sudah pergi. Sepertinya steve sudah menelponny.

"Kau mau makan apa?" Tanyaku padanya begitu duduk.

"Aku mau pasta." Jawabnya.

Aku memanggil pelayan dan memesan beberapa makanan.

"Kenapa kau tidak mau pulang dengan supirmu alice?" Tanyaku.

"Aku bosan." Jawabnya.

Pelayan itu mengantarkan pesanan kami. Alice dengan sigap memakan pastanya.

Aku memasukan pasta kedalam mulutku "alice." Aku memanggilnya.

Dia menatapku dengan mulut penuh. Anak ini sangat mandiri dan terlihat kesepian. Kenapa aku harus dipertemukan dengan anak gadis yang kesepian. Sementara aku juga kesepian.

"Apa yang akan kau lakukan selama liburan musim dingin ini?" Aku menaruh sendok, selesai makan.

"Les piano, balet atau apapun yang daddy mau." Jawabnya.

"Apa kau tidak pergi bertamasya?"

Dia menggeleng "daddy sibuk."

Ia terlihat sedih dan selesai memakan pastanya. Anak ini sangat membutuhkan teman.

"Kau mau dessert? Cake coklat atau ice cream?" aku mencoba mengalihkan pikirannya.

"Ice cream." Serunya senang.

*******

Selesai makan, aku dan alice berjalan menyusuri jalan menuju taman. Alice bilang ia ingin berjalan-jalan dulu. Aku sebenarnya lelah, ingin tidur. Tapi aku tidak tega menolak permintaan anak itu. Ah, steve martin andai saja dia tidak sesibuk itu. Anaknya ini mungkin tidak akan kesepian.

Alice berlari-lari sambil makan lolipop. Dia berhenti dan memainkan bunga yang ad ditaman. Walaupun musim dingin sudah terasa, bunga disini masih ada yang tumbuh. Aku duduk dibangku yang tidak jauh dari alice.

Alice memetik bunga itu dan berlari kearahku.

"Bunganya cantik." Kataku.

Ia mengangguk dan duduk disampingku. Ia menggoyang-goyangkan kakinya dan bersenandung pelan.

Aku tersenyum melihatnya. Ia sangat cantik. Mewarisi wajah tampan ayahnya. Bunyi ponsel menggangguku. Aku menatap layarnya, aku tidak mengenal nomornya.

"Hallo."

"Elena." Hanya satu orang yang menyebutku elena.

"Steve." Jawabku.

"Dimana kau? Apa kau masih dengan alice? Kenapa tidak langsung pulang?"

"Wow, tenanglah mr. Martin. Aku hanya mengajak anakmu jalan-jalan."

"Dimana kau sekarang?" Tanyanya.

"Taman dekat sekolah."

"Tunggu disana."

"Tapi...." telpon dimatikan.

Alice menatapku sambil terus menghisap lolipopnya.

"Daddy. Sepertinya dia akan menjemputmu." Kataku padanya.

"Kenapa?" Tanyanya.

"Kau harus pulang sweet heart. Udara sangat dingin." Aku memeriksa jaket merah mudanya. "Apa kau kedinginan?"

Dia menggeleng.

Aku merasa diperhatikan. Aku menoleh ke belakang, ternyata steve martin sudah disana dengan setelan jasnya. Seperti biasa, dia selalu tampan.

Dia berjalan kearah kami, tanpa senyum. Oh, kenapa dia.

"Hei." Sapaku.

Ia hanya mengangguk. Dan berjongkok didepan alice.

"Sayang, ayo kita pulang." Katanya. Ada nada tegas dalam suaranya.

Ia menggeleng "aku tidak mau pulang daddy." Katanya.

Steve martin terlihat kaget. "Kenapa?"

"Aku ingin bermain dengan lena, aku bosan daddy." Dia menatapku.

"Nanti kita bermain lagi. Kau pulanglah." Kataku sambil mengelus rambutnya.

Bermain? Apa yang dia maksud dengan bermain. Aku tidak pernah mengajaknya bermain. Kami hanya makan, jalan-jalan dan mengobrol. Bagiku itu sangat membosankan.

"Aku tidak mau." Ia memelukku.

Aku menatap steve martin. Dia menatapku seolah bertanya harus bagaimana. Aku hanya mengangkat bahuku.

"Diluar dingin sayang." Kata steve lagi. "Ayolah." Ia memberikan tangannya pada alice.

Alice menatapku.

"Pulanglah." Kataku.

Ia menerima tangan steve dan steve menggendongnya menuju mobil. Meninggalkan aku, tidak memberikan aku tumpangan, bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Dan entah kenapa hatiku perih. Rasanya aku ingin menangis. Entah apa yang aku tangisi.

Dan aku menyadari bahwa aku kesepian. Yang lebih menyakitkan adalah aku tidak dianggap ada.

♥♥♥♥

Me and My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang