Dua

543 20 0
                                    

Aku masih duduk diacara pernikahan debby. Aku merasa hampa dan kesepian. Alice, anak kecil yang menginjak gaunku sedang menikmati lolipopnya. Sedangkan ayahnya sedang berbicara dengan seorang lelaki yang kelihatanny seumuran dengannya.

Kemana ibunya....

Sementara sang pengantin kini sedang bersenda gurau. Setelah debby bicara kepadaku tentang rencana kepindahannya ke melbourn. Aku akan semakin sering bertemu dengannya.

Tidak bisakah dia membiarkanku sendiri. Sudah cukup hari mingguku terusik karena berita pernikahnnya itu.

***
Flashback

Waktu itu hari minggu. Menyenangkan sekali tidak perlu bergegas ke kamar mandi. Aku meregangkan tubuhku. Hari weekend terakhir. Kemarin aku menenggelamkan diriku seharian didalam kamar. Aku keluar kamar hanya jika perutku merasa lapar. Ibuku sudah tidak bicara apapun tentang pembicaraan jumat malam itu.

Wangi kopi tercium dari dapur, membuat perutku lapar. Aku segera kekamar mandi, menyikat gigi dan mencuci mukaku.

"Pagi mom, dad." Aku duduk di bangku biasa aku duduk. Dapur kami tidak besar. Meja makan hanya cukup untuk 4 orang. Dirumah ini hanya ada aku, ayah dan ibuku. Jadi tidak memerlukan dapur yang luas.

Ayahku hanya melirik sekilas dari korannya. Sepertinya ia sedang asik sendiri.

"Kopi?" Ibu menawarkanku secangkir kopi.

"Tentu, terima kasih."

Aku menyesap kopi yang ibuku buat dan menggigit kroisan yang masih hangat.

"Helena." Kata ibuku berbinar.

Oh, apa ini.

"Debby, sepupumu akan menikah bulan depan."

Oh, satu lagi menikah dan usianya dibawahku. Debby sepupuku yang tinggal di Adelaide sangat dekat denganku. Ia sudah berjanji tidak akan menikah sebelum aku menikah. Dan sekarang, janji hanyalah tinggal janji.

"Oh." Hanya itu yang bisa aku katakan.

"Telpon dia. Ibunya baru saja menelpon ibu. Aku yakin dia ingi kau membantunya."

Aku tersenyum getir dan menegak kopiku.

"Pelan-pelan sayang." Tegur ayahku

"Aku sudah selesai." Aku bangkit dari tempat dudukku dan masuk kedalam kamarku, tempat paling aman didunia.

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Pasti dari Debby.

"Lena." Katanya ketika aku mengangkat telpon.

"Hai." Sapaku. Aku mencoba agar suaraku biasa saja.

"Aku di Melbourn. Bisa kita bertemu."

Oh tuhan, this is sunday. Dan ini masih pagi.

"Tentu, kau bisa kerumah."

"Tidak, jangan dirumah. Aku ingin bicara denganmu saja. Kau tahu kan ibumu." Katanya

Yah, ibuku yang bawel.

"Baiklah, kita ketemu dikedai kopi biasa. Aku akan kesana 30 menit lagi."

"Baiklah, sampai jumpa Lena." Ia menutup telponnya.

Rasa seperti apa ini. Aku tidak pernah merasakannya. Satu lagi yang akan menikah, harusnya aku turut bahagia. Dia saudaraku. Aku menghembuskan nafas. Menahan rasa yang tidak Nyaman dihati dan pikiranku. Aku mengganti pakaianku dengan dress berwarna biru muda,memakai jaket denim dan flat shoes. Memoleskan sedikit bedak dan lipstik. Oh aku mataku terlihat sedih. Aku melatih beberapa ekspresi dan yang terlihat hanya seringai.

Aku melirik jam tanganku. Telat 5 menit. Aku bergegas menyambar tas.

"Kau mau pergi kemana?" Ibuku menahanku di ruang keluarga. Ia sedang menonton acara televisi favoritnya.

"Bertemu debby." Aku bergegas menyambar kunci mobil milik ayahku.

"Sampaikan salamku padanya." Ia berteriak dari dalam rumah.

Butuh 10 menit untuk sampai di kedai kopi favorit kami. 20 menit dengan berjalan kaki.

Debby menunggu dimeja dekat jendela besar. Ia melambaikan tangan padaku. Ia terlihat sangat cantik dengan rambut cokelat sebahu dan dress tanpa lengan berwarna pink pucat.

Ia mencium pipiku dan aku duduk didepannya.

"Kau ingin pesan apa?" Tanyanya.

"Caramel Macciato." Jawabku.

Ia memanggil pramusaji dan memesan minuman.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" Tanyaku.

Ia memegang tanganku dan lihat dia merona "aku akan menikah."

Aku tahu itu.

Aku tersenyum "selamat."

"Lena..... janjiku......." ia terlihat ragu.

"Lupakanlah, aku sendiri sudah lupa." Jawabku getir.

"Oh, lena terima kasih." Ia meremas tanganku dan terlihat bahagia.

Pesanan minuman kami sudah datang, aku meminumnya dengan perasaan getir. Oh, hatiku.

"Lena, aku sudah mulai menyiapkan gaun pengantin dan segala macam. Tapi aku belum punya pengiring pengantin. Kalau kau tidak keberatan. Bisakah Bisakah kau membantuku."

"Tentu, aku senang sekali membantu."

Aku berbohong.

"Oh, kau seperti kakak perempuan yang tidak aku punya."

Dering ponsel menyelamatkanku.

"Sayang...ya tentu. Aku juga ingin mengenalkanmu dengan sepupuku." Ia mengedipkan mata padaku.

"Dia ada disini. Aku akan mengenalkannya padamu." Katanya begitu menutup ponselnya.

Aku hanya tersenyum dan menyesap caramelku.

Tidak lama kemudian masuklah seorang pria memakai celana hitam. Tampak gagah dan tampan. Ia melambaikan tangan ke arah kami. Aku melirik debby yang membalas lambaian tangannya dan tersenyum.

"Hallo." Sapanya begitu tiba dimeja kami.

"Hai." Jawab Debby. Pria itu memeluk dan mencium keningnya.

Oh god, aku ingin mati.

"Lena, ini Tom. Tom ini Helena sepupuku."

Ia tersenyum dan mengulurkan tanganny "senang berkenalan denganmu, debby banyak cerita tentangmu."

Aku menjabat tangannya. Jabat tangan yang tegas. Beruntungnya Debby.

Flashback end
***

Aku melihat jam, pukul 18.30.

Aku ingin segera pulang. Besok aku harus kerja. Mrs. Betty tidak mungkin memberiku libur. Dan aku tidak ingin membuat cristy kerepotan.

Aku bekerja sebuah sekolah kecil. Hanya ada 2 kelas. Sekolah itu seperti kelompok bermain. Mrs. Betty pemilik sekolah itu sengaja tidak memperbesar sekolahnya, karena ia ingin menjaga kualitas dari sekolahnya. Walaupun kecil, kami tidak pernah kekurangan murid. Sekolah itu sangat populer. Kami memiliki 4 pengajar dan 1 kepala sekolah.

Cristy dan aku mengajar dikelas yang sama. Walaupun repot mengajar anak-anak. Tapi sangat menyenangkan melihat anak kecil bermain dan belajar.

Aku menyukainya. Karena pekerjaan itu tidak menyita banyak waktuku.

Me and My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang