Sepuluh

491 17 1
                                    

Aku membuka album lamaku. Album masa-masa kuliahku dulu. Aku merasa jenuh hari ini, lalu aku menemukan album itu ketika membersihkan kamar. Aku melihat satu demi satu foto yang ada, perlahan aku mengingat kembali masa indah bersama teman-temanku. Mereka teman-teman yang menyenangkan. Hanya saja waktu kita tidak banyak. Mereka satu demi satu melanjutkan kehidupannya selesai kuliah. Berpisah satu demi satu. Menikah dan memiliki anak. Aku menyesalinya. Mereka menikah, dan meninggalkan kehidupan yang menyenangkan. Bahkan terlalu cepat menurutku. Aku belum sempat mengelilingi dunia bersama mereka.

Hufff.... hatiku terasa sakit. Sejujurnya, aku sedikit iri. Mereka dengan mudah memiliki pasangan. Sedangkan bagiku itu hal yang sangat sulit.

Aku mengembalikan album ke rak buku dan melihat kotak steve yang belum aku kembalikan. Aku harus mengembalikannya hari ini. Aku akan menelponnya untuk mengetahui alamat lengkap rumahnya.

Terdengar nada sambung beberapa kali.

"Hallo." Jawabnya.

"Hai."

"Elena? Ada apa?"

"Aku ingin tahu alamat lengkap rumahmu. Bisakah kau beritahu aku?"

"Untuk apa?" Tanyanya dingin.

"Cepat katakan saja."

"Baiklah, kita bertemu setengah jam lagi di coffee shop dekat kantorku, namanya chocobar."

"Untuk apa?" Jawabku.

"Datang saja."

Dia menutup telponnya begitu saja.

Baiklah, orang ini memang paling menyebalkan, tampan, dan kaya raya.

Ya tuhan....

***

"Maaf, apa kau lama menunggu."

Steve baru datang setelah 30 menit aku menunggunya.

Aku hanya mengangkat bahu.

Ia melihat cangkir tehku "mau cemilan?"

"Tidak, terima kasih."

Ia mengangkat tangannya kepada pelayan dan memesan espresso dan cookies. Ternyata lelaki setampan dan sedingin ini memakan cookies.

"Apa yang kau inginkan?" Tanyaku.

"Kau bilang mau alamat rumahku. Jadi untuk apa?"

"ini." Aku mengangkat kotak hadiah darinya dan menyerahkan padanya.

"Apa ini?" Tanyanya.

"Aku tidak bisa menerimanya." Jawabku.

"Kenapa?"

Aku mengangkat bahu. "Kau bilang ini hanya hadiah, tapi bagiku ini terlalu berlebihan untuk sebuah hadiah."

Pelayan datang membawa pesanannya. Steve langsung menghirup kopinya.

Ia menatapku dalam "Bagiku tidak berlebihan elena. Aku sudah memberikannya padamu. Kalau kau memang tidak suka buang saja."

Ia menyesap kopinya lagi.

"Apa kau gila? Bagaimana aku bisa membuangnya?"

"Kalau begitu kau simpan." Jawabnya santai sambil menggigit cookiesnya.

Astaga, aku terpesona padanya. Tapi tidak, aku tidak boleh. Itu hanya akan menjadi delusiku saja.

Aku menegak habis tehku.

"Mau teh lagi?" Tanyanya sambil memakan cookies ny yang kedua.

"Tidak terima kasih."

"Apa kau selalu berkata tidak?"

"Tidak juga."

"Jadi hanya padaku kau berkata seperti itu?"

Aku menatapnya. Dan dia malah menatapku kembali. Wajah itu, aku sangat menyukainya. Hanya saja, terlalu jauh dalam genggamanku

"Kenapa? Kau terpesona padaku?" Tanyanya sambil tersenyum tipis.

Aku mengalihkan pandanganku. Dan kurasa wajahku memerah.

"Kurasa aku lebih baik pulang."

Aku berdiri dan akan mengambil kotak hadiahku. Tapi dia mendahuluiku mengambilnya.

"Ayo aku antar kau pulang."

"Ti..."

"Tolong jangan katakan itu lagi dan patuhi perintahku elene." Katanya.

Pada akhirnya aku tidak menolaknya. Bisa apa aku ketika lelaki itu sudah bersikeras. Sejujurnya aku merasa senang dia mau mengantarku pulang.

Bagaimanapun aku perempuan dan lajang. Wanita malang yang seharusnya memiliki suami. Itulah aku.

"Elena."

"Ya?" Ia mengagetkanku.

"Kita sudah sampai."

"Ah, terima kasih."

"Kau tinggal dengan kedua orang tuamu?"

"Ya, tapi sekarang mereka sedang berlibur ke hawai." Jawabku.

"Oh, apa kau bermaksud untuk mengajakku masuk kedalam?" Ia tersenyum jail.

"Oh, tidak itu...tidak....." aku merasa gugup dan malu. Tentu saja aku tidak bermaksud apa-apa.

Ia tertawa "kau lucu sekali elena. Sepertinya kau harus turun sekarang. Karena aku harus segera pergi ke kantor."

"Oh baiklah, maafkan aku." Aku segera turun dari mobilnya dengan gugup. Bodohnya aku.

Ia membuka kaca mobilnya. "Lain kali aku akan mampir kerumahmu." Ia mengedipkan matanya dan pergi.

Aku masuk kerumah dengan perasaan menyesal dan merasa bodoh dengan perbuatanku. Ya tuhaaaaaaan, ada apa denganku.

************************************

Hi readers. Thx for voting.

Maaf sebelumnya. Chapter selanjutnya aku private. Kenapa?

Bukan karena pengen dapet followers banyak. Tapi karen aku pengen ngelindungin karya aku sendiri dari seorang copier. Ato yang sering disebut web mirror ato apalah.

Bayangin aja, aku capek2 mikir ngarang cerita. Eh ad yang ngduplikat. Kan sedih. Huhuhu

Jadi klo pgn baca. Delete dulu cerita ku dari perpustakaan. Trus follow aku. Dh gitu baca ulang. Selesai deh. Hehe

And i just want to remind you. Jangan jadi silent reader yah guys. Vote kalian yg bikin aku semangat nulis. Thx 😊

Me and My WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang