Part 2 - Perjanjian

181 92 7
                                    

Chantara berdiri di gerbang depan sekolah. Dia menunggu Bang Kasa kesayangannya dan satu-satunya. Setiap pulang sekolah, Bang Kasa ditugaskan untuk menjemput Chantara dan mengantarnya pulang dengan selamat tentunya.

"Ayo, pulang," Bang Kasa melemparkan helm ke arah Chantara dan dengan sigap ia menangkapnya, "Tuh, pakai. Abang nggak mau kamu lecet."

"Duh, perhatian amat, Bang."

"Naik."

"Siap, Boss."

Bang Kasa melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Chantara melihat pemandangan di sekelilingnya. Mulai sekarang dia akan sering melewati jalanan ini. Di tempat sebelumnya dia hanya melihat halaman rumahnya yang sangat luas, tapi sepi. Dia tidak punya teman selain Bang Kasa yang selalu menemaninya dan selalu ada untuknya. Sesekali Bang Kasa mengajak Chantara keluar rumah untuk menemui teman-temannya. Teman-teman Bang Kasa juga baik dan sayang sama Chantara. Mereka menjaga Chantara seperti adik mereka sendiri, sehingga ia tidak akan merasa kesepian ataupun kekurangan seorang teman. Ibunya yang overprotektif memintanya mengikuti homeschooling daripada pendidikan formal alasannya demi keselamatan Chantara sendiri. Untuk pertama kalinya, ibunya memberikan izin kepadanya untuk mengikuti pendidikan formal meskipun untuk jenjang SMA saja.

Bang Kasa melewati gerombolan anak SMA yang sedang nongkrong di warung tepi jalan. Beberapa di antara mereka ada yang merokok. Di antara orang-orang itu, Chantara melihat Dirga duduk termenung dengan sebatang rokok menyala terselip di sela-sela jari tangan kanannya. Dirga melihat Chantara dan Bang Kasa melintas. Mereka saling bertatapan. Juga diam. Dengan berjuta pertanyaan aneh terlintas di kepala mereka.

Setelah sampai di rumah, Bang Kasa memarkirkan sepeda motornya di garasi. Chantara yang merasa lelah segera masuk ke kamarnya. Dia melempar tas ranselnya di atas tempat tidur dan membaringkan tubuhnya di sebelah tas ranselnya. Dia melihat langit-langit kamarnya yang putih bersih. Dan mengingat seluruh kejadian yang baru saja dialaminya di hari pertama sekolah. Dia mengambil ponsel yang ia masukkan ke dalam tasnya. Dia melihat beberapa chat dari nomor tak dikenal. Dia membukanya satu per satu. Ternyata dari teman sekelasnya.

Unknow Number
Gue Megha
Gue yang duduk di depan lo
Salam kenal
Sampai jumpa besok

Chantara
Sampai jumpa besok juga, Megha

Chantara membalas satu per satu pesan singkat dari teman barunya. Hari yang panjang nan melelahkan terlewati sudah. Chantara mandi dan mengganti pakaian sebelum turun ke bawah untuk makan malam.

"Bagaimana sekolah kamu? Menyenangkan?" tanya ayahnya di sela-sela makan malam.

Chantara menelan makanan yang sedari tadi dikunyahnya, "Menyenangkan, tapi juga melelahkan."

"Kalau kamu merasa lelah lebih baik keluar saja. Mama tidak mau terjadi hal buruk sama kamu," kata Bu Tari sesaat kemudian.

Pak Langgit hanya tersenyum melihat kekhawatiran istrinya yang terlalu berlebihan, "Biarkan Chantara menjalani apa yang sudah ia mulai. Aku tahu kamu khawatir, tapi biarkan putrimu dewasa dengan caranya sendiri."

"Aku juga akan menjaga bulan kecil ini dan pastikan dia tidak berbuat ulah," kata Bang Kasa seraya mengacak-acak rambut adiknya itu. Chantara cemberut karena kesal.

"Ma, biarkan Chantara di sini sampai lulus. Setelah ini, Chantara akan mengikuti semua perkataan Mama. Chantara akan ikut kemana pun Mama ingin membawa Chantara pergi."

"Baiklah. Jika terjadi sesuatu sama kamu, bukan hanya kamu yang Mama marahi, tapi juga Papa dan Kasa karena kalian berdua ikut terlibat."

Pak Langgit menggelengkan kepala, "Oke."

Seusai makan malam, Chantara selalu membantu ibunya mencuci piring dan membereskan meja makan. Maklum, di rumah itu tidak ada pembantu. Mereka senang mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.

"Mama, harus istirahat. Jangan banyak berpikir. Chantara sayang Mama," katanya seraya memeluk ibunya dari belakang.

Bu Tari melepas tangan Chantara dari lingkar perutnya, "Kalau kamu sayang sama Mama, turuti perkataan Mama dan tidurlah."

"Baik, Nyonya Boss."

Chantara berlari menuju kamarnya. Dia membuka beberapa buku pelajarannya untuk memastikan apakah ada tugas sekolah yang belum dikerjakannya. Chantara memeriksa satu per satu buku pelajarannya. Dia melihat ada tugas matematika yang belum dikerjakannya. Bang Kasa melempar boneka ke arah Chantara yang duduk di meja belajar. Dia tidak menyadari kehadiran kakaknya itu.

"Uhhh... sakit, Bang," katanya seraya mengusap kepalanya.

"Sibuk apa sih, Neng?" goda Bang Kasa.

Chantara memperlihatkan buku tugasnya, "Tuh, PR mathematic. Banyak banget. Abang bisa bantu?"

Bang Kasa pura-pura menguap,"Argh... Abang ngantuk. Abang ke kamar dulu."

Chantara tersenyum kecut, "Alasan."
Saat Bang Kasa hendak pergi, Chantara melemparinya dengan boneka yang dilemparnya tadi. "Pergi. Jangan pernah kembali. Abang sialan."

Chantara kembali menyelesaikan tugas sekolahnya. Dia fokus dengan tujuannya datang ke Indonesia yaitu menyelesaikan pendidikannya. Dia ingin lulus dengan nilai yang maksimal dan masuk ke PTN favorit dengan jurusan yang diminatinya. Dia teringat perkataan ibunya sebelum mereka kembali ke Indonesia.

"Mama akan menuruti keinginan kamu untuk mengikuti pendidikan formal, tapi itu harus di Indonesia. Di sana kita punya banyak kerabat dan sahabat. Dengan begitu mama bisa minta mereka buat mengawasi kamu."

Chantara tahu, dia tidak bisa menolak perintah ibunya. Chantara tahu, ibunya selalu mencemaskannya. Bukan hanya dengan dirinya saja, tapi juga dengan seluruh anggota keluarga termasuk Pak Langgit dan Bang Kasa. Jika salah satu dari mereka pulang ke rumah terlambat sedikit saja, Bu Tari sudah khawatir secara berlebihan. Itulah mengapa Bu Tari tidak membiarkan anggota keluarganya jauh darinya. Apalagi hidup sendiri di tempat asing.

Please read, like, and comment.

Salam manis

SY Vanilla

CHANTARA : Jewel in The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang