Part 8 - Pertengkaran

122 79 3
                                    

Dirga masuk ke kelasnya. Dia tidak melihat Chantara di tempat duduknya. Dia malah mendapati Ardyn duduk di bangku Chantara seraya membaca buku. Dimana Chantara? Dirga segera menghampiri Ardyn.

"Lo kok di sini? Dimana dia?" tanya Dirga. Sesampainya di hadapan Ardyn.

Ardyn membenarkan kacamatanya dan menatap Dirga. "Chantara?" Dirga mengangguk. Ardyn menunjuk bangkunya yang kini telah diduduki Chantara. Dirga menatap Chantara kesal.

Dirga duduk di bangkunya. Selama pembelajaran berlangung, Dirga hanya sibuk memandang Chantara. Sebaliknya, Chantara sama sekali tidak menengok ke arah Dirga. Seakan dia tidak mempedulikan kehadiran Dirga. Dia hanya fokus pada kegiatan pembelajaran.

Saat pergantian jam pelajaran, Chantara pergi ke toilet. Hanya butuh waktu beberapa menit untuk menyelesaikan urusannya. Keluar dari toilet dia melihat Dirga dan seorang cowok seangkatannya sedang berbicara. Sekilas Chantara menguping pembicaraan mereka.

"Gue bawa yang lo mau," kata cowok itu seraya menyerahkan pil kuning itu pada Dirga.

Cowok itu menyadari kehadiran Chantara. Chantara yang merasa ketakutan segera pergi. Dirga melihat Chantara berlari menjauh. "Dia teman sekelas lo, bukan? Jangan sampai dia membocorkan rahasia kita. Kalau dia sampai buka mulut, kita berdua akan terkena masalah."

Dirga mengambil benda kecil itu, "Ambil kembali peringatan lo. Gue pastikan dia nggak akan pernah buka mulut."

Dirga berlari mengikuti Chantara pergi. Dia tahu setelah ini jam pelajaran olahraga. Setelah berganti pakaian, Dirga pergi ke ruang ganti wanita. Dari balik pintu, Dirga mendengarkan percakapan teman-teman cewek di kelasnya. Tidak ada hal yang mencurigakan. Tidak ada satu pun dari mereka yang membicarakannya.

"ADUH.. DUH.. DUH.. DUH.." teriak Dirga.

Seseorang menjewer telinganya. Dirga memalingkan tubuhnya dan melihat Pak Polo berdiri di hadapannya. Terlihat pula Chantara berdiri di samping Pak Polo. Sontak cewek-cewek yang berada di dalam pun keluar.

"Kamu mau berbuat mesum, ya."

Dirga gelagapan. Kebingungan. "Tidak, Pak."

"Tidak, tidak. Bapak lihat sendiri kamu mengintip cewek-cewek ini ganti pakaian." Pak Polo menjewer telinga Dirga dan menyeretnya pergi. "Sekarang kamu ikut Bapak ke kantor."

Di ruang BK, Dirga disuruh membaca istighfar sebanyak seratus kali tanpa henti. Jika berhenti, Pak Polo akan menambahnya.

"Bapak heran. Tiap hari ada saja masalah yang kamu perbuat. Kadang terlambat. Kadang tidak mengerjakan tugas. Kadang bolos pelajaran. Dan sekarang mengintip cewek ganti pakaian."

"Saya tidak mengintip, Pak."

"110. Bicara lagi. Bapak tambah." Sambungnya. "Apa jadinya negara ini jika generasi mudanya seperti kamu."

"Negara akan tetap bendiri. Banyak tokoh dari kalangan intelektual, tapi menipu rakyat. Hal itu tidak berpengaruh pada negara karena syarat berdirinya suatu negara adalah wilayah, rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat."

"120." Sambungnya. "Jika sekolah hanya melahirkan generasi pembangkang seperti kamu. Apa yang harus Bapak lakukan sebagai pendidik?"

"Tetap jadi pendidik. Entah akan melahirkan orang besar atau kecil. Biarlah mereka mencari jalannya sendiri."

"130." Sambungnya. "Kamu sebenarnya cerdas. Kenapa kamu merusak dirimu dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, hah?"

"Diam." Pak Polo menghentikan Dirga yang hendak berbicara. "Saya tidak menyuruh kamu berbicara. Lanjut istighfar-nya."

"Astaghfirullah..." Pak Polo mengelus dadanya yang mulai sesak. "Astaghfirullahal adzim."

"ASTAGHFIRULLAHAL ADZIM." Dirga menirukan suara Pak Polo dengan keras.

Lama-lama berdebat dengan Dirga membuat Pak Polo stres. Tekanan darahnya naik. Pak Polo bingung dengan perspektif Dirga tentang hidup ini. Mengingatkan Dirga akan hal yang baik dan hal yang buruk adalah kemustahilan. Pak Polo menyayangkan apa yang terjadi pada Dirga. Tidak sepatutnya dia melakukan sesuatu yang merugikan dirinya sendiri.

"Cha, tadi lo ganti pakaian dimana? Kok gue nggak lihat lo."

Chantara dan Megha pergi ke ruang olahraga sembari membawa botol minuman. "Saya ganti di toilet."

Sesampainya di ruang olahraga, mereka meletakkan botol minuman itu di pojok ruangan. Kemudian, pergi ke barisan masing-masing. Hanya Dirga yang belum datang. Dia masih harus menyelesaikan hukumannya. Setelah pemanasan yang cukup melelahkan Pak Eko menjelaskan mengenai senam irama. Pak Eko menunjukkan bagaimana senam irama jenis cha cha dance melalui video yang diputarnya. Pak Eko meminta semua muridnya memperhatikan video itu sebelum mempraktikkannya.

"Bapak akan minta kalian mempraktikkan cha cha dance secara berpasangan. Bapak akan membagi pasangan kalian. Rania dan Fathur. Guntur dan Franda." Pak Eko membacakan satu per satu nama muridnya. "Ardyn dan Megha. Dirga dan Chantara."

Pak Eko melihat sekelilingnya, tapi tak kunjung menemukan keberadaan Dirga. "Dimana Dirga?"

"Di sini, Pak," kata Dirga sambil setengah berlari. "Maaf, saya terlambat."

"Kamu berpasangan dengan Chantara."

Dirga menatap Chantara yang sudah bersiap-siap. Dirga mengangguk sebagai tanda setuju. Dia mulai bersiap-siap. Musik dinyalakan. Langkah pertama, gerakan cha cha dance dimulai dari langkah ke kanan seraya mengayunkan tangan. Kemudian, melangkah ke kiri seraya mengayunkan tangan. Begitu seterusnya. Langkah kedua, melangkah sambil kedua tangan memegang tangan pasangan. Saat hendak berpegangan mereka terlihat sangat canggung. Langkah ketiga, tangan kiri Dirga memegang tangan kanan Chantara, sedangkan tangan kanan Dirga memegang pinggang ramping Chantara dan Chantara memegang bahu kekar Dirga. Mereka melakukannya hingga musik berhenti.

"Bapak akan minta kalian berlatih sendiri. Pekan depan penilaian."

Musik dinyalakan kembali.

"Dirga, jangan terlalu kaku," teriak Pak Eko.

"Apa kamu tegang?" tanya Chantara.

Dirga menatap Chantara dan berkata, "Tidak."

"Apa berdekatan dengan saya membuat jantung kamu berdetak kencang?"

Dirga kehilangan konsentrasi. Dia tidak memperhatikan gerakannya. Hingga membuat Chantara terjagal kaki Dirga dan hampir terjatuh. Beruntung Dirga berhasil menangkapnya dan membuat gerakan akhir yang menakjubkan. Semua orang memberikan tepuk tangan termasuk Pak Eko.

"Bagus."

Mereka dibuat malu dengan apa yang terjadi. Sudah hampir dua jam pembelajaran olahraga. Pak Eko meminta seluruh muridnya untuk berganti pakaian. Setelah pembelajaran ditutup, mereka segera berlari menuju ruang ganti. Mereka tidak sabar, terutama yang cewek. Mereka sangat antusias.

***

Maaf, karena telat post. Semoga kalian suka dengan part ini. Selamat membaca.

Don't forget to like and comment.

Salam manis

SY Vanilla

CHANTARA : Jewel in The SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang