Dirga berangkat pagi-pagi sekali. Dia duduk di bangkunya seraya mendengarkan musik dari earphone yang terpasang di telingannya. Hingga orang yang ditunggunya memasuki ruangan. Dirga segera melepas earphone-nya dan memandang orang itu sampai di sampingnya.
"Kamu tidak lupa, kan. Kalau nanti sore kita ada latihan."
Chantara berusaha se-cuek mungkin. Dia tidak memandang Dirga yang sedang mengajaknya berbicara. "Saya ingat."
Guru yang mengajar pun masuk. Chantara membuka buku pelajarannya. Dia sama sekali tidak memandang Dirga. Dia hanya fokus pada materi yang diajarkan. "Boleh pinjam buku catatan?"
Tanpa menjawab. Chantara memberikan buku catatannya kepada Dirga. Dirga heran dengan sikap dingin Chantara. "Apa mood-nya sedang naik-turun? Atau dia lagi PMS?" batin Dirga. Dia segera membuang pemikiran konyol itu. Dan kembali fokus pada pembelajaran.
Sepulang sekolah, Chantara berlari kencang menuju ruang olahraga. Udara panas memasuki seluruh ruang dalam tubuhnya. Dia membuka pintu dan mendapati Dirga berdiri tepat di depan pintu. Dengan napas terengah-engah, Chantara mencoba tenang. Dia menarik napas panjang. "Chantara sudah siap kalau Dirga mau bilang suka sama Chantara."
Dirga mengerutkan kening. "Kamu lagi berkhayal atau mabuk?"
"Dirga minta Chantara buat latihan, itu hanya alasan Dirga buat deket sama Chantara, kan?"
"CHA.."
Megha menghampiri Chantara yang tengah berdebat dengan Dirga. "Gue minta Dirga buat ajak lo latihan bareng kita. Yuk, latihan sebelum terlalu sore."
Chantara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Megha meninggalkan mereka berdua dan kembali latihan. Chantara tersenyum kikuk. Dia merasa malu dengan sikapnya terhadap Dirga. Apa yang akan Dirga pikirankan?
Dirga mengarahkan jari telunjuknya ke kening Chantara. "Lain kali dipikir dulu sebelum bicara."
Chantara berjalan di belakang Dirga sambil menunduk malu. Kali ini Chantara membenarkan perkataan Dirga. Apa yang dia pikirkan sehingga mengatakannya? Bagaimana dia bisa yakin kalau Dirga menyukainya?
Mereka berempat latihan bersama. Dirga dan Chantara menari mengikuti irama. Begitu pula dengan Ardyn dan Megha. Mereka sangat bersemangat. Musik berhenti. Mereka istirahat sejenak. Megha membuka ponselnya dan melihat pesan singkat dari Athur.
"Sorry, guys. Gue nggak bisa lama-lama. Gue ada janji sama Arthur."
Megha mengambil tas di sampingnya, kemudian berlalu pergi. Mereka saling menatap satu sama lain secara bergantian. Saat mereka hendak menyalakan musik, Ardyn pamit pulang karena ada les. Kini, tinggallah mereka berdua.
Chantara menghela napas, "Tinggal kita berdua. Sekarang mau apa?"
"Latihan lagi."
Dirga menyalakan musiknya. Chantara cemberut. Dia masih duduk. Dirga yang melihat Chantara diam di tempatnya segera menghampirinya. "Ada apa?"
"Dirga, tidak bisakah kamu memahami cewek?"
Dirga melemah. "Mau kamu apa?"
Chantara berpikir sejenak. "Jalan sama kamu."
Dirga pergi mematikan musiknya. Dia mengambil tas dan jaketnya. Kemudian pergi ke luar ruang olahraga. "Eh, mau kemana? Latihannya belum selesai," teriak Chantara.
"Mau ikut atau tetap di sini?"
Chantara membulatkan matanya. "Serius?"
Tanpa menjawab, Dirga lanjut berjalan. "Eh, tungguin." Chantara mengambil tasnya. Dan berlari mengejar Dirga yang sudah pergi menjauh. Chantara berusaha menyeimbangkan langkahnya, tapi masih cepat Dirga. "Dirga jalannya cepat. Chantara capek mengejar Dirga."
Dirga masih berjalan dan berkata, "Kalau capek, berhenti. Jangan mengejar. Cewek itu seharusnya dikejar bukan mengejar."
"ARGHH..."
Dirga menghentikan langkahnya. Dia membalikkan tubuhnya dan menghampiri Chantara yang terjatuh. Dia terlihat sangat khawatir. Melihat ekspresi wajah Dirga yang khawatir, Chantara pun tersenyum.
"Benar. Cewek itu seharusnya dikejar." Chantara mengedipkan satu matanya.
Dirga yang merasa dikerjain, kembali memperlihatkan muka juteknya. Dia pura-pura kesal dengan perlakuan Chantara. Dirga pun pergi meninggalkan Chantara. Chantara pun segera mengejarnya.
Sampai di tempat Dirga biasa memarkirkan sepeda motornya. Dia meminta Chantara duduk di jok belakang. Dia membawa Chantara ke suatu tempat yang biasa dia kunjungi. Chantara mengikuti kemana Dirga akan membawanya pergi. Hingga mereka sampai di tempat itu. Dirga meminta Chantara turun dari motornya. Chantara memerhatikan tempat itu. Tempat yang sangat asing baginya karena dia baru pertama kali kemari. Dirga mencari tempat untuk duduk. Chantara ikut duduk di samping Dirga.
"Di sini kita dapat melihat seluruh kota dengan jelas," tutur Dirga.
Chantara mengangguk. Suasana seketika hening. Tak ada kata yang keluar dari mulut kedua insan manusia ini. Kebisuan menyelimuti sekeliling mereka. Hingga perkataan Chantara memecahkan keheningan yang baru saja mereka bentuk. "Saya boleh tanya sesuatu sama kamu?"
"Apa?"
"Saya pernah lihat kamu minum pil. Apa kamu sakit?"
Dirga terdiam. Dia memerhatikan Chantara lekat-lekat, lalu memalingkan wajah darinya. "Bukan urusan kamu."
"Jika itu tidak akan membawa pada kebaikan. Kenapa kamu menggunakannya?"
"Saya tidak akan menggunakannya. Jika beberapa hal tidak begitu menyakitkan."
Chantara memegang tangan Dirga. "Jika hal itu sangat menyakitkan. Hadapilah. Jangan lari ke hal-hal yang nantinya akan merugikan dirimu."
Dirga melihat tangannya yang masih dipegang Chantara. Melihat hal itu, Chantara segera melepaskan tangan Dirga yang sedari tadi dipegangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANTARA : Jewel in The Sky
Novela JuvenilAssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh... Highestrank # 1 in songstory (23/03/2021) "Mau ikut atau tetap di sini?" Chantara membulatkan matanya. "Serius?" Tanpa menjawab, Dirga lanjut berjalan. "Eh, tungguin." Chantara mengambil tasnya. Dan ber...