"Sudah berapa banyak wanita di tempat kamu yang sudah kamu tiduri," cakap seorang wanita. Air mata mengalir deras membasahi pipinya yang mulai keriputan.
Pria di hadapannya tampak kebingungan dengan segala tuduhan yang dilontarkan terhadapnya. "Apa yang kamu bicarakan? Wanita mana? Siapa?"
Wanita itu melemparkan foto pria itu bersama dengan seorang wanita. Mereka terlihat seperti sedang berpelukan. "Kalau begitu, apa maksud foto ini?"
Pria itu mengambil foto yang jatuh ke tanah. "Ini salah paham. Foto ini bohong."
Wanita itu tidak peduli dengan elakan pria itu. Dia segera pergi meninggalkan pria itu. Dia menyeberang jalan dengan penuh amarah. Tanpa dia sadari sebuah mobil melintas dan menabraknya. Mobil itu segera kabur setelah menabraknya. Darah segar keluar dari kepala wanita itu.
"MAMA..."
Dirga terbangun dari tidurnya. Mimpi buruk itu terus saja menghantuinya. Dia melirik jam weker di atas meja. Pukul 02.00 WIB. Dia mencoba memejamkan matanya, tapi sangat sulit dilakukannya. Dia membuka laci mejanya dan mengambil pil kuning. Dia segera meminumnya. Kemudian kembali tidur dengan menutup seluruh tubuhnya mulai kaki hingga kepala dengan selimut. Dia tidak mau mimpi buruk itu datang lagi.
Esok hari yang cerah, Dirga datang ke sekolah jauh lebih awal. Sebelum berangkat dia mengunjungi makam ibunya terlebih dahulu. Dia membawakan bunga kesukaan ibunya. Bunga lily putih. Setiap kali Dirga merindukan ibunya dia selalu pergi ke makam ibunya dan membawakan bunga lily putih. Itu seakan sudah menjadi kebiasaannya.
Dirga mengusap batu nisan yang bertuliskan nama 'MAERA'. Orang-orang yang menyayanginya memanggilnya dengan nama Mae. Begitu pula Dirga yang selalu memanggilnya dengan Bunda Mae. Ibu yang telah melahirkannya dan merawatnya hingga hembusan napas terakhirnya.
"Bunda Mae, Dirga di sini sendirian. Dirga mau ikut Bunda. Dirga lelah. Bawa Dirga pergi, Bunda. Dirga rindu Bunda. Sampai kapan pun tidak ada yang bisa gantikan posisi Bunda di hati Dirga."
Dirga melirik jam tangannya, "Dirga berangkat sekolah dulu, ya. Semoga Bunda tenang di sana."
Dirga melajukan motornya keluar area pemakaman menuju sekolahnya. Seperti biasa, Dirga memarkirkan motornya di parkiran luar sekolah. Setelah itu, dia masuk ke kelasnya dan menunggu hingga pelajaran dimulai. Setelah dua jam kegiatan belajar mengajar. Tepatnya pada pergantian jam pelajaran. Rania menghampiri Dirga di bangkunya.
"Ga, lo dipanggil Pak Polo, tuh," ujar Rania.
"Kenapa?"
Rania menggelengkan kepala, "Nggak tahu, atuh."
Dirga pergi menemui Pak Polo. Di sana ada Pak Polo yang sedang berbicara dengan ayahnya. Pak Polo yang melihat Dirga langsung mempersilahkannya untuk duduk bersama mereka.
"Selama satu bulan ini Dirga sudah tidak masuk kelas selama sepuluh hari dan terlambat sebanyak lima kali. Kali ini sekolah masih memakluminya karena Anda sudah banyak berjasa bagi sekolah, tapi jika Dirga masih melakukan kesalahan yang sama tanpa ada niat untuk menjadi lebih baik. Terpaksa pihak sekolah akan mengeluarkan Dirga dari sekolah ini."
"Saya akan mempercayakan semuanya pada kebijakan sekolah."
"Sebagai tenaga pendidik, saya akan berusaha mendidik Dirga sebaik mungkin dan mengarahkannya ke jalan yang benar."
"Terima kasih atas kerja samanya. Jika tidak ada sesuatu yang lain. Saya izin keluar."
"Baik, Pak. Maaf telah mengganggu waktunya."
Dirga dan ayahnya, Pak Arya keluar dari ruangan Pak Polo.
"Kenapa kamu selalu membuat masalah? Tidak bisakah kamu belajar menjadi anak baik seperti yang lainnya. Hah?" Pak Arya menghela napas panjang. "Memalukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANTARA : Jewel in The Sky
Teen FictionAssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh... Highestrank # 1 in songstory (23/03/2021) "Mau ikut atau tetap di sini?" Chantara membulatkan matanya. "Serius?" Tanpa menjawab, Dirga lanjut berjalan. "Eh, tungguin." Chantara mengambil tasnya. Dan ber...