8 | Kesialan yang Bergema

312 51 8
                                    

Hampir genap satu bulan aku nggak update book ini. Hehe. Buat kalian yang nunggu, maaf yaa. Aku lebih fokus ngerevisi buku ini biar bisa siap cetak. Kira-kira siapa aja dari kalian yang nunggu versi cetaknya? Hehe... Mohon sabar sedikit lagi ya. Sementara itu, please enjoy this chapter!

.

.

.

Playlist: Tessa - Steve Jablonsky

.

.

.

Jungwoo tidak mengingat sebagian besar detail atas apa yang terjadi. Begitu membuka mata, langit-langit tinggi dengan lampu pijar sederhana yang menggantung di tengah-tengah menyapa pandangannya. Ia mengernyit, mencoba bangkit, tetapi rasa sakit luar biasa dan panas menyengat dari balik bahu kanan menahan gerakannya. Seiring kedua alis yang bertaut menahan sakit, kejadian yang meninggalkan kenangan menyakitkan di bahunya mengalir deras dalam ingatan.

Jungwoo mengingat perjalanan dari Mokpo menuju Seoul, Lucas yang menyetir di sebelahnya, serta Jaemin yang duduk tenang di kursi penumpang. Kemudian, dentuman tembakan terdengar, membuat mobil mereka hilang arah. Tangan Lucas terluka, darah pekat kehitaman mengotori lengannya. Lalu, semua berubah gelap begitu Jungwoo merasakan sakit luar biasa di bahunya.

Siapa yang melakukan itu? Siapa yang telah menghadang jalan mereka? Seketika, Jungwoo tersentak. Dengan sebelah tangan menahan pundak yang terbalut perban, kedua matanya membuka lebar, awas pada sekitar. Ia berusaha bangkit, mendapati sebuah kamar tak terlalu luas, minim dekorasi selain jam yang menggantung di dinding dan meja berkaki rendah yang berdiri memepeti tembok, memuat hanya kotak putih berlambang plus merah. Jungwoo menunduk, mendapati diri berbaring di permukaan lantai beralaskan kasur lipat berbahan kapuk. Di mana ia? Apa Pravidlo menangkapnya? Di luar, melalui jendela segi empat sederhana, langit malam nyaris tak menampakkan cahaya. Meski begitu, deru kendaraan mengisi telinganya.

Sebelum Jungwoo mampu beranjak dari posisinya, pintu ruangan seketika terbuka. Ia sudah bersiap mundur secepat mungkin apabila yang muncul adalah sosok pemegang kapabilitas untuk menyakitinya, tetapi yang tertangkap mata adalah wajah cemas Daehwi, dengan nampan berisi makanan dan segelas darah yang terangkat sebatas dada.

"Ya ampun, Jungwoo!"

Daehwi buru-buru melangkah masuk dan menutup pintu, meletakkan nampan ke atas meja berkaki rendah di sebelah kanan ruangan, pun bergerak mendekati Jungwoo. Raut cemas Daehwi berbanding terbalik dengan kelegaan Jungwoo, menyadari bahwa ia tidak berada di mana pun selain tempat teraman di mana anggota keluarganya yang lain berada.

"Ada yang sakit? Bagaimana bahumu? Kau butuh sesuatu? Biar kulihat lukamu."

Perlahan, lelaki itu menyingkirkan tangan Jungwoo yang semula memegangi pundak, memperhatikan balutan perban yang tampak nyata ketika hanya kaus tanpa lengan yang membalut tubuhnya.

"Ini di mana, Daehwi?" tanya Jungwoo saat berhasil menemukan suara yang, walau serak, terdengar cukup bertekad dan meyakinkan. Daehwi tidak langsung menjawab, sejenak menyibukkan diri dengan kotak P3K yang ditarik ke sampingnya dari atas meja berkaki rendah, juga perban di pundak Jungwoo yang ia buka. Jungwoo meringis ketika balutan perban di bagian luka yang lengket terangkat perlahan-lahan.

"Kediaman Guanlin, tempat yang Sungwoo sarankan untuk kita," jawab Daehwi sendu. "Kita aman di sini, setidaknya selama Youngho tidak mengetahui tempat ini."

Namun, berapa lama fakta itu akan bertahan? Ini adalah pertanyaan serupa yang juga menyasar benak para vampir yang bertempat di sini.

"Di mana Lucas?" Jungwoo bertanya kemudian.

[✓] Ocean Eyes Arc #2: Burning Soul [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang