"Pagiku, cerahku~ Matahari bersinar~ Ku gendong tas merahku, dipundak~~"
"Kayaknya lo punya jadwal tersendiri, ya, buat nyanyi lagu itu?" Jenar menyahuti nyanyian tetangganya yang terdengar sangat gembira. "Gue nggak pernah dengar lagu itu dihari Senin sampai Sabtu, kayaknya. Cuma Minggu aja, meskipun kadang Minggu juga suka gerimis."
"Bisa, nggak, jangan suka memecah kebahagiaan orang?" Mina mendelik sangsi, menatap tetangga depannya yang baru saja menyindirnya. "Burung aja, tuh, lo urusin. Nggak usah ngurusin orang."
"Pecah??" Jenar meledek. "Emangnya telooor~??"
"Waah, belum pernah gue hancurin itu burung lo."
Jenar yang semula menunduk sontak menegakkan punggungnya, menatap dingin pada Mina yang berdiri berkacak pinggang diseberangnya. "Sebelum itu, hidup lo duluan yang gue hancurin." lalu menunduk lagi, kembali fokus dengan burungnya.
"Waah~" suara tetangga lainnya turut bergabung, "Pagi-pagi udah pada beramah-tamah aja. Merdu sekali suara bacotan tetangga~" Gerald dengan kaos kebesarannya dan handuk yang disampirkan disebelah bahunya tersenyum penuh arti, suka sekali menggoda orang.
"Ya, ya, yaa~" Jenar tanpa menoleh, "Satu lagi tetangga kita yang menyebalkan."
"MAS THEO, INI ADIKNYA KENAPA, YA?!! KOK MASIH PAGI GINI UDAH KECUT AJA MUKANYA?!!" Mina sengaja mengeraskan suaranya sembari mengintip ke bagian dalam rumah Jenar, dimana Mas Theo sedang sibuk mengelap Blacky —motor kesayangannya— hingga mengkilap di terasnya.
"DURUNG SARAPAN, MIN! MAKLUMNO WAE!"
"Hm... pantas..."
"Mas?!!" Jenar protes.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Lika Liku Jejak Luka
DiversosYang namanya hidup, pasti langkahnya penuh dengan lika-liku. Dan pastinya... selalu diselingi dengan luka. Baik itu luka fisik, maupun non-fisik. Meskipun tak terlalu nampak, karena para bujang dan mojang Karawang ini selalu pandai menutupinya. Hing...