12. -Pelet, Restu, Cuti, dan Cinta Pertama-

23 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Sore itu, dua orang laki-laki dengan tampilan yang cukup menjengkelkan tengah mencoba peruntungan— membicarakan para gadisnya yang entah mengapa memiliki hobi yang sama. Yakni, mengabaikan keberadaan mereka.

Gerald— dengan satu kakinya yang dinaikkan diatas bangku yang didudukinya, menatap teman dekatnya itu dengan penasaran— bercampur minat tanpa bakat.

Sedang Mina, menyandarkan tubuhnya pada dinding dengan bungkusan keripik tempe dipangkuannya, menatap langit-langit Warung Tegal Mas Tarjo dengan ekspresi serius. Memaksa kerja otaknya untuk berpikir keras.

"Heh— apa lo nggak curiga, bangsat? Cewek-cewek kita, kok, kenapa pada doyan banget mepet ke Jenar, ya?" dalam satu detik, Gerald mendekatkan tubuhnya pada Mina, ekspresinya begitu serius, "Apa... pelet kita kurang ampuh?"

Mina menghela nafas lelah, dalam hatinya Mina mengamini ucapan Gerald. Mina menopang dagunya dengan satu tangannya yang bertopang pada meja, keripik tempe yang ada dipangkuannya kini tak lagi menarik perhatiannya.

"Gue juga kadang mikir— gue kurang apa, ya? Miyako masih ketus aja sama gue. Apa gue nyerah aja, ya?"

"Yeee, goblok!" Gerald mendorong kepala Mina, "Ini bukan masalah nyerah atau nggaknya, geblek. Tapi, ini masalah usaha. Yang artinya, kita harus bisa buktiin kalau kita lebih baik dari Si Bajing Jancuk itu."

"Ya, tapi gimana cara buktiinnya? Kalau tiap ngelihat gue aja, Miyako langsung ngibrit tanpa alasan. Kayak— dia lihat setan, terus bibirnya komat-kamit baca Ayat Kursi."

Gerald mengangguk pelan, "Iya juga, sih. Jasmine juga gitu, njir. Kayak— gue kuman banget gitu didekat dia."

Baik Gerald maupun Mina, keduanya sama-sama menghela nafas lelah. Prihatin pada nasibnya yang seolah tak pernah dianggap keberadaannya.

"Mas!" Mina berseru, "Jadi berapa, nih, semuanya?"

Mas Tarjo yang sejak tadi duduk didalam sembari menonton televisi berukuran kecil yang tertempel disudut dinding, lantas datang menghampiri dua pemuda itu. Jarinya bergerak seperti menghitung.

"Es teh manis dua, lima ribu. Keripik tempe, dua ribu. Nasi— sama apa aja tadi?"

"Sama cumi, orek tempe, sama tumis kangkung, Mas." Gerald menjawab, "Dapat diskon, nggak, tuh?"

Mas Tarjo terkekeh, "Dapat, tapi nggak banyak, yo~"

"Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting dapat."

"Pisah aja, Mas, bayarnya." Mina berseru.

"Iyo, sik."

Mas Tarjo kembali menghitung, kali ini menggunakan kalkulator agar lebih efektif.

"Punya Masnya, tujuh belas lima ratus." Mas Tarjo menunjuk Gerald, "Tak kasih diskon jadi tujuh belas ribu, yo, Mas."

"Okaaaay~~" Gerald menarik selebar dua puluh ribu rupiah dari dompetnya.

Lika Liku Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang