Tanari membawa Sukuna ke ruang belajar. Ruangan paling ujung yang menghadap langsung ke kolam ikan koi di depannya.
Sukuna terlihat berjalan dengan gusar. Di belakangnya ada anak pohon mangga yang sedari tadi mengikutinya. Tidak apa kalau sekadar mengikuti. Nyatanya dia tidak melepaskan pandangannya dari Sukuna sejak Tanari memanggilnya untuk mendekat tadi.
Yuuji sendiri yang tadinya bersemangat mengikuti kegiatan Sukuna dan kakeknya ternyata hanya omong besar. Kini ia sedang rebahan sambil menonton serial kesukaannya yang tayang tiap jam satu siang di TV ruang keluarga Ryomen. Sesekali Sakura akan menyuapi cucunya itu dengan kue buatannya.
"Yuuji katanya mau ikut Sukuna?" tanya Sakura sambil mengusap rambut Yuuji.
Yang diajak bicara tidak menggubris. Terlalu fokus pada layar TV selebar 55 inchi di hadapannya.
Jangan salah kira keluarga Ryomen adalah keluarga kuno yang dungu soal teknologi. Memang mereka betul-betul menjaga tradisi. Tetapi mereka juga terbuka dengan perkembangan zaman dan teknologi. Tidak mungkin mereka menjadi masyarakat tertinggal hanya karena menjaga tradisi. Bahkan, terhitung sudah beberapa puluh tahun keluarga Ryomen menjalin hubungan pekerjaan yang baik dengan salah satu perusahan elektronika terbesar dalam negeri.
Di ruang belajar, kini Sukuna sudah duduk begitu sopan. Di atas tatami, tepat di tengah-tengah ruangan.
"Kakek akan menceritakan sejarah keluarga kakek, keluarga ibumu. Dengarkan baik-baik," Tanari memulai pembelajaran.
Sukuna melirik anak pohon mangga yang ikut duduk ketika tadi ia duduk. Agak jauh dari Sukuna dan Tanari tapi masih dalam jangkauan untuk menguping sesi belajarnya. Sukuna mendengus. Ia tidak suka diganggu saat belajar—pengecualian untuk Yuuji.
Tanari yang biasanya mendapat "iya" dari cucunya itu kini merasa sedang dihiraukan. Ia mengikuti kemana fokus cucunya.
"Dia putra teman kakek. Seumuran denganmu. Mulai sekarang dia akan membantumu dan Yuuji."
"Namanya Zen'in Megumi," lanjut Tanari.
Sukuna mengernyitkan keningnya. Menatap tak suka pada si anak pohon mangga yang ternyata bernama Megumi.
"Sukuna beldua sama Yuuji udah cukup kok, Kek," tolaknya.
Tanari tidak mau menanggapi, mengerti betul cucunya itu tidak suka dengan orang lain. Kini ia berjalan ke ujung ruangan yang dipenuhi rak-rak buku. Mengambil sebuah buku tebal. Sukuna pikir buku itu buku mistis. Bagaimana ya, terlihat usang dan baru di saat bersamaan.
Tanari duduk di hadapan Sukuna. Membuka buku di tangannya. Menghela napas dalam, bersiap bicara.
"Keluarga Ryomen dulunya adalah putra-putra pilihan Dewa." Tanari membalik bukunya menuju beberapa halaman ke depan.
"Tahu tidak kenapa disebut begitu?" tanya Tanari.
Sukuna terdiam memikirkan beberapa kemungkinan. Ia teringat bagaimana cerita ayahnya tentang ibu Yuuji dan Sukuna. "Mungkin kalna lelulur kuat seperti kakek dan ibu."
Tanari tersenyum. Benar-benar anak yang cerdas.
"Kehidupan manusia terdiri dari fase-fase yang akan selalu membentuk pola tetap. Mereka yang berhati baik nantinya akan dikirim ke surga. Yang membelot dikirim ke neraka." Tanari menatap Sukuna dalam. "Manusia dengan hatinya yang semula kosong, diberi akal dan nafsu supaya bisa menorehkan tinta pada hatinya. Hitam atau putih." Kini Tanari menerawang ke luar jendela. "Tapi lama-kelamaan, titik hitam berupa dosa mendapat perhatian lebih dari segelintir umat manusia. Lebih banyak manusia yang dikirim ke neraka. Dewa yang mengetahuinya merasa ini adalah hal yang salah. Pola hitam dan putih dalam hati manusia seharusnya seimbang. Maka Ia mulai mencari jiwa-jiwa suci untuk diberinya kepercayaan. Agar adil, Ia memberi ujian pada setiap manusia. Lalu atas kebetulan yang sederhana, leluhurmu Sukuna, leluhur ibumu, leluhurku—Ryomen pertama, telah mengambil hati Sang Dewa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pattern.
FanfictionPada dasarnya Yuuji tidak pernah mengerti kenapa leluhur menurunkan hal-hal yang tidak bisa mereka selesaikan pada keturunannya. Tapi sedikitnya ia paham, hal yang diturunkan leluhurnya kali ini adalah miliknya yang paling berharga. cast ©Gege Akut...