Yuuji menatap Nobara malas. Gadis itu tak henti-henti menyuruhnya melakukan ini dan itu. Yuuji tidak bisa mengatakan tidak. Kata Ayah, membantu orang itu banyak pahalanya. Kalau banyak pahalanya nanti masuk surga. Kalau masuk surga nanti bisa meminta orang lain juga dimasukkan ke surga. Di surga banyak makanan enak, gratis pula. Yuuji ingin sekali masuk surga supaya bisa membuat Sukuna juga masuk surga. Anak itu kurang yakin dengan kemungkinan saudara kembarnya untuk masuk surga.
"Ini bekalnya, nona Nobala."
"Oh, iya. Letakkan di situ saja pelayan."
Ujaran Nobara sukses membuat teman-temannya tertawa. Yuuji mendengus kesal. Ia kemudian menyantap makanannya. Yah, tidak masalah sih. Sekali teman-teman mereka tahu kalau ternyata Nobara lah yang membuatkan bekal makannya pasti langsung habis gadis itu. Mana ada majikan membuat makanan untuk pelayannya.
Bel istirahat bertalu. Yuuji kembali mengikuti pelajaran dengan baik. Anak itu cepat sekali menjadi favorit seantero sekolah sebab sifatnya yang kelewat aktif dan ceria.
Kalau diibaratkan Yuuji ini seperti kembang desa yang tiba-tiba datang dari kota. Sedangkan Nobara adalah si mantan kembang desa yang tengah cemburu dengan si anak kota.
"Kamu pulang jangan ikut aku. Kita sendiri-sendiri."
Ucapan itu membuat Yuuji mengernyitkan dahinya. Ada salah apa lagi dia sekarang?
"Tenapa gitu? Kan tadi padi Nobala sama Uji juga belangkat ke sekolah balengan."
Nobara memutar mata malas. Ia kemudian berdecak. "Itu beda! Sekarang jangan berangkat sama pulang bareng. Aku ngga suka sama kamu," ucap Nobara lantang sebelum berjalan menghentak-hentakkan kakinya, meninggalkan Yuuji.
Bocah laki-laki itu dibuat tak habis pikir. Ia bersyukur saudaranya juga laki-laki sama sepertinya. Entah apa yang akan terjadi kalau ia punya saudara perempuan. Lebih-lebih yang seperti Nobara. Hih, memikirkannya saja Yuuji enggan.
Lalu dengan terpaksa, Yuuji membawa kakinya kembali ke jalan yang semula dilewatinya untuk berangkat sekolah. Jalan panjang yang rasanya tidak ada habisnya.
Yuuji jalan perlahan. Mencari-cari sisi jalan yang gelap akibat bayangan pohon-pohon di tiap-tiap sisi. TK dibubarkan tengah hari. Ingatkan Yuuji untuk meminta sepeda baru pada Ayahnya kalau sudah pulang nanti. Yuuji tidak rela tangannya belang.
Ketika berbelok di depan, Yuuji terkejut. Air terjun kecil yang dilihatnya saat pertama kali datang ke desa Wasuke ada di sana. Yuuji tidak ingat tadi pagi melewati air terjun itu.
Senyum anak itu seketika mengembang. Ia berlari kecil, memperhatikan bawah kala sampai di kawasan becek air terjun. Siang itu sepi. Tentu saja, siapa coba yang mau bermain air di tengah matahari yang sedang panas-panasnya begini? Yuuji doang sih.
Yuuji berdecak kagum. Menatap ke kanan, lalu ke kiri. Di sebelah kanan air terjun itu ada banyak sekali pepohonan, jalan yang sebelumnya dilewati Yuuji. Lalu di sisi kirinya, jalan yang selanjutnya akan ditempuh Yuuji, berisi hamparan sawah yang begitu luas. Yuuji memicingkan matanya, berusaha melihat apa yang ada di ujung sawah itu. Tapi nihil. Pemukiman penduduk masih empat ratus meter jauhnya.
Cahaya matahari segera membias dari becekan basah di sawah. Membuat pandangan Yuuji berbinar. Ia segera melepas tas dan sepatunya untuk membawa kaki mungil itu bertemu dengan permukaan kolam di bawah air terjun.
Seperti sengatan listrik. Itu rasanya ketika ujung kaki Yuuji menempel pada air gemericik yang dingin itu. Ia segera menarik kembali kakinya. Melepas atasannya, kemudian tanpa aba-aba, masuk ke dalam kolam yang diyakininya tidak dalam.
"Uwah!" Yuuji tertawa senang setelah seluruh badannya basah oleh air.
"Duh kasian banget Una ngga bisa main ail, hihi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pattern.
FanfictionPada dasarnya Yuuji tidak pernah mengerti kenapa leluhur menurunkan hal-hal yang tidak bisa mereka selesaikan pada keturunannya. Tapi sedikitnya ia paham, hal yang diturunkan leluhurnya kali ini adalah miliknya yang paling berharga. cast ©Gege Akut...