"Dia hanya pingsan, beruntung kita tepat waktu."
Adalah kalimat pertama yang masuk indra pendengaran Sukuna pagi ini, dibarengi dengan dengungan nyaring memekakkan. Itu sebabnya Sukuna menggeleng kencang sekarang, matanya terpejam berusaha fokus pada sekelilingnya. Tapi hasilnya nihil, yang ditemuinya hanya pandangan berkunang-kunang.
Sukuna merasakan badannya disentuh pada menit berikutnya ketika ia mendengar suara Nenek samar mengatakan sesuatu seperti 'sadar'.
Suara telapak kaki yang beradu dengan tatami bertalu pelan. Sukuna pikir, sepertinya akan ada banyak hal yang berurusan dengannya hari ini.
Tapi Sukuna belum kuasa untuk sekadar membuka kelopak matanya. Maka tatkala bising percakapan menguar di udara, dengan segala pening yang menimpanya, Sukuna memilih untuk tidur sekali lagi.
-
模様⨟ ⛩
-
"Tidak ada yang tahu. Sukuna sekalipun mungkin tidak tahu."
Naoya tengah duduk di sebuah bangku kayu yang nampak lapuk. Kali ini lawan bicaranya adalah Tanari, juga Sakura yang berdiri di belakangnya. Membahas mengenai beberapa perkara terkait kejadian yang menimpa Itadori semalam.
"Alangkah baiknya kita menunggu mereka bangun terlebih dahulu," Sakura menatap nanar cucunya yang masih pingsan.
Tanari mengangguk mengiyakan. Gurat di wajahnya terlihat begitu serius.
Dalam hening beberapa saat kemudian, pintu diketuk, gagang diputar, memunculkan perawakan gagah Toji.
Ia menghela napas keras kemudian mendudukkan diri di sebelah Naoya. "Sudah kubilang untuk mengurung anak itu."
"Pelankan suaramu, dasar tukang rusuh!" Sakura mendelik tajam.
"Dia masih tidur, lagipula tidak ada yang bisa dengar percakapan dalam ruang kedap suara, Nek."
Sakura dibuat memutar bola mata olehnya.
"Apa susahnya sih memelankan suara," sahut Naoya yang mulai merasa risih akan kehadiran Toji.
Detik selanjutnya Naoya menyesal mengatakan hal tadi sebab saat ini Toji meliriknya tajam, menyeret jempol dari sisi leher yang satu ke yang lain. Naoya buru-buru menelan ludah lalu menggeleng.
"Kita tidak bisa mengurung sesuatu yang memiliki hak untuk hidup sesuka hatinya, Toji," kata Tanari menanggapi.
"Bisa. Kalau saat itu Nenek ini tidak keras kepala menentangku. Kau juga jadi ikut-ikut tidak setuju," Toji berdecih.
Sakura bergerak ke samping, mendepak belakang kepala Toji. "Berhenti menganggapnya sebagai sesuatu yang mengancam," ia mengambil napas kecil, "untuk kesekian kalinya, dia cucuku, bukan monster."
Toji memegangi belakang kepalanya. Mengangguk-angguk remeh sambil menirukan ucapan Sakura.
"Tidak ingat umur," umpat Tanari. "Bagaimana dengan Yuuji?"
Toji berhenti mengusili Sakura, ia beralih ke Tanari. "Yuuji mengalami syok berat. Ia masih dalam pengawasan Mai."
Tanari mengangguk paham.
"Ck, jangan hanya mengangguk. Kapan kau akan memulai investigasi?"
"Investigasi katanya," ejek Naoya.
"Diam, anak kecil."
"Percuma kalau kita hanya punya dugaan. Naoya yang pertama kali sampai saja sudah kehilangan jejak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pattern.
FanfictionPada dasarnya Yuuji tidak pernah mengerti kenapa leluhur menurunkan hal-hal yang tidak bisa mereka selesaikan pada keturunannya. Tapi sedikitnya ia paham, hal yang diturunkan leluhurnya kali ini adalah miliknya yang paling berharga. cast ©Gege Akut...