Bagian 1

731 75 9
                                    

Lelaki berusia sekitar tiga puluhan itu terlihat sibuk menekan papan ketik pada ponselnya. Benda elektronik dengan antena kecil di sisi kanan atas itu tampaknya lebih menarik perhatian seorang Adnan Widjanarko dibandingkan perempuan yang kini berdiri beberapa meter di hadapannya.

"Mas, gimana menurut kamu?" Perempuan berparas ayu itu melebarkan kedua sisi rok gaun dengan model A-line bercorak bunga dengan hiasan butiran mutiara di atasnya itu. Senyum yang tersungging di bibirnya tampak merekah, seperti rok gaun tersebut.

"Ha?" Adnan melirik sekilas ke arah perempuan itu, kemudian kembali berkutat dengan ponsel berlayar 2,4 inci itu. Pesan yang dikirimkan oleh salah satu anggota tim, membuat konsentrasinya terpecah belah.

Seharusnya, hari itu dirinya mengambil cuti sehari untuk mencoba pakaian pengantin yang akan digunakan saat hari bersejarah yang dilaksanakan sebulan mendatang. Namun, pikirannya saat ini hanya dipenuhi dengan masalah pekerjaan.

Merasa diabaikan, perempuan itu mencebikkan bibirnya yang dipoles dengan lipstik merah. "Setidaknya, lihat dulu, dong, Mas. Emang, kamu lagi SMS-an sama siapa, sih? Sampai-sampai aku dianggurin," ucapnya seraya melipat tangan di depan dada. Senyum yang sempat merekah di bibirnya, kini menghilang entah ke mana.

Kali ini, Adnan benar-benar memusatkan atensi pada sesosok perempuan cantik bergaun broken white di hadapannya. Netra beriris hitam legam itu menatap penampilan sang calon istri dari atas hingga bawah, kemudian berkomentar, "Bagus, kok, Sayang. Pas di tubuh kamu. Pilih itu aja." Lelaki itu kemudian kembali sibuk dengan ponselnya, mengabaikan kekesalan yang ditunjukkan oleh sang calon istri.

"Kayaknya, cuma aku aja yang antusias menyiapkan pernikahan ini. Apa cuma aku aja yang berharap pernikahan ini terjadi? Apa kamu terpaksa menikahiku?" Setelah berusaha menahan, akhirnya Aliyah Hapsari—perempuan itu—menyemburkan amarahnya juga. Bagaimana tidak? Adnan selalu beralasan sibuk sehingga hanya dirinya yang jatuh bangun mempersiapkan pernikahan mereka, mulai dari mencari gedung, memilih desain undangan, memilih gaun pengantin, dan segala tetek bengek.

Adnan mengembuskan napas berat, menyimpan ponselnya di saku kemeja, kemudian bangkit dari sofa dan menghampiri Aliyah. Dia mengecup pelan pipi sang kekasih untuk meredakan amarahnya. "Maaf, ya, Sayang. Lain kali, aku bakal nemenin kamu untuk mempersiapkan pernikahan kita. Aku harus pergi sekarang. Kamu pulang naik taksi aja, ya."

Sesaat setelah Adnan menyelesaikan kalimat tersebut, ponsel di saku kemejanya berdering nyaring. Dia segera menerima panggilan tersebut dan berjalan ke luar butik, meninggalkan sang kekasih sendirian di sana.

Kesal, Aliyah hanya bisa mengepalkan kedua tangannya erat-erat seraya memandang punggung tegap Adnan yang kian menjauh. Laki-laki itu harus diberi pelajaran agar menyadari betapa fatal sikapnya hari ini.

***

Kaki jenjang lelaki itu melangkah lebar-lebar menuju salah satu gerai kosmetik di pusat perbelanjaan yang baru saja dibuka beberapa bulan lalu. Di belakang Adnan, seorang perempuan berkemeja biru muda yang dipadupadankan dengan rok jin pendek tampak kesusahan menyamakan langkah lebarnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Adnan pada perempuan yang berjalan di belakangnya.

Embusan napas lega terdengar dari mulut perempuan itu ketika berhasil menyejajari langkah Adnan. "Ada customer yang tiba-tiba datang ke gerai dan marah-marah karena wajahnya gatal-gatal setelah memakai bedak yang diproduksi oleh brand perusahaan kita, Pak," jelasnya setelah berusaha mengatur napas yang tersengal.

Bertepatan setelah perempuan itu menyelesaikan kalimatnya, mereka sudah sampai di salah satu gerai yang menjual berbagai macam kosmetik dari beberapa merek ternama di Indonesia. Adnan langsung menghampiri seorang perempuan berjaket jin yang usianya ia perkirakan masih dua puluhan tahun. Perempuan itu tampak marah-marah sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah salah satu penjaga gerai. Bahkan, aksinya itu membuat beberapa pengunjung mal berkerumun di sekitar gerai karena penasaran apa yang tengah terjadi di sana.

Love Us PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang