Bagian 7

212 23 2
                                        

Halooo, readers-ku tersayanggg. Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar, ya, biar aku semakin semangat update-nya.






"Enggak! Aku enggak mau batalin pernikahan kita."

Napas Adnan terdengar memburu dengan dada naik turun. Wajahnya terlihat memerah, menahan amarah yang bergejolak setelah mendengar keputusan sepihak yang dilontarkan Aliyah.

Usai berbicara dengan Ratri beberapa menit lalu, tidak ada angin tidak ada hujan Aliyah memutuskan secara sepihak akan membatalkan pernikahan yang sudah ada di depan mata. Entah, apa yang dikatakan Ratri hingga membuat Aliyah menyuruh Adnan untuk menikahi Dina dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Pernikahan kita tinggal beberapa hari lagi, Sayang. Gimana reaksi orang tua kita kalau tahu kita batalin pernikahan yang udah siap digelar?" Suara lelaki itu kembali melembut, tak ingin menjadi perhatian pengunjung lain.

"Kalau kamu mikirin rekasi orang tua kita, seharusnya dari awal kamu enggak main api di belakangku, Mas! Coba kamu ada di posisiku. Apa kamu tetap mau nikahin aku, meski tahu aku udah tidur sama laki-laki lain?"

Adnan terdiam, tak merespons apa pun.

Aliyah menatap Adnan dengan sorot kekecewaan. Bagaimana tidak kecewa setelah mengetahui calon suaminya tidur dengan perempuan lain menjelang pernikahan mereka. Terlebih lagi, perempuan itu hamil akibat hubungan terlarang tersebut.

Dia tahu ujian menjelang pernikahan itu pasti ada. Namun, Aliyah tak mengira ujiannya akan seberat ini. Mungkin, dia tidak akan sanggup melewati ujian pernikahan kali ini.

"Enggak, kan? Sama kayak aku, Mas. Sulit rasanya nerima kamu kembali. Apalagi, setelah tahu perempuan itu hamil anak kamu." Jeda beberapa detik. Aliyah berusaha mengatur napasnya yang memburu. "Coba kamu pikirin juga perempuan itu dan anak yang dikandungnya. Mereka lebih membutuhkan kamu."

"Kamu diancam sama ibunya Dina? Dia bicara apa tadi sama kamu, ha?"

Aliyah langsung menggeleng. Wanita setengah baya yang mengaku sebagai ibu dari perempuan dihamili Adnan tak pernah sedikit pun melontar kata-kata yang bernada ancaman.

Dia kembali teringat dengan pembicaraannya bersama wanita tadi beberapa saat lalu.

***

Ratri bersimpuh di depan Aliyah yang duduk di sebuah kursi panjang di taman samping kafe. Sikap Ratri yang begitu tiba-tiba itu cukup mengejutkan Aliyah.

Dia bergegas memegang kedua bahu perempuan paruh baya itu, menuntunnya untuk segera berdiri. Tak enak jika nanti ada orang lain yang melihat. "Tante, jangan seperti ini. Ayo, berdiri."

"Enggak. Sudah seharusnya saya melakukan ini untuk mewakili anak saya. Maafkan anak saya yang sudah menggoda calon suami kamu, Nak. Jujur, meskipun saya ibunya, saya merasa malu dengan kelakuan anak saya."

Ratri mendongak, meraih kedua tangan Aliyah yang masih berada di atas bahunya untuk digenggam. "Tapi, saya mohon, tolong bantu anak saya. Dia sekarang sedang hamil dan membutuhkan pertanggungjawaban Adnan. Meskipun Dina bilang tidak membutuhkan pertanggungjawaban laki-laki itu dan bisa mencukupi kebutuhan anaknya, saya ragu. Sekarang saja, dia kehilangan pekerjaannya karena masalah kemarin.

"Saya tahu permintaan ini terdengar egois dan akan mengancam rencana pernikahan kalian, tapi suatu saat nanti kamu pasti akan mengerti jika sudah menjadi ibu. Kamu akan melakukan apa pun untuk kebahagiaan anakmu, meski harus mengorbankan kebahagiaan orang lain."

Love Us PleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang