Holla setelah beberapa hari tak muncul.
Happy reading ❤️
oOo
Tanpa menunggu hari libur pun ngidam Wening akhirnya dapat keturutan, bagaimana tidak, sepulang ngajar Galih diminta Bu Nani untuk usung-usung (mengangkut) kacang hijau yang baru dipanen pagi tadi, untuk pertama kalinya Wening ke kebun sang mertua, ternyata kebun milik Bu Nani tidak begitu luas namun tatanan tanamannya begitu teratur dan rapi, tidak heran jika tanaman Bu Nani bermacam-macam.
"Arep nang ndi iku Bu Nani? Mantune lagi bobot kok diajak nang perengan? (Mau kemana itu Bu Nani? Menantu lagi hamil kok diajak ke kebun?)" Bu Nani dan Wening menghentikan jalan mereka dan menanggapi ibu-ibu yang sedang menunggui tanaman padinya yang hampir panen.
"Eh ini yu, mantu lagi ngidam. Kepingin maem di pinggir sawah." Seru Bu Nani dengan sumringah, seketika hati Wening menghangat.
"Lha iya, Mbak Wening ini ngidamnya kok aneh-aneh aja, mbok ya ngidamnya makan di restoran mahal apa gimana kok malah ngidam makan di pinggir sawah." Canda si ibu yang seumuran dengan Bu Nani.
"E ya cucunya petani yu, jadi ya menyesuaikan keadaannya, punyanya sawah ya ke sawah, yawis tak terus aja ya, Galih sudah nunggu." Pamit Bu Nani lalu mengajak Wening ke kebunnya dengan berjalan pelan menyusuri galengan.
"Wis gek ndang digelar tikar e, ibu tak celuk Galih. (Sudah dibuka dulu tikarnya, ibu mau panggil Galih)." Wening mengangguk lalu menyiapkan makanan yang mereka bawa, semakin lama matahari akan segera tenggelam, Wening memanfaatkan waktunya sebaik mungkin, dilihat Galih sedang memindahkan kacang hijau yang sudah diambil Bu Nani untuk dimasukkan ke dalam karung kecil.
"Wih, mau piknik nih." Seru Galih melihat istrinya sudah menyiapkan makanan di atas tikar, bukan makanan yang banyak hanya dua bungkus nasi sambal yang sudah di siapkan oleh Wening dan Bu Nani tadi. Kenapa hanya dua? Karena hanya untuk Galih dan Wening saja, Bu Nani sudah makan di rumah.
"Piknik low budget, alias ngirit." Canda Wening disambut tawa sang suami.
"Kok nggak pakai topi toh, Dik? Panas lho." Ujar Galih lalu memasang topi hitam miliknya pada kepala istrinya, yang sudah membuka bekal untuk mereka.
"Nggak panas, paling cuma silau. Yuk, makan." Jawab Wening dengan semangat, dia sudah meneguk ludah berkali-kali ditemani semilir angin sore Wening menikmati bekal sederhananya, nasi bungkus dan sambal pindang dengan daun kemangi.
"Suapin." Pinta Galih membuat Wening mengerut karena merasa makannya terganggu oleh permintaan suaminya.
"Makan sendiri lah, Mas."
"Tangan Mas kotor, Dik." Galih memperlihatkan kedua tangannya yang memang kotor karena terkena tanah, padahal ada air juga untuk cuci tangan namun bukan Galih kalau tidak merengek pada istrinya.
Mau tidak mau Wening menyuapi sang suami dengan tangannya langsung, "Hmm, enak."
"Udah dapat berapa karung itu, Mas?"
"Baru dua karung kecil, mbuh ibuk kok pakainya kecil - kecil, mendingan pakai yang besar sekalian."
Wening hanya manggut-manggut, dia sama sekali tidak paham dunia pertanian atau bercocok tanam, menanam bunga di depan rumah saja dia tidak mahir bagaimana dengan menanam tanaman palawija dan yang lain.
"Mas, tiba-tiba Wening kenyang banget, Mas habisin semua ya?" Mata Galih melotot melihat kepalan bungkus nasi yang besar dan padat, dia tebak ini pasti ibunya yang membuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Wening
RomancePINDAH KE DREAME, PENGHAPUSAN BEBERAPA PART MULAI TANGGAL 12 APRIL 2022 Cerita Duda series ketiga (cerita semi dewasa) Puspita Wening, seperti arti namanya seorang gadis layaknya bunga yang membawa ketenangan. "Yakin kamu Dik? Dia duda lho." Susi...