-39-

49.8K 5.9K 525
                                    

Haiii 🤗

Kangen ya?

Happy reading dan tandai typo 🤗

oOo

"Mau kemana, Lih? Pagi-pagi juga udah mau main aja." Tegur Bu Nani dengan tegas, melihat Galih sedang mengeluarkan motor.

"Ya Allah, ini lho Bu mau antar Syifa ke rumah kakungnya. Curigaan terus."

"Ya bukannya curiga. Kamu itu lho, udah tau istri hamil, anakmu juga sudah besar kok masih ngopi aja di warung. Di rumah juga bisa kan ngopinya."

Galih memilih diam, seperti biasa setiap kali ibunya mengomel dia akan mendengarkan dan memperhatikan. Lagi pula dia merasa salah, karena beberapa hari ini pulang malam. Gara-gara keasyikan nongkrong, sampai lupa waktu.

"Iya iya wis, besok nggak ngopi lagi."

"Nggak ngopi lagi, tapi nongkrongnya tetep lanjut." Sahut Wening dengan bergumam.

Syifa yang mendengar gumaman sang bunda pun terkekeh, anak itu sudah tau kalau ayahnya sedang diomeli nenek juga bundanya. Apalagi sejak semalam bunda Syifa tidak berbicara dengan sang ayah, ya Wening ngambek gara-gara Galih masih suka nongkrong sampai larut malam.

"Ayah kayak mas Pino kalau dimalahin budhe. Ga belani bantah." Ujar Syifa masih dengan tertawa kecil, sontak Wening tersenyum dan menyuruh Syifa diam.

"Husshh... Nanti bilangin ayah ya, kalau udah nganter Syifa buru-buru pulang. Bantuin bunda nyuci baju." Bisik Wening, mengingat perutnya semakin besar dia mulai kesusahan melakukan kegiatan yang berat-berat.

"Bunda mau Cipa bantu? Cipa dak ucah main."

Wening menggeleng kepala menolak tawaran sang putri, bukannya membantu yang ada Syifa akan menambah pekerjaan karena anak itu akan mainan air dengan busa-busa sabun.

"Syifa main aja ke rumah kakung. Nanti sore minta antar Mama Winda ya? Bunda mau periksa adik bayi ke dokter sama ayah, jadi Syifa di rumah sama Mbah Nani. Gapapa kan?"

"Adik bayi peliksa lagi?" Tanya Syifa menyentuh perut buncit bundanya.

"Iya. Waktunya adik bayi periksa. Mbak Syifa makin pintar ya kan mau punya adik."

"Oke bunda. Nanti Cipa cama mbah Ni."

"Anak pintar. Udah cantik, nih pakai bedak sendiri." Ujar Wening setelah merapikan rambut sang putri yang panjang sebahu.

Usai mendandani Syifa, Wening pun menyuapi sarapan anaknya. Begitu juga Galih yang sedang sarapan. Mereka sarapan bersama di ruang tengah, sembari menonton televisi yang menampilkan dua gundul kesukaan Syifa.

"Nanti sore jadi periksa, Dik?" Tanya Galih memperhatikan sang istri, wanita berdaster bunga-bunga itu hanya bergumam tanpa berniat menjawab. Galih hanya bisa menghela nafas, dia tau istrinya masih marah.

"Ayah ih, kan udah waktunya adik bayi pelikca, ya jadi toh."

"Makanya ayah tanya bunda, kali aja nggak jadi."

"Nggak jadi gimana, ya jadi dong ya bunda ya?" Tanya Syifa, seolah gadis cerewet itu ikut-ikutan ketus dengan sang ayah.

"Tiga lawan satu, kurang nikmat apa diambekin tiga perempuan serumah." Batin Galih pasrah.

"Lihat adiknya gerak-gerak." Ujar Wening memegang tangan Syifa lalu ditempelkan pada perutnya. Bayi yang di dalam semakin aktif kala mendapat elusan dari tangan Syifa.

Hati WeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang