6. Anxious

1K 109 9
                                    

Seperti yang sudah dijanjikan tadi malam, pagi ini Renjun tengah menikmati teh hangat buatannya seraya mengistirahatkan tubuhnya pasca melayani dua bayi selagi menunggu berkas catatan mengenai perusahaan Jeno, yang akan dikirim tangan kanannya.

*drtdrt* ponselnya bergetar, membuat Renjun menyudahi aktivitasnya dan mengambil ponselnya, memeriksa pesan masuk dari email yang baru saja dikirim tangan kanannya.

Renjun membuka file mengenai perusahaan Jeno selama satu tahun belakangan ini, dimulai dari proyek yang ia jalani, penjualan, pengeluaran, pendapatan dan saham Jeno yang terus menurun disetiap bulannya.

"Kau bangkrut Lee Jeno! Dan kau masih bilang tidak apa-apa dan tidak memberitahu-ku?" Gumam Renjun menatap layar ponselnya gusar.

Renjun mengigit bibir bawahnya, memikirkan cara untuk membantu perusahaan Jeno tanpa Jeno tau.

"Ah, mianhe Jeno!" Final Renjun, beranjak dari kursinya menuju kamarnya.

Renjun mengganti baju santainya menjadi formal lalu pergi dari kediamannya menuju tempat yang selama ini hanya ia yang tau.

Setelah beberapa menit mengendarai mobilnya, Renjun langsung keluar dan masuk kedalam perusahaan yang sangat besar.

Ketika Renjun masuk, semua staff yang ada disana membungkuk hormat dan menyalami Renjun disetiap jalannya menuju ruangan.

Renjun masuk kedalam lift khusus CEO, memencet angka paling tinggi diperusahaan ini.

*ting* lift berhenti di lantai ruangan yang Renjun inginkan. Dengan segera Renjun keluar dan melangkahkan kakinya menuju kursi kebanggaan miliknya yang tengah diduduki seseorang.

"Ahjussi." Panggil Renjun yang membuat sang empuh yang sedang bergulat dengan berkasnya pun mengangkat wajahnya.

Senyuman terbit diwajah sang empuh ketika melihat Renjun datang. Menyudahi acara bergulatnya dari proposal dan meranjak menuju Renjun.

Didudukkan Renjun disofa ruangannya setelah ia memesan dua teh kepada skeertarisnya.

"Ada apa, tumben sekali kau kemari? Sudah berencana mengambil alih dan menjalankan perusahaan-mu lagi?" Tanya Ahjussi itu yang dibalas senyuman serta gelengan kepala oleh Renjun.

"Aniya, Jeno belum mengizinkan aku untuk menjalankan perusahaan. Aku akan mengambil alih perusahaanku kalau perusahaan Jeno sudah tidak bisa di tolong. Maafkan aku sudah membuat Ahjussi repot." Sesal Renjun

"Aniya, tidak apa-apa Renjun-ah. Ahjussi tidak merasa terbebani. Perusahaan Ahjussi juga sudah ditangani oleh anak Ahjussi, kau tidak perlu sungkan. Kalau bukan karena-mu? Ahjussi tidak akan mempunyai perusahaan sendiri." Ujar Ahjussi yang bernama Lay.

"Ahjussi, bolehkah aku meminta sesuatu kepada dirimu?" Pinta Renjun hati-hati.

"Tentu, apa?" Tanya Lay dengan seulas senyum.

"Bisakah Ahjussi menanam saham di perusahaan Jeno melalui perusahaan-ku? Tanamlah saham dan jalinlah kerjasama dengan perusahaan Jeno." Pinta Renjun penuh harap.

Lay sempat berfikir sebelum berbicara "Renjun-ah, ini perusahaan milik diri-mu. Kau yang mengambil 100% jalannya perusahaan, ahjussi ini hanyalah avatar yang menjalankan perintah-mu. Namun, kalau Ahjussi boleh berpendapat, sebaiknya kau jangan menanamkan saham di perusahaan milik Jeno. Ahjussi tau kalau Jeno itu suami-mu. Namun kalau masalah seperti ini tidak bisa dibakal main, perusahaan yang sudah kau bangun bisa saja ikut hancur dengan perusahaan Jeno kalau kau salah melangkah." Jelas Lay.

"Namun itu semua terserah diri-mu. Tapi kalau Ahjussi sendiri sih tidak untuk menanamkan saham dan menjalin kerjasama. Kalau kau masih kekeh, kau boleh berunding dulu dengan para petinggi karyawan dari masing-masing bidang. Kalau mereka setuju? Ahjussi akan mengijinkannya." Sambung Lay yang membuat Renjun menghela nafasnya gusar.

"Ahjussi, bisakah kau memanggil para petinggi masing-masing bidang?" Tanya Renjun.

Lay mengangguk, melangkahkan kakinya menuju telepon dan menelepon sekertarisnya untuk memanggil para petinggi disegala bidang untuk keruangannya.

Tak butuh waktu lama, para petinggi datang, membungkuk hormat ketika melihat Renjun.

"Aku akan memberikan waktu untuk kalian." Ujar Lay lalu pergi meninggalkan ruangan.

Renjun mengangguk, lalu menyuruh para petinggi untuk duduk dihadapannya. Setelah mereka semua duduk, Renjun mulai memberitahu niatnya.

Kegusaran milik Renjun, sama dengan kegusaran milik Jisung saat ini.

Bagaimana tidak? Tiba-tiba perempuan yang selalu ia kejar menghubunginya secara tiba-tiba untuk kerumahnya. Namun sebelumnya perempuan itu minta dibelikan pembalut kepada Jisung tanpa memberitahu merek, ukuran dan hal lainnya. Alhasil Jisung membeli semu merek yang ada di toko swalayan itu beserta makanan dan minuman lainnya.

Tidak hanya sampai situ saja, saat ini Jisung juga tengah dilanda cemas, gusar dan khawatir ketika melihat Chenle yang tengah berguling-gulingan diatas ranjangnya seraya memegang perutnya kesakitan karena masa haidnya.

Jisung ingin membawa Chenle kerumah sakit. Namun Chenle menolak. Katanya ini sudah menjadi hal biasa kalau haid pertamanya datang.

"Apakah sangat sakit?" Tanya Jisung khawatir, menatap Chenle yang baru saja selesai dari aktraksinya.

Chenle menghela nafas lelah, mengangguki pertanyaan Jisung. "Aku memang selalu sakit ketika hari pertama haid. Namun setelah itu aku akan redah kembali." Jelas Chenle.

"Apakah kau butuh obat pereda nyeri? Atau ingin memakan sesuatu atau minum sesuatu? Akan aku belikan kalau kau mau. Pinta-lah." Ujar Jisung yang membuat Chenle tertawa karena melihat tingkah panik Jisung.

"Kau kenapa tertawa? Apakah ini efek dari rasa sakit yang luar biasa sehingga kau tidak meringis lagi melainkan tertawa?" Tanya Jisung lagi dengan raut khawatir.

Chenle mengatur tawanya, menggelengkan kepalanya. "Aniya, kenapa kau khawatir sekali sih? Aku ini cuma sakit hari pertama haid bukannya melahirkan anak! Kenapa wajah dan tingkah-mu sepanik itu?" Tanya Chenle yang masih sedikit tertawa melihat Jisung.

Jisung menghela nafasnya jengkel."yak! Bagaimana aku tidak khawatir ketika kau sedang merintih kesakitan sedangkan aku tidak bisa berbuat apa-apa? Aku hanya diam menontoni dirimu yang tengah merintih dan meringis?!" Sewot Jisung.

"Yak! Kau ingin berjualan pembalut?!" Tanya Chenle dengan mata membelalak ketika Jisung membeli semua merk pembalut.

Jisung mendecak, menatap perempuan yang ada dihadapannya ini. "Aku tidak tau merek-nya dan bentuknya seperti apa! Kau juga tidak kasih tau lewat telepon. Kau meneleponku dengan suara ringisan serta memintaku untuk membeli pembalut, setelah itu kau menutup teleponnya tanpa memberitahu pembalut seperti apa! Yaudah aku beli saja semuanya!" Bela Jisung yang langsung ditimpuk pembalut oleh Chenle.

"Kau-kan bisa bertanya bodoh!" Ujar Chenle.

"Nanya bagaimana kalau pelayannya juga pria?! Disana tidak ada pelayan wanita! Katanya pelayan wanitanya masuk shif sore!" Jujur Jisung.

Chenle menghela nafasnya. "Oke gumawo. Tadi kau bilang akan membelikan-ku apa saja kan?" Tanya Chenle dengan mata berbinar.

Jisung sempat mendelik melihat tingkah imut Chenle. "Iya, memangnya kau mau apa?" Tanya Jisung.

Chenle tersenyum, beranjak dari kasurnya lalu menarik Jisung dengan antusias. "Kajja! Kita beli tteokbokki yang ada di streetfood sana!" Ujar Chenle.

LEE FAMILY - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang