5. Worried

1.1K 117 3
                                    

Jisung melangkahkan kakinya keluar kelas dengan malas, hari ini dirinya tidak bisa bertemu Chenle selepas pulang sekolah karena perempuan mungil, savage dan terkenal dengan mulut pedasnya itu sedang mengambil kelas China tambahan. Ya, seluruh siswa dan siswi yang berasal dari luar Korea, diwajibkan untuk ikut kelas bahasa negaranya masing-masing.

"Hm, kenapa aku lahir di Korea sih?!" Gerutu Jisung sepanjang jalannya menuju parkiran.

"Coba kalau aku ikut kelahirannya Eomma, aku bisa ambil kelas bahasa! Kenapa aku harus ikut Appa yang lahir di Korea sih?!" Gumam Jisung dengan emosinya karena ayahnya selalu mewariskan kepada Jisung yang menurut Jisung tidak berguna.

"Udah kepisah sama kelas bahasa, kepisah juga sama kelas lainnya! Chenle yang mengambil kelas Vocal karena suaranya emang yang gabisa diragukan! Sedangkan aku?! Aku malah mengambil kelas rapping karena Appa mewariskan bakat Rappernya kepada-ku!" Tambah Jisung yang semakin sebal kepada Appa-nya.

Ya, Renjun dan Jeno memang terkenal sewaktu kuliah dulu. Kalian ingat istilah  'Seorang Rapper yang handal, pasti membutuhkan Vocal yang luar biasa.' Istilah itu benar-benar terjadi diantara Jeno dan Renjun.

Rapper Jeno yang tidak di ragukan lagi, sering di duetkan dengan Vocal Renjun yang sangat memukau dan nyaman di telinga. Maka dari itu tak jarang mereka tampil bersama untuk kegiatan kampus mereka, dan tak jarang pula banyak yang menjodohkan mereka berdua karena mereka sangat pas satu sama lain.

"Mana mobil yang kemarin dijual lagi!" Sambung Jisung, membuka pintu mobilnya, lalu masuk kedalam dan menjalankan mobilnya meninggalkan perkarangan rumah.

Jisung menjalankan mobilnya dengan tidak semangat. Terlebih mobil yang baru kemarin ia beli, ia jual kembali karena takut sang Appa memarahinya lagi serta mendiaminya. Sungguh, walaupun Jisung sangat kesal dengan Appa-nya? Dirinya juga tak bisa berdiam-diaman dengan Appa-nya. Terlebih peran sang Appa sangat membantu bagi Jisung dikala dirinya mendapat surat panggilan dari sekolah.

"What The Fuck!" Maki Jisung ketika ada mobil yang menyalip jalannya dengan kecepatan penuh.

Dengan perasaan dongkol dan moodnya sedang tidak baik, Jisung mengejar sang pelaku yang tiba-tiba menyalipnya ketika ia sedang berkendara dengan tenang.

Bagaimana kalau mobilnya lecet atau pengok karena ulah sang pengendara ugal-ugalan tadi?! Bisa habis kena omel Eomma dan Appa-nya lagi.

Jisung terus meng-klaksoni sang pengendara itu. Namun, bukannya berhenti? Sang pengendara itu semakin mempercepat mobilnya dan membuat Jisung tambah jengkel.

"Bajingan ini benar-benar menguji kesabaranku!" Maki Jisung yang menambahkan kecepatan mobilnya.

Aksi balap-membalap pun terjadi antara Jisung dan pengendara itu. Tak jarang banyak pengendara lainnya serta pengendara kaki yang memaki cara menyetir mereka namun tak di gubris oleh mereka berdua.

Mereka tengah fokus untuk mengejar satu sama lain hingga pada akhirnya Jisung berhasil menyalip sang pengendara itu.

"Assa!" Pekik Jisung senang.

Jisung segera keluar dari mobilnya dan menghampiri sang pengendara itu.

"Mau keluar sendiri atau memakai caraku?!" Ancam Jisung dengan menunjukkan tongkat bisbol yang ada ditangannya yang sempat ia ambil tadi.

Orang yang ada didalam pun keluar dengan mendecak, sedangkan Jisung tersenyum senang.

Namun senyum Jisung tak berlangsung lama setelah melihat siapa orang itu.

"Udah berani sama orang tua kayak gitu?!" Ujar Sang pengendara itu.

"Appa?!" Pekik Jisung kaget karena yang sedaritadi ia maki dan balap-membalap ternyata Appa-nya sendiri.

"Jadi ini cara-mu mengendara baby Ji?!" Tambah Jeno, menatap sang anak intens.

Jisung meringis melihat tatapan sang Appa. Ia langsung terkekeh dan menunjukkan jari V, tanda damai.

Jeno mendecak melihat tingkah Jisung. "Pulanglah, Eomma pasti sudah menunggu kita." Titah Jeno yang langsung diangguki Jisung.

Baru satu langkah, Jisung sudah membalikkan badannya kembali menghadap Jeno. "Tapi Appa tidak akan bilang ke-Eomma-kan?" Selidik Jisung, menatap mata Jeno dengan intens.

Jeno memutarkan kedua bola matanya jengah lalu menggeleng. "Tidak akan, kalau kau tidak mengulangi lagi dan cepat kembali ke rumah dengan tepat waktu." Peringat Jeno.

Jisung tersenyum dan mengangguk antusias. "Tentu saja! Jisung akan pulang! Appa juga pulang! Jangan lembur terus! kasian Eomma yang selalu nungguin Appa pulang kerja!" Peringat Jisung kembali lalu pergi meninggalkan Jeno.

***

Malam yang sunyi, dimana para manusia tengah mengistirahatkan tubuhnya setelah melakukan aktivitas seharian. Namun tidak untuk Lee Jeno. Pria tampan yang sudah berkeluarga ini  terus menghela-kan nafasnya berkali-kali. Memijat pangkal jidatnya.

"Aku harus bagaimana lagi tuhan?" Gumam Jeno yang sudah tidak tau harus melangkah kemana lagi. Semua usaha sudah dia lakukan, namun tidak ada yang berhasil.

Ingin meminta bantuan kepada saudaranya? Ia malu, ia sudah besar dan bekeluarga. Masa iya tidak bisa menyelesaikannya sendiri.

Bagaimana dengan Renjun? Tentu tidak! Disini status Jeno adalah kepala rumah tangga! Tidak seharusnya melibatkan sang istri dalam menagani keuangan rumah tangga mereka. Terlebih Jeno yang melarang Renjun untuk memegang perusahaannya sendiri.

Ya, cita-cita Renjun adalah seorang wanita karir yang mempunyai banyak bisnis. Namun lagi-lagi Renjun harus mengubur cita-citanya karena Jeno yang melarangnya ketika dirinya menikah. Jeno menyuruh Renjun untuk fokus mengatur keluarga mereka, menjaga Jeno dan anak mereka.

"Hah." Helaan nafas Jeno, Jeno memilih menyudahkan acara berfikirnya. Ia langkahkan kakinya untuk keluar dari kamar menuju dapur. Entah kenapa lapar menyerangnya.

Disaat Jeno keluar, disitu-lah Renjun membuka matanya, menatap Jeno dengan raut khawatir. Ya, sedaritadi Renjun belum tidur. Renjun selalu menemani Jeno ketika dirinya tidak tidur tanpa sepengetahuan Jeno.

"Sebenarnya ada masalah apa yang menimpa dirimu?" Gumam Renjun merenungi sikap Jeno yang belakangan ini suka pulang telat dan suka tidur larut.

Tanpa berfikir panjang, Renjun mengambil ponsel-nya yang ada dinakas, menelepon seseorang untuk menjawab rasa penasarannya.

Hallo paman? Bisakah kau mencari tau apa yang terjadi dengan perusahaan Jeno selama belakangan ini?

Oh god Renjun! Kau bagunkan aku hanya untuk ini? Semoga umur-mu panjang Lee Renjun!

Mianhe, tapi apakah kau bisa? Aku menunggunya besok.

Aku akan memberitahu tentang apa yang terjadi dengan perusahaan Jeno besok.

Gumawo.

Setelah mengucapkan terima kasih, Renjun mematikan ponselnya secara sepihak lalu beranjak dari ranjangnya menuju dapur, menyusul Jeno.

Ia langkahkan kakinya secara perlahan, terlihat Jeno yang tengah duduk di meja makan dengan ramyeon didepannya. Tidak makan, melainkan hanya melihat ramyeon itu.

Renjun menghela nafasnya khawatir, dengan perlahan ia mendekati Jeno dan memeluk Jeno dari belakang.

Jeno tersentak kaget disaat ada tangan yang bertengger dipundaknya.

"Kenapa tidak tidur hem?" Tanya Jeno dengan mengelus punggung tangan Renjun yang tengah memeluknya dari belakang, mencium pucuk kepalanya dan mengulas wajahnya dikepala Jeno dengan rambutnya.

"Aku haus, ingin mengambil minum. Namun aku melihat kau yang tengah melamun. Ada apa heum?" Tanya Renjun.

Jeno menggeleng. "Aniya, hanya insomnia aku yang tengah kambuh." Dusta Jeno yang dibalas senyuman paham oleh Renjun.

Renjun mengangguk dan memegang mie milik Jeno. "Ini sudah dingin, biar aku membuatkan lagi untuk-mu dan untuk diriku." Ujar Renjun, mengambil ramyeon milik Jeno untuk dibuang dan membuat ramyeon baru lagi.

LEE FAMILY - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang