3. Bertemu

781 189 33
                                    

D I S C L A I M E R
Sugarpouu || 2021

Karakter dan sifat tokoh dalam cerita ini hanyalah fiktif, yang artinya semua adengan dan karakterisasi murni imajinasi!

⛄Happy reading ⛄

"Tetaplah baik pada semua orang, meskipun mereka tidak mau berteman denganmu."

Luna membawa Juan ke apartemennya. Saat membuka pintu, anak itu terlihat sedikit kaget dengan ruangan yang dia masuki. Ternyata ada yang lebih berantakan dibanding tempat tinggalnya. Bahkan ruangan bibi Luna lebih buruk dibanding ruang tamu miliknya. Jika ruang tamu tempat tinggalnya akan berserakan kertas dan mainan, maka di tempat bibi Luna berserakan plastik bekas camilan dan kaleng minuman ringan.

Perempuan itu hanya tersenyum lebar dan terkesan kaku pada anak kecil yang bersamanya sekarang.

"Kau duduk di sini dulu ya, aku akan menyiapkan makanannya untukmu."

Juan hanya mengangguk dan duduk bersama sampah keripik yang di atas kursi tersebut. Sebelum ke dapur, Luna dengan tergesa-gesa membereskan sampah yang berserakan di atas meja dan sesekali tersenyum pada Juan. Malu sekali dirinya ketika di tatapan seperti itu oleh anak kecil. Pasti anak itu menyematkan gelar perempuan jorok untuknya. Tapi memang seperti ini kenyataannya.

Terkadang ia terlalu malas untuk bersih-bersih karena harus bekerja dan sudah lelah ketika sampai di rumah. Jika ada malaikat bersih-bersih yang merasuki tubuhnya, barulah tempat ini akan bersih. Akan tetapi malaikat seperti itu malah enggan menghinggapi tubuhnya.

Setelah bersih dan memastikan Juan duduk dengan nyaman, barulah Luna beranjak ke dapur. Lagi-lagi ia diserang kebingungan. Hanya ada dua cup ramen. Luna tidak bodoh untuk memberikan ramen pada anak kecil yang keadaan perutnya kosong. Jika Juan sakit perut, bisa diamuk dirinya oleh Ayah anak itu.

"Ayo Shin Luna! Pikirkan cara dengan cepat," gumamnya sembari mencari-cari bahan apa yang bisa dia olah.

"Ah ... beruntungnya," desahnya lega.

Seperti mendapat berkah dari surga, ketika ia menemukan dua butir telur dengan satu buah sosis. Luna akan membuat makan yang cepat di masak namun mengenyangkan. Tak lupa ia juga mengecek apakah masih ada nasi pada rice cooker. Beruntungnya nasi juga masih ada.

Telur gulung dengan isian sosis yang sudah dipotongan-potong akhirnya tersaji di hadapan Juan. Tapi anak laki-laki itu tertidur dengan keadaan masih duduk. Luna tak sampai hati melihatnya. Dia pasti sangat lapar hingga tertidur.

Tangan Luna terulur untuk mengelus rambut halus milik Juan. Sebenarnya ia tidak tega menganggu tidur nyenyak Juan, tapi tidak ada pilihan lain karena anak laki-laki ini harus segera mengisi perutnya.

"Hei ... ayo bangun. Makanannya sudah siap," ujar Luna begitu lembut.

Tidak butuh waktu lama dan usaha. Juan langsung membuka matanya dan Luna segera menyodorkan piring itu kehadapan Juan.

"Maaf. Aku hanya bisa menyiapkan ini. Aku belum sempat berbelanja stok makanan," kata Luna dengan nada menyesal.

"Tidak apa-apa, Bibi. Aku suka makan telur dan sudah terbiasa. Terimakasih sudah mengijinkanku makan di sini."

Luna tersenyum dan mengacak rambut Juan. Anak ini benar-benar sangat sopan. Ia sangat salut, bagaimana Ayah tunggal bisa mengajarkan anaknya hingga bisa berbicara sepintar dan sedewasa ini.

"Makanlah dengan pelan."

Keheningan menyergap beberapa saat di antara mereka. Hanya terdengar suara kunyahan Juan dan dentingan sendok dengan piring. Entah kenapa Luna tidak bosan memperhatikan wajah anak itu. Dia benar-benar tampan, dengan mata bulatnya serta hidung yang mancung. Luna berani bertaruh, jika anak ini akan tumbuh menjadi anak yang tampan rebutan sejuta umat perempuan nantinya. Oh, jangankan nanti. Sekarang mungkin dia sudah menjadi rebutan di antara teman-teman perempuannya.

FADE TO WINTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang