Hanya Padam Tidak Pudar

54 34 72
                                    

Aku berharap akan turun hujan siang ini agar Fiza tidak mengajak ku untuk keluar rumah dan mengantarkannya ke butik untuk membeli baju kebaya, tetapi apa boleh buat? Hari ini bahkan lebih cerah dari hari hari biasanya sampai sampai ibu gembira kar...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berharap akan turun hujan siang ini agar Fiza tidak mengajak ku untuk keluar rumah dan mengantarkannya ke butik untuk membeli baju kebaya, tetapi apa boleh buat? Hari ini bahkan lebih cerah dari hari hari biasanya sampai sampai ibu gembira karena keripik dan pakaian yang ia sedang jemur jadi cepat kering.

Selepas mengganti baju aku berjalan keluar kamar lalu menghampiri Fiza yang tengah mengobrol dengan ibu diteras rumah.

"Bu, Gisa pamit dulu"

"Pinjem Gisanya bentar ya Bu" Ucap Fiza

"Okey, hati hati di jalan ya kalian"

Aku dan Fiza menaiki bajaj menuju butik yang berada disamping mall, ditengah perjalanan aku tidak henti hentinya memerhatikan sekitar jalan raya tanpa mendengarkan apa saja yang diceritakan oleh Fiza tentang Langit.

"Yah neng bapak lupa kalau didepan sedang ada perbaikan jalan" ucap sopir bajaj itu seraya mengerem mendadak, benar saja didepan tengah ada perbaikan jalan.

"Yah, terus gimana dong pak?" Tanya Fiza

"Bapak tau jalan pintas ke tempat itu neng, tapi jalannya gak sebagus yang eneng kira"

"Gapapa deh pak yang penting sampe ke tempat tujuan" Ucap ku.

Sopir bajaj itu mengiyakan lalu memutar balikan bajajnya hingga menemukan gang senggol bacok, dengan kecepatan yang gila supir bajaj itu melikuk likuk diarea perkampungan warga, aku dan Fiza melotot tak percaya ketika ada sebuah sungai dan jembatan didepan yang siap menenggelamkan ku dengan si bajaj.

Supir bajaj itu menyuruh aku dan Fiza untuk berpegangan dengan kuat.

"Bapakkkk kalo saya mati nanti beritanya jelek banget masa gara gara naik bajaj terus kecebur sungai, belom kawin pula" Pekik Fiza, aku hanya terkekeh hingga terpingkal pingkal melihat reaksinya tetapi disisi lain aku juga sangat takut jika ini tidak berhasil.

"Bismillah aja neng" Supir bajaj itu mengelap keringat dipelipisnya dengan handuk kecil yang melingkar di lehernya lalu dengan cepat supir bajaj itu pun melesat melewati jembatan itu lalu membanting stir ke kanan dan kembali melewati gang gang senggol bacok.

Suasana perkampungan dibalik kota yang ditumbuhi gedung gedung pencakar langit sangat lah sederhana dan tentram, udaranya pun sangat sejuk, aku terkekeh geli setiap kali melihat hal hal yang baru aku lihat selama ini.

Seperti, seorang tukang warung yang memakai koyo dikedua pelipisnya tengah duduk didepan warung seraya berkipas mungkin pusing karena warungnya sepi atau anak anak yang mengacak acak dan mengecek satu persatu kumpulan snacks untuk mencari yang berhadiah.

Di gang kedua ada seorang bapak bapak yang memiliki kumis lebat dan penuh tato tengah mengajak ayamnya mengobrol, ibu ibu yang tengah mengocok arisan dengan sangat heboh, nenek nenek tengah mencari kutu dikepala sang cucu, anak anak yang tengah bermain karet dan permainan lainnya.

Hanya Padam Tidak PudarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang