CITADEL

3K 363 50
                                    

PIKIRANNYA berkelana seiring matanya menerawang kaca jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PIKIRANNYA berkelana seiring matanya menerawang kaca jendela.

Tatapan tajam itu jatuh pada bangunan marmer raksasa yang memanjang kokoh tanpa ujung. Padahal dia sudah berada di lantai tertinggi gedung, tetapi puncak benteng gagah itu seolah tak terjangkau. Benteng akan selalu jadi misteri sejak dia kecil hingga sekarang. Benteng itu bagaikan oasis di tangah padang pasir, dikejar-kejar seorang pelancong yang puluhan hari kering dahaga. Di setiap sela batu marmer mengilatnya tersimpan berbagai cerita rahasia yang barangkali telah terlupakan setiap jiwa.

Siapa pun yang membangun Rich Citadel tentu bukan manusia.

Tetapi, Rich Citadel mengelilingi manusia.

Rich Citadel melindungi seluruh wilayah bagian Terra Firma entah dari apa dan tidak ada yang peduli tentang itu sebab mereka punya segalanya di dalam.

"Kami akan tutup sebentar lagi—ah, tidak. Kami tutup sekarang. Apakah urusanmu sudah selesai, Nona?"

"Menurutmu, kenapa orang-orang terdahulu membangun perpustakaan di dekat Rich Citadel?"

"Kau harus berhenti menanyakan banyak hal."

Roumeli memasukkan buku tebal terakhir ke dalam tas selempangnya bersama buku-buku torenso dengan kover klasik ... harum khas pohon hujan. Buku-buku tak hanya menjabarkan sejarah melainkan juga bagian darinya: tua, rapuh, teggelam di pelosok rak-rak pajangan. Buku adalah sesuatu yang ajaib bagi Roumeli. Ia seringkali digiring masuk menuju masa-masa yang tak pernah diketahui orang zaman sekarang hanya dengan membaca. Itu bisa lebih menghanyutkan daripada menyimak audio digital yang sering diakses anak muda. Mereka kebanyakan percaya bahwa buku hanyalah untuk para orang tua antik alias lansia.

"Tidakkah kau bertanya-tanya ke mana semua orang jika tidak ke mari? Maksudku, ini tempat yang hebat."

"Dari berbagai tempat hiburan di Prime Area?" Sang pustakawati mendelik sangat heran. "Tidak mungkin. Lagi pula kita sudah punya buku hologram dan audio digital—perpustakaan ini sesungguhnya tidak terlalu berguna bagi mereka. Aku saja berada di sini hanya karena tidak kejatahan pekerjaan lain."

Roumeli mengisi data peminjaman pada layar hologram di atas meja sang pustakawati. Dari banyaknya daftar riwayat itu hanya ada nama Roumeli seorang diri. Setelah membereskan urusannya, Roumeli pamit keluar meninggalkan pustakawati yang mengunci perpustakaan dengan sidik jari. Tahu-tahu, pustakawati itu kembali merenung.

"Seandainya masih ada lowongan di Grand Pals, tentu aku sedang berada di sana sekarang. Siapa yang tidak mau bekerja di surga dunia?"

[]

Horizon [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang