CHAPTER 13

55 22 4
                                    


23.57

Tok tik tok tik, suara detik jam.

Pukul 23.57 aku berada di kamarku, ditemani oleh redupnya cahaya lampion. Rasa kantuk yang tadi menyerang kini tiba-tiba saja menghilang. Sial! aku tidak bisa tidur, sudah berkali-kali aku membalikkan badan untuk mencari posisi yang nyaman. Tetapi sama saja aku masih belum bisa tidur. Mungkin saat ini yang bisa kulakukan hanyalah mendengarkan suara detik jam hingga sang surya menampakkan diri. 

Aku sempat memikirkan hal gila, bagaimana jika aku keluar rumah secara diam-diam tanpa membangunkan bunda? lalu pergi ke suatu tempat kesukaanku yakni pohon beringin yang terletak di belakang lapangan desaku hanya untuk sekedar menghilangkan rasa bosan. Tapi, kurasa rencana ini tidak akan berjalan mulus, yang ada malah aku ketahuan bunda dan aku akan benar-benar dikurung dalam sangkar seribu abad lamanya. Arrgh! jangan sampai mimpi buruk itu terjadi. 

00.00

Aku membuka jendela kamarku dan menikmati semilir angin malam, dan tak lepas dari pemandangan desa yang masih begitu gelap dan sepi. Kudapati ada beberapa orang yang berdiri di tengah sawah. Entahlah, apa yang dipikirkan oleh mereka? mengapa mereka tidak pergi untuk tidur bukankah ini sudah larut malam?

Apakah kalian tahu siapa mereka?

Tanpa aku beri tahu tentunya kalian sudah tahu bahwa merekalah yang disebut dengan orang-orangan sawah. Tugas mereka hanyalah berdiri di sana selama 24 jam untuk mengelabui para burung pengganggu. Mereka tak makan dan minum, tidak tidur dan selalu gagah berdiri  di tempat yang sama. Selain itu mereka tidak di gaji sedikitpun.

Orang-orangan sawah hanyalah benda mati, tetapi setidaknya mereka berguna bagi para petani. Sedangkan yang bernyawa juga belum tentu berguna bagi orang lain, seperti kita ini contohnya. Haha ayolah, aku hanya bercanda. Semoga kita bisa menjadi sesuatu yang berguna terhadap apapun yang ada disekitar kita, dan jangan sampai kita menjadi bahan olokan oleh para orang-orangan sawah itu, hahaha yang benar saja.

Hemm aku rasa ini sudah cukup, aku berusaha mencoba lagi untuk tidur. Tetapi baru beberapa menit aku memejamkan mataku, muncullah sebuah ganguan yakni terdengar seperti ada yang memanggilku dengan suara yang begitu halus dan pelan,  Suara itu berasal dari belakang.

"Antonius...."

"Siapa disana!?"

"Antonius..., kemarilah!"

"Hey! Siapa itu?" Bulu kuduk ku mulai berdiri.

"Oh Anton..., kemarilah tak usah takut."

"Dasar pengecut! kalau berani tampakkan wajahmu, jangan bersembunyi!!"

"HAHAHA, bukankah kau yang pengecut?" suara yang tak asing lagi.

"Kk..kau! kenapa kau ada disin..."

"Sssssst... kecilkan volume bicaramu bocah bawel, jangan sampai menganggu bundamu yang sedang tertidur." Ujarnya.

"Ell...Ellena, bagaimana kau bisa ada disini?"

"Heh bocah bawel, ini sudah terlalu larut dan kau masih belum tidur?"

"ck," aku berdecak kesal, "kenapa kau selalu suka mengalihkan pembicaraan?"

"Apa maksudmu Antonius Jaka Samudro?"

"Ah sudahlah, jangan berpura-pura bodoh!"

"Kau membentakku..." Ucapnya lirih.

"Ee..emm ti.. tidak Ellena aku tidak bermaksud..."

"Kau membentakku..." potongnya

"Maafkan aku Ellena... aku tak sengaja membentakmu tadi, mungkin karena..."

"Antonius Jaka Samudro, aku kesini hanya ingin menyampaikan sesuatu," dengan tatapan serius, " ingatlah pesanku ini." Sambungnya.

"Apa yang ingin kau sampaikan?"

"Tak perlu ada yang disesali semua itu sudah terjadi, jangan ada kebencian, hati yang terluka bisa disembuhkan namun bekas luka dihati sulit untuk dihilangkan."

"Apa maksud itu semua?"

"Antonius..., waktuku tidak banyak lagi, kini saatnya aku pergi."

"Ellena... jangan pergi dulu!" Aku mencegahnya," kau belum menjawab pertanyaanku, bagaimana kau bisa ada disini?"

"karena aku juga berada dipikiranmu." Jawabnya singkat.

"Ellena... tunggu!"

Dia perlahan hilang, aku berusaha meraihnya tetapi entah kenapa terasa berat sekali rasanya untuk melangkah mendekatinya. Kakiku seolah-olah lengket dan susah untuk digerakkan.

"Sudahlah Antonius, jika kau terlalu memaksakan diri akan terasa lebih berat lagi."

"Tidak, aku pasti bisa melakukannya arrrghh...!"

"Selamat malam Antonius semoga kita dapat bertemu lagi, daah."

"Tidak! Ellena, tungg..."

Kriiing! Kriiing! Kriiing!

"Arrgh! Huh..huh..huh... ternyata ini hanya mimpi." Aku berusaha menenangkan diri aku masih bingung dengan apa yang terjadi.

Ini bukan yang pertama kalinya, tapi ini sudah jadi yang kedua kalinya. Bagaimana bisa kejadian semacam ini terulang lagi. Fyuuh, sungguh melelahkan! Tentunya aku tidak dapat menikmati tidur malamku dengan nyenyak. Sial! Aku selalu merasa di hantui olehnya, dan aku tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi padaku.

Tok tok tok

"Selamat pagi sayangku, apakah bunda boleh masuk?"

Kriiieek. Suara pintu yang terbuka olehku.

"Selamat pagi juga bunda, silahkan masuk."

"Wajahmu terlihat seperti orang yang baru saja melihat hantu, apakah kau baik-baik saja sayangku?"

"Fyuuh...," aku menghembuskan nafas, "tidak untuk semalam bunda, aku baru saja mengalami mimpi aneh."

"Hemm, makanya kalau mau tidur jangan lupa baca doa."

"Iya buund."

"Tak perlu ada yang disesali semua itu sudah terjadi, jangan ada kebencian, hati yang terluka bisa disembuhkan namun bekas luka dihati sulit untuk dihilangkan."

 Ucapku lirih mengingat apa yang telah di sampaikan oleh gadis misterius itu.

"Sayangku, apa yang kau bicarakan?"

"Emm, tidak bundaku yang cantik."

"Iih bisa aja kamu" Ucap bunda.

Ellena, Ellena,dan Ellena. Seorang gadis misterius yang selalu menghantui Antonius Jaka Samudro. Atau justru sebaliknya, Antonius lah yang selalu memikirkan gadis misterius itu sehingga dia selalu ada dipikirannya. Untuk kedua kalinya Antonius bertemu gadis itu di alam mimpi. Tentu hal ini sangatlah mengganggu bagi Antonius. Apakah ini hanya sebuah kebetulan? Atau ada suatu rahasia yang ingin disampaikan oleh gadis itu kepada Antonius?

Jika kau ingin tahu lebih lanjut

Jangan lupa! Simak Chapter berikutnya!




Gadis Kecil BelandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang