Epilog

502 58 16
                                    

Pemuda dengan sebuket bunga berjalan melewati daerah perkotaan yang kini terlihat berbeda dari 5 tahun yang lalu.

Apartemen dan gedung pencakar langit mulai dibangun di sini. Semak belukar dan pohon-pohon rindang sudah menjadi lahan pembangunan. Juga jalan yang berlubang-lubang kini telah digantikan dengan aspal yang keras nan kokoh.

Namun, ada yang tak berubah sampai sekarang. Seperti toko pernak pernik tempat ia membeli kado untuk Thornie dan juga toko bunga dengan kecantikan bunga matahari yang senantiasa menyapa para pembeli.

Sejak 5 tahun yang lalu, Solar pergi ke Jepang untuk mengikuti pelatihan kedokteran di sana. Sangat lama, dan itu sungguh menyiksa. Baik Thornie maupun Solar, mereka sama-sama merasa rindu, namun keduanya tak berani mengatakannya.

Apalagi disaat Thornie menyusun skripsi, Solar tidak menerima pesan singkat dari Thornie. Itu karena Gempa dan yang lain menyuruh Thornie agar lebih fokus pada skripsinya dibanding Solar.

"Kak Solar, ini Thornie... Kak Gempa gak mau pinjemin Thornie ponselnya, jadi Thornie harus menelpon Kak Solar lewat ponsel Kak Fang. Thornie lagi menyusun skripsi, mungkin bentar lagi Thornie wisuda hehe... Doain Thornie ya, Kak!"

Itulah terakhir kali Thornie menelponnya secara diam-diam. Solar pun menyemangatinya saat itu dan Thornie pun bisa menyelesaikan skripsinya dengan cepat.

Solar dapat kabar dari Fang, Thornie sudah wisuda, meski nilainya tidak terlalu tinggi, tapi untuk anak seperti Thornie itu sudah luar biasa.

Walau dengan penyakitnya itu, akhirnya Thornie bisa melanjutkan Sekolah Menengah Atas dan bisa lanjut ke perguruan tinggi saat ini. Perasaan Solar seolah tak terbendung saat mengetahui itu. Ia sangat kagum dengan antusiasme gadis itu dalam mencari ilmu.

Dan akhirnya, Solar bisa kembali ke tempat kelahirannya dan pergi menemui gadisnya itu.

Kini, kediaman orang yang ingin ia temui sudah di hadapannya. Berkali-kali rekaan percakapan yang dapat mungkin terjadi jika ia langsung mengetuk pintu dan menyerahkan bunga itu pada gadis bernetra cokelat. Meski begitu, jantung yang berdebar-debar ini justru membuat dirinya gugup.

Setelah meyakinkan dirinya, ia pun mulai mengetuk pintu kayu berwarna cokelat kemerahan itu.

Cklekk

Pintu terbuka setelah Solar mengetuk. Kemudian muncullah pemuda seusianya yang mengenakan kaos oblong hitam dengan sarung bermotif kotak-kotak. Melihat itu, Solar langsung menyembunyikan sebuket bunga itu dibelakang tubuhnya.

"Eh? Solar?" ucap pemuda itu keheranan. Manik cokelat keemasan itu tampak sedikit terkejut, namun selengkung senyum ramah itu membuat Solar merasa disambut dengan baik olehnya.

"Ah! Gempa. Lama tak berjumpa," sapa Solar dengan senyuman yang tak kalah ramah.

"Iya. Ada apa datang kemari? Dan apa yang kau sembunyikan itu?" pertanyaan Gempa membuat Solar bingung harus bicara apa.

"Ehehe.. Itu.. Aku..." Solar berusaha mencari kata-kata yang tepat saat ini. Kalau ia bilang untuk menemui Thornie dan menyerahkan sebuket bunga, itu bukankah terlalu berlebihan? Tidak mungkin pula ia bilang ingin bertemu Gempa dan yang ada dibelakangnya itu untuk pemuda itu. Bisa-bisa langsung ditolak mentah-mentah untuk jadi adik iparnya.

"Se-sebenarnya.. Eh?!"

Sebelum Solar sempat menjelaskan, tiba-tiba ada seseorang mengambil bunga-bunga itu dari tangan Solar.

"Wah! Bunganya cantik! Apa ini untuk Thornie?" sebelum menjawab Solar pun dapat menghela napas lega. Jika saja itu salah satu dari Kakak-kakak Thornie yang mengambilnya, ia bersumpah akan menenggelamkan dirinya di selokan terdekat. Untunglah Thornie yang mendapatkannya, jika tidak, ia akan benar-benar melaksanakan sumpahnya.

LIVE  or  EVIL (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang