10. 5 Menit

450 60 19
                                    

Thornie terbaring di lantai. Maniknya terus melihat langit-langit. Ia kini tersenyum dan sedikit tertawa. Ia merasa bahagia hari ini. Pasalnya, esok adalah hari istimewanya.

"Kak Solar suka apa, ya? Apa Kak Solar suka bunga Matahari? Atau bunga Anggrek seperti yang Thornie suka?" tanya Thornie bergelud dengan pikirannya sendiri.

Thornie membalikkan tubuhnya, menatap buku gambar dan beberapa pensil tergeletak tak jauh di hadapannya. Dengan sedikit menggerakkan tubuhnya, ia berhasil meraih pensil dan buku gambar itu.

Tangannya menggenggam pensil itu dan mulai menorehkan imajinasinya. Meski agak lama, ia berhasil menggambar sebuah bunga Matahari yang lumayan bagus. Senyumnya mengembang dan ia pun memeluk buku gambar itu.

Thornie menatap lukisan itu terus-menerus seakan ia sedang menatap seseorang yang selalu menemani hari-harinya sekarang.

Teringat lagi saat Solar mengatakan dirinya adalah kebahagian Solar, membuat semburat merah mampir di pipinya.

Kenapa saat itu tangisnya malah semakin menjadi? Arghh! Thornie jadi bingung sendiri.

Dan juga saat dirinya mengatakan bahwa ia menyayangi pemuda itu, membuat ia menutup wajahnya yang sudah memerah karena malu. Thornie saja tidak tahu maksud dari perkataannya.

Awalnya Thornie berpikir ia mulai menyayangi Solar seperti ia menyayangi kakak-kakaknya. Tapi, ini berbeda. Dirasakan jantungnya berdegub kencang, serta senyumnya yang selalu mengembang melihat Solar. Apa masksud dari perasaan ini? Thornie tidak mengerti.

"Thornie? Kamu kenapa di situ?" suara itu membuat Thornie langsung merubah posisinya menjadi posisi duduk. "Kak Solar?? Tumben cepat pulang," ujar Thornie senang, kemudian menghampiri Solar yang menatapnya lekat.

Setelah berada di hadapan Solar, Thornie melambaikan tangannya di depan wajah Solar. Solar tampak tak bergeming. Manik abu-abu itu terus menatapnya lekat-lekat.

"Kak Solar? Halo?? Apa ada Kak So---"

Greepp

"Maaf," bisik Solar setelah membawa Thornie di dekapannya. Tentu saja itu membuat Thornie terkejut dan kini wajahnya memerah.

"K-kak---"

"5 menit saja," ujar Si netra abu-abu itu membuat Thornie membatu. Solar semakin mengeratkan pelukannya pada gadis mungil itu.

Perlahan senyum lembut dan menenangkan terukir di wajah Thornie yang memerah. Dibalasnya pelukan itu sembari mengelus pelan rambut belakang Solar.

Entah berapa lama Solar memeluknya, tapi ini jelas sudah lebih dari 5 menit. Dirasakanya badan Solar bergetar dan isakan tangis yang ditahan berhasil ditangkap indra Thornie.

"Jangan menangis, Kak," gumam Thornie lirih. Entah Solar mendengarkannya atau tidak, ia harap tidak.

Ia masih ingat saat Solar juga mendekapnya dulu. Di saat perasaannya kelabu, Sang cahaya datang padanya, menyelimutinya dengan kehangatan yang memang ia butuhkan saat itu.

Kini, Thornie ingin menjadi Sang cahaya yang menyelimuti Solar. Ia berharap waktu berhenti sebentar agar ia bisa terus memberikan kehangatan padanya yang selalu menyelimutinya dengan kebahagian ini. Namun, waktu berkata lain.

Solar segera melepaskan pelukannya. Thornie lihat Solar menghapus air matanya dengan kasar.

Dengan raut wajah khawatir, Thornie meraih wajah pemuda itu, kemudian menyapu pelan air matanya. Senyum pada bibir kecil itu terukir, "Kak Solar senyum dong! Kalau kata Kak Upan, senyum dapat menambah kadar ketampanan atau kecantikan seseorang. Ayo, senyum~" hibur Thornie.

LIVE  or  EVIL (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang