06. Terikat

529 72 10
                                    

Untuk lebih nyentuh lagi sama cerita ini, boleh dihidupin lagu diatas yaaa!!

Selamat membacaaaa

Solar mulai khawatir dengan Thornie. Pasalnya, ini sudah menjelang pagi dan Thornie masih belum sadar.

Ia menatap wajah teduh Thornie yang tampak pucat. Sekali lagi, ia merasa amat sangat menyesal dengan perilakunya tadi malam.

Seharusnya ia langsung mengecek keadaan Thornie. Tapi, kekhawatiran dan kekesalan sudah menghampirinya duluan hingga ia tidak bisa berpikir jernih.

Solar menggenggam tangan mungil Thornie. Berharap ada keajaiban yang dapat membuka mata Thornie kembali.

"Tolong.. Bangunlah.." lirih Solar mengecup punggung tangan Thornie, lalu menggenggamnya erat seolah tak ingin berpisah dengannya.

Akhirnya, ada keajaiban. Jari jemari Thornie mulai bergerak. Solar tak dapat menyembunyikan senyuman di wajahnya. Namun, senyumannya itu digantikan dengan kekhawatiran lagi.

Thornie tampak menangis sambil memanggil kakaknya, Thron. Tidurnya tampak tidak tenang.

Solar yang tak tahan lagi dengan Thornie yang tampak tersiksa itu memilih untuk membangunkannya.

"Thornie! Thornie!" panggil Solar sambil menepuk pelan kedua pipi Thornie. Tapi, Thornie tampaknya enggan membuka matanya. Ia terus menangis dan menangis. Entah apa yang ada di di bawah alam sadarnya, tapi Solar yakin itu adalah mimpi yang sangat buruk baginya.

"THORNIE!!!" Thornie tersentak. Matanya langsung terbuka lebar dengan air mata yang masih berjatuhan. Ia langsung duduk dan memegangi kepalanya. Menangis tersedu-sedu tanpa sadar akan keberadaan Solar di sampingnya.

Solar hendak mengelus puncak kepala Thornie, tapi ia urungkan dan memilih mengambil makanan untuk Thornie.

Solar menuruni tangga dan mulai memasuki dapur. Ia mulai memasak seadanya. Yang penting baginya sekarang adalah Thornie baik-baik saja bersama dirinya.

Solar menatap sup yang ia masak dengan tatapan kosong. Wajah Thornie terbayang di dalam pikirannya. Entah mengapa akhir-akhir ini Solar selalu memikirkan Thornie. Senyumannya, manik cokelatnya yang berbinar, dan hal-hal lain tentang Thornie.

Apa ia harus mengembalikan Thornie pada kakak-kakaknya dan menyerahkan dirinya pada polisi? Atau tetap bersikap egois agar Thornie tetap bersama dengan dirinya?

Solar menghela napas panjang. Ia mulai berpikir, apa tujuannya dulu menculik adik bungsunya Halilintar.

Ia berpikir kalau menculik Thornie akan membuat Halilintar putus asa, tapi malah membuat keadaan Gempa memburuk karena khawatir dengan Thornie. Awalnya ia ingin membuat Thornie tersiksa hidup bersama dengan dirinya, kini malah ia sangat terikat dengan gadis itu.

Bodoh. Itulah yang Solar pikirkan.

"Kak Solaarrr!!!!!"

Solar terbangun dari lamunannya. Thornie terus saja memanggil dirinya. Solar pun mematikan kompor dan sedikit berlari menghampiri Thornie berada.

Solar terkejut bukan main. Kini ia melihat Thornie menuruni tangga dengan tertatih-tatih. Tangan kanannya terus memegang perutnya. Dan tangan kirinya ia biarkan menjuntai, bukannya memegang pegangan tangga.

Solar langsung berlari, menaiki tangga dengan cepat. Belum sampai ia dihadapan Thornie, Thornie mulai kehilangan keseimbangannya.

Greep

Untung saja Solar tepat waktu. Ia segera menangkap tubuh mungil itu sebelum terjatuh.

"Sudah ku bilang, jangan bergerak!! Tubuhmu masih lemah," Thornie menggeleng lemah, tangannya ia julurkan ke langit-langit. "Thornie... Gak.. Pa.. Pa.. Kok," ujar Thornie dengan senyum yang dipaksakan.

LIVE  or  EVIL (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang