13. Pasti Ada

431 66 21
                                    

Manik cokelat itu terus melihat ke arah jendela, berharap waktu terulang lagi. Berharap ia bisa bertemu dengan orang yang memberinya kehangatan dan kebahagian.

"Kak Solar, apa Thornie boleh cerita sebentar?" tanya Thornie pada sepasang jepit rambut yang ia pegang.

"Ibu pernah bilang, Kak Thorn selalu sendirian karena ia tak punya kembaran seperti yang lain. Kak Thorn jadi lebih sering bercerita dengan tanaman yang ia temui," Thornie terkekeh pelan. Teringat lagi dengan sosok Thorn yang selalu mengajaknya berkenalan dengan tanaman yang baru ia tanam. Thornie yang saat itu masih kecil hanya menuruti Thorn dan ia pun jadi menyukai tanaman seperti kakaknya itu.

"Saat Thornie lahir, Kak Thorn sangat bahagia. Bahkan, nama Thornie sendiri adalah nama yang ia berikan," setetes air mata mulai jatuh disertai dengan senyuman miris. Teringat lagi saat detik terakhir ia didekap oleh Thorn. Saat itu ia berpikir, kenapa bukan dia saja yang mati?

"Kak Thorn selalu bersama Thornie. Berbagi kisah suka dan duka, saling memahami satu sama lain. Thornie sangat bahagia, begitu juga Kak Thorn. Pada akhirnya, Thornie kehilangan Kak Thorn saat kecelakaan beberapa tahun yang lalu," butiran-butiran bening itu terus berjatuhan. Dengan kasar ia menghapus jejak air matanya.

"Setelah itu, Kak Solar datang. Thornie yang saat itu hampir kehilangan maknanya hidup, tidak melawan saat Kak Solar membawa Thornie pergi. Dan... Thornie.. Tidak menyesalinya," isak tangis mulai terdengar. Berapa kalipun ia menghapusnya, air mata itu terus menerobos kelopak matanya.

"I-itu karena.. Ka-kak Solar... Kebahagiaan T-thornie," sambung Thornie lagi.

Thornie meringkuk, memeluk dirinya sendiri. Tubuhnya kembali bergetar. Pertahanannya telah roboh. Thornie hanya bisa menangis dan menangis, meluapkan kerinduannya pada Si kebahagiaannya, Solar Light.

"Pa-pada ak-akhirnya... Akhir ba-hagia i-itu.. Tid-dak a-da," ucapnya terbata-bata karena isakan tangisnya.

Jika ia bisa memutar ulang waktu, apa ia boleh menghentikan dirinya saat itu agar tidak mengintip jendela, lalu membuka pintu dan mendapati Blaze di sana?

Apa boleh ia kembali pada saat ia sedang memotong wortel di sore itu bersama Solar?

Apa boleh ia kembali dengan kebahagiaannya?

Thornie harap, Ya.

Sebuah telapak tangan menyentuh puncak kepalanya, membuat Thornie mendongak melihat siapa pemilik tangan tersebut.

"Apa boleh Kak Ice menemani Thornie di sini?" tanya pemuda beriris biru muda dengan senyuman khasnya. Anggukan dari Thornie pun menjadi jawaban pemuda itu.

Ice duduk di sebelah adik bungsunya yang menangis sedikit terisak. Ice yang melihat itu membentangkan kedua tangannya seperti saat Thorn hendak menenangkan adiknya yang satu ini.

"Butuh pelukan?"

Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan lagi. Thornie pun memeluk Ice dan menangis sejadi-jadinya. Ice hanya mampu tersenyum dan mengelus surai gadis itu lembut.

"Thornie, akhir bahagia itu pasti ada, tergantung bagaimana kamu memandangnya. Seperti saat ini, Kak Ice bahagia bisa memeluk Thornie lagi. Yang lain juga begitu. Apa kamu tidak merasakannya?" Ice mencoba membuka topik pembicaraan.

Thornie hanya diam, mencoba berpikir positif seperti Kakaknya yang terlalu santai ini.

"Tidak apa jika kamu merindukannya. Kak Ice mengerti memang sulit untuk melepaskan seseorang. Kak Ice juga paham dengan perasaan kamu," Ice mengacak gemas puncak kepala Thornie sambil terkekeh geli.

"Ternyata adikku ini sudah besar, ya?" Ice mengecup puncak kepala Thornie.

Thornie yang tidak mengerti maksud kata-kata pemuda itu mendongakkan kepalanya dan mendapati Ice yang sedang tersenyum.

LIVE  or  EVIL (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang