Satu

18.6K 1.9K 530
                                    

Cahaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cahaya

"Ya, kamu dapat panggilan ke Istana Merdeka."

Gue yang saat itu baru sampai di kantor sempat tertegun sebentar. Panggilan ke Istana? Ngapain? Buat apa seorang intel militer seperti gue dipanggil ke tempat terhormat seperti itu?

"Sendiri, pak?" Tanya gue yang urung menaruh tas ke atas meja, "Duh, mana saya gak pake baju dinas upacara lagi, cuma pakai kaos latihan."

"Sendiri aja, nggak apa-apa toh kayaknya bukan dalam rangka pemanggilan formal. Kalau bisa secepatnya kamu berangkat."

Jarak dari Kalibata ke Istana Merdeka jelas nggak dekat. Apalagi di jam sepagi ini, gue gak bisa menjamin bahwa gue akan tiba ke sana dalam waktu singkat. Tadinya mau naik taksi, tapi untung aja salah satu kawan dari unit yang sama dengan gue baru datang dengan kendaraan roda dua sehingga gue langsung pergi setelah meminjamnya.

Jakarta kebanyakan debu halus, gak heran kalau langit yang harusnya biru cerah jadi sedikit abu-abu seperti tertutup kabut. Maklum, volume kendaraan di kota terpadat yang Indonesia miliki ini gak main-main jumlahnya. Maka gak heran juga kalau sisa pembakarannya jadi polusi yang lumayan serius bagi ekosistem lingkungan.

Pemeriksaan di pos jaga pintu masuk Istana terbilang sangat ketat. Karena tidak memiliki surat undangan resmi, gue harus tertahan selama beberapa menit sampai anggota keamanan itu mengkonfirmasi kedatangan gue pada VVIP secara langsung. Gue dikawal dua orang petugas, mungkin takut gue nyasar atau macem-macem kali ya padahal sebenernya muka gue gemesin banget gak kayak tentara-tentara pada umumnya.

"Mohon ditunggu, nanti ajudan presiden akan mengawal kalian masuk." Pesan salah satu yang lumayan ganteng itu. Tapi emang rata-rata Paspampres disini ganteng-ganteng sih, shining shimmering splendid kalau kata Zayn Malik mah.

Gue berdiri canggung diantara enam orang yang ada. Dua diantaranya pakai seragam dinas lengkap sementara yang lainnya nyaris gak punya persiapan seperti gue sekarang. Kenal? Enggak lah, meskipun beberapa dari mereka ada yang gak asing kayak pernah liat gitu.

"Saya Serma Zain." Yang tadi kata gue pakai seragam dinas itu memperkenalkan secara tiba-tiba.

"Lettu Cahaya."

Dalam waktu kurang dari satu detik, laki-laki itu langsung menegapkan badan dan memberikan hormat kepada gue. Secepat mungkin gue membalasnya, namun juga meminta kepadanya supaya nggak perlu kaku-kaku amat. Disusul satu kawannya yang ikut memperkenalkan diri, Sertu Bintang katanya.

"Kalian berdua dapet undangan dari Istana juga? Tugas di mana?"

"Iya bu, tugas di Mako Utama Cijantung."

Oh, Kopassus ternyata.

Herannya, cuma dua orang ini aja yang ngajak ngobrol dan menyapa. Sementara sisanya seperti sibuk dengan urusan masing-masing dengan ponsel atau sekedar menikmati suasana Istana Merdeka. Gue juga bukan gak mau nyapa sih, tapi mereka kayak gak mau diganggu aja jadi mending ikut diem.

KRISAN PUTIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang