Dua

10.5K 1.6K 221
                                    

Patih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Patih

Pukul 22.12 WIB, Hutan Mangrove Pesisir Karawang, Jawa Barat.

"Komunikasi ke markas BAIS gimana? Terkoneksi?"

"Siap, terkoneksi. Tetapi jangkauan drone hanya bisa sampai radius 100 meter."

Gue melihat layar kecil yang menampilkan hasil tangkapan dari kamera drone. Cahaya tampak merekatkan sarung tangannya lalu menggerakkan jari-jarinya— entah apa tujuannya.

"Stop, Nik." Gue memberikan kode hingga kamera drone berhenti di satu titik, "Itu gedung apa? Bisa zoom in gak? Saya ngeliat ada lampu dan orang kayaknya."

Niko menurut, dia memperbesar zoom kameranya sampai batas paling maksimal. "Ini saya gak salah lihat kan? Itu yang jaga pintu depan, dia pakai seragam tempur hitam?"

Beberapa orang mendekat untuk memastikan apa yang gue simpulkan. "Iya sepertinya, dia bawa senjata juga." Kata Pras.

"Oke, kita asumsikan sandera berada di sana. Nik, ini berapa meter dari kita?"

"Kurang lebih tujuh puluh meter ke arah barat."

"Nik, kamu stand by di sini. Pantau kita lewat drone dan stabilkan posisi. Kita akan masuk dalam 10 menit, kalau terjadi sesuatu pada kita ... jangan bergerak sendiri, hubungi markas segera." Pesan Cahaya. "Pras, pimpin jalan. Bintang, siaga di barisan belakang."

Pras mengangguk, karena kondisi yang gelap kita semua mesti memakai night vision device supaya pandangan tidak terhambat. Pergerakan nyaris tanpa suara. Gue yang sudah beberapa tahun tidak terjun ke misi lapangan tiba-tiba merasakan lagi bagaimana sensasi operasi khusus yang selalu mendebarkan. Setiap orang tampak bersiaga dengan pandangan yang selalu mengedar. Hutan Mangrove yang tidak terlalu sehat karena sering tercemar minyak murni dari lautan ini berhasil kita lewati hingga kini kita semua tengah berjalan di bibir pantai yang tenang.

Pras memberikan aba-aba dari depan untuk terus maju. Ketika jarak kami dengan bangunan tua berbahan kayu itu tinggal dua puluh meter lagi, semua orang mencari posisi aman untuk sembunyi sebelum memberikan serangan.

Telunjuk dan jari tengah Cahaya terarah pada Bintang, bergiliran dengan penjaga yang tengah bersiaga di depan bangunan sebagai kode untuk meluncurkan serangan pertama. 

Senapan Bintang yang dilengkapi peredam hingga hampir tidak memiliki suara itu melesat menuju sasaran. Tepat berhenti di dadanya, namun alih-alih tumbang, lelaki berseragam tempur hitam dengan penutup wajah dan atribut lengkap itu kembali berdiri hingga Bintang mesti menyerangnya beberapa kali.

Keributan terjadi, sesuai dugaan orang-orang ini bukanlah orang sembarangan. Mungkin si penjaga memberikan tanda bahaya kepada rekannya sehingga kini orang-orang berseragam sama berhamburan dari dalam bangunan tua itu. Dengan arahan Cahaya, kami menampakkan diri dari persembunyian dan langsung melayangkan serbuan tembakan.

KRISAN PUTIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang