Sorry for typo(s)
Setiap hari, usia akan bertambah dan hal tersebut menjadi ketakutan bagi beberapa orang. Kehidupan terus berjalan, siap atau tidak dengan apa yang terjadi. Termasuk Renjun yang sudah menginjak usia dewasa, yang dikhawatirkannya bukanlah diri sendiri melainkan dua sosok paling berharga sedang tumbuh di depan mata.Jemari pemuda itu sibuk mengeringkan surai dengan handuk kecil sedangkan maniknya mengamati tempelan foto-foto yang ada di dinding. Senyumnya terukir melihat bagaimana adik-adiknya tumbuh.
Kedua alis Renjun terangkat ketika mendengar pintu terbuka, ia tertawa kecil melihat Maminya datang membawa secangkir teh panas.
"Renjunnya Mami sudah dewasa," lirih wanita tersebut sembari memeluk sang putra sulung di sana, "Terima kasih sudah hadir ya? Terima kasih sudah menjadi anak yang berbakti dan menjadi kakak yang hebat."
Tangan pemuda Park itu melingkar pada pinggang sang ibu yang mengenakan gaun maroonnya — hadiah ulang tahun dari Renjun dulu. Penuturan beliau tadi membuat hatinya menghangat dengan senyum tipis yang bersembunyi pada pelukan tersebut.
"Terima kasih juga, Mami. Sudah mau menerima Renjun."
Kening wanita itu berkerut, melepas pelukan tersebut dengan tatapan tak setuju atas kalimat yang dilontarkan oleh Renjun baru saja. Alis beliau bertaut seraya menggelengkan kepala, yang mana justru membuat anak itu tertawa kecil.
Sebelum berhasil memprotes, keduanya menoleh ke belakang ketika mendengar decitan pintu yang terbuka. Sang kepala keluarga masuk dengan senyum mengembang, Renjun menggaruk tengkuknya canggung, tetapi tetap membalas pelukan sang ayah yang terasa begitu besar dalam dekapannya.
"Anak Ayah, Renjunie..."
Maniknya terpejam merasakan kehangatan pelukan beliau.
"Ayah selalu bersyukur di setiap ulang tahunmu, kau masih ada di sini dalam keadaan sehat. Ayah tidak tahu kalau tidak ada Renjun, hidup Ayah akan bagaimana. Semua karena Renjun."
Tangan anak itu refleks memukul perut Ayahnya dengan pelan, penuturan beliau tadi sangatlah berlebihan.
"Kalau tidak ada Renjun, Ayah akan jadi orang jahat."
Dan kalimat tersebut membuat tubuhnya membeku, masih dalam dekapan sang ayah tetapi manik Renjun tertuju pada foto-foto kedua adik kembarnya di sana.
***
Saat pukul sembilan pagi, Wendy yang tengah membersihkan dapur dan menyisihkan makan pagi si kembar terkejut mendengar suara langkah kaki yang bersahutan dengan diikuti teriakan khas anak kecil. Senyumnya terukir melihat dua bungsu yang masih memakai piyama.
Haechan yang lebih tua lima menit dengan surai hitam acak-acakan membawa mobil Optimus Prime lalu tangan kanannya menggandeng jemari sang adik — Jaemin yang membersihkan air liur dengan punggung tangan. Penampilan si kembar bangun tidur mirip seperti mereka selesai bertarung dengan monster — sangat berantakan.
Manik si kembar mengedar seakan mencari keberadaan seseorang, dua anak berusia lima belas tahun itu saling bertukar pandang bingung.
"INJUN HYUNG!" teriak Haechan di sana.
"Hyungie sudah berangkat ke kampus, Nak. Lihat, sudah jam berapa sekarang?"
"LHOOO! ECHAN BELUM CIUM INJUN HYUNG, MAMIIII!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Milý✓
FanfictionKetika Haechan dan Jaemin diberi pertanyaan, siapa yang paling disayang di dunia ini? Mereka tidak akan ragu untuk menjawab, Renjun - sang kakak tersayang.