1.

622 70 16
                                    

Di tempatku tinggal ada sebuah mitos entah benar atau tidak. Ada sosok penghuni gunung. Dia mendiami puncak. Terisolir dari jejak manusia. Siluman macan putih. Kata sesepuh, dia bukanlah hewan. Dia seorang jin yang bisa berubah ke bentuk apa saja. Namun, lebih sering dan tertangkap mata adalah macan putih. Dia tidak menganggu manusia. Jika terlihat oleh matapun, dalam sekejab bayangannya akan hilang. Hingga orang sering bingung dan bertanya-tanya. Ada yang percaya dan ada juga yang tidak. Tergantung keyakinan masing-masing. Dan aku memilih menghormatinya sebagai tradisi budaya. Tidak mempercayai terlalu berlebihan sampai menyembah dan menyajikan sesajen dan tidak juga menganggap takhayul. Karena sejatinya, aku hidup dalam keberagaman budaya dan tradisi. Maka aku berada di tengah-tengah.

Aku dan teman kuliahku. Berencana untuk camping beberapa hari . Sebagai pengisi waktu libur kuliah. Dan pilihan kami jatuh pada Bukit Barisan. Tempat yang berdekatan dengan asalku tinggal. Pagi tadi kami baru tiba di dusun ini. Bertujuh. Reo, Aksa, Juna, Kevin, Lili, Fanesha (Fani), dan aku. Dengan menggunakan mobil sebagai kendaraan perjalanan. Tas gunung sudah melekat di punggung. Rasanya aku semakin bungkuk saja. Sinar matahari belumlah terik. Hari baru pukul 9 pagi. Dan beberapa temanku sudah siap dengan perbekalan mereka.

Kami berdoa terlebih dulu. Lalu penjaga kunci bukit ini memberi petuah pada kami. Jangan membuang sampah sembarangan. Jangan merusak apapun. Jangan melakukan hal tidak pantas disana. Jaga lisan. Dan sering-sering berdoa.

Lalu jam setengah sepuluh kami sudah berangkat. Mulai memasuki hutan di kaki gunung. Kevin menghidupkan kamera. Merekam wajah kami satu persatu setelahnya terfokus ke wajahnya seorang. Dia memang sosok yang terlalu percaya diri. Dan dia mengakui ketampanannya. Walau sebenarnya yang paling tampan disini adalah Juna. Kevin hanya menang di kulit putihnya. Sementara Juna terlihat macho dengan kulit eksotis kecoklatan dan otot di lengan. Memang pantas dia selalu dijadikan ketua kelompok baik di organisasi atau kelompok tugas kelas. Aura ketegasannya dominan dengan kuat.

"Hai, kalian pasti iri. Kami sudah memasuki area bukit. Bertamasya ke alam bebas ternyata rasanya menakjubkan. Banyak pohon. Udara sejuk. Dan pastinya sunset! Coba bayangkan bagaimana melihat matahari terbit secara nyata dan tenggelam. Pasti sangat luar biasa. Dan kalian para kutu buku dan hanya berkutat pada tempat kuliah dan kos-kosan. Sangat merugi....bla...bla...bla..."

"Berisik. Seharusnya dia tidak diajak. Suaranya mencemari udara." Bisik Fani di dekatku. Aku terkekeh sebagai tanggapan.

"Aku mendengarmu Fani. Ini, wanita yang selalu syirik dengan kebahagiaan orang lain."

Kevin menyorot wajah Fani dengan zoom yang berlebihan. Aku terkikik melihat Kevin memperlihatkannya padaku. Karena tubuh kevin tepat di sampingku sehingga aku leluasa melihat apa saja yang ia rekam.

Sedangkan Fani terus menangkis kamera yang tersorot ke arahnya. Wajah wanita itu memerah menahan marah. Dan siap-siap saja, lengkingan Fani akan menguar di udara.
"Kevin brengsek! Matikam kameramu atau ku patahkan!"

"Hei kalian!" Suara tegap membuat Fani, Kevin berhenti dan aku ikut menoleh bersama mereka.

"Hentikan. Dan Fani, apakah kau tidak ingat apa yang dikatakan bapak tadi? Tidak boleh mengumpat." Juna membidikkan mata legam dan tajamnya ke Fani dan Kevin.

"Tapi, Kevin yang mulai dulu!" Sergah Fani tak terimah.

"Kevin, jika tidak mau kami tinggal. Jangan melakukan hal yang tidak perlu."

Kevin mengangguk singkat. Menyimpan kameranya ke tas.
Mata Juna beralih ke arah ku. Apa? Aku merasa tidak berbuat kesalahan. Namun, dia hanya diam. Dan melirik ke arah teman-teman yang sempat berhenti karena ulah kevin dan Fani.

"Ayo."

***

Kamis, 25 Maret 2021

Vote dan komen yaaa 😊

Hai, hai, aku hadir membawa cerita baru lagi. Semoga suka.

Cerita ini tidak mengusik cerita lainnya karena sudah selesai ku tulis.

Cerita ini sudah sangaaaatttt laaamaaa ku tulis di catatan. Tahun 2018. Tapi nggak berani buat publish ke wattpad karena ini berkisah tentang kayak kepercayaan atau mitos di Indonesia. Tapi, sebenarnya sama aja sih, seperti werewolf atau vampir. Tapikan netizen Indonesia itu terkenal pedesnya. Giliran mahkluk astral luar mereka fine-fine aja tapi giliran makhluk mitos mereka sendiri pada ngajak war. Takut aja sih, semoga nggak ya 😊.

Semoga para reader disini pintar bisa mengambil hal baik dan membuang buruknya.

Dan ini hanya sekedar fiksi. FIKSI. OK?

kalau ada kesalahan dan masukkan aku sangat berterimakasih.

Bagai Bunian Merindukan Bulan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang