2.

350 61 3
                                    

Kami meneruskan langkah. Masuk ke dalaman rimbunan hutan. Semakin redup saja. Sinar matahari tertutupi oleh kanopi-kanopi hijau pohon yang lebat. Batang-batang pohon tumbuh makin merapat kian dalam kami masuk ke hutan ini. Jalan setapak sudah habis. Sehingga kami harus berhati-hati dengan cabang pohon yang tumbuh melintang di bahu jalan. Suasana sangat hening. Suara hewan tak terdengar satupun. Semak-semak di samping jalan bergerak-gerak. Kevin memekik dan merapat ke dekat Juna.

"Apa itu!"

Fani tersentak karena suara lengkingan Kevin. Ia mengusap gendang telinganya. Dan berkata dengan sebal, "Apakah kau bisa mengecilkan suaramu?! Lengkinganmu merusak gendang telingaku. Laki-laki kok suara perempuan."

"Hei, jaga mulutmu! Bagaimana jika di balik semak-semak itu ada hewan buas. Kau tidak pernah menonton tv apa? Macan biasanya mengintai mangsanya dengan bersembunyi di balik semak-semak!"

"Kau terlalu paranoid dan banyak menonton tv. Palingan itu hanya tikus."

"Tikus-tikus gigimu! Tikus hutan mana yang kurang kerjaan menggoyangkan semak-semak kecuali tikus rumahmu yang kau bawa kemari!"

"Kau--"

"Bisakah kalian diam. Dari tadi kalian ribut terus." Aksa menginterupsi. Pria berkaca mata itu membenarkan letak tas punggungnya. Lalu menghela napas panjang, aku tebak pasti karena beban berat di punggung. Aku pun tak sabar ingin beristirahat dan melepaskan penyiksaan ini dari punggungku.

"Dan biasanya, jika laki-laki dan perempuan yang sering ribut maka akan saling jatuh cinta ke depannya." Tambahnya lagi.

"Amit-amit!" Ucap Fani dan Kevin kompak.

Reo dan diriku yang daritadi tidak bersuara hanya mengamati keadaan. Juna memilih berjalan ke arah semak-semak. Melangkah dengan berani dan menyibak rimbunan dedaunan itu. Mempertontonkan pada kami apa yang ada di baliknya.

"Tuh kan, benar. Apa ku bilang." Seru Fani jumawa.

"Kok bisa ada tikus disana." Kevin heran sendiri. Dan menatap tikus itu yang mencicit dan berlari cepat dan hilang dibalik pohon.

"Tebakanku tidak mungkin meleset."

Kami melanjutkan perjalanan. Dibelakang ku Kevin dan Fani masih terlibat percakapan.

"Kalau begitu, di hutan ini pasti ada macan." Ujar kevin yakin.

"Tidak ada, kalaupun ada sudah lama warga dusun itu mati gara-gara macan. Lagipula macan itu hidup di padang sabana. Tempat luas. Penuh ilalang dan panas. Mereka tidak mungkin disini."

"Kalau ada bagaimana? Inikan hutan."

"Berarti dia siluman."

"Fani!" Tegur Lili yang berjalan di samping Juna.

"Ok, maaf."

Pukul dua, kami tiba di sebuah ceruk. Arusnya jernih dan deras. Mungkin jarang terjamah manusia, airnya masih segar dan bening.

"Apakah kita akan mendirikan tenda disini?" Tanya Reo.

Kepalaku mendongak. Menelusuri derasnya air yang jatuh dari atas sana. Tidak terlalu tinggi. Tapi tempat ini, aku mengedarkan pandangan. Melihat batu-batu besar hitam yang mengitari tampungan air terjun kecil itu. Jika malam mungkin akan sangat dingin ditambah lagi, akan gelap karena tidak sampainya sinar rembulan.

"Disini dekat dengan sumber air. Kita bisa memasak dan mandi disini. Jika berjalan lebih jauh lagi, kita belum tentu akan menemukan air." Usul Lili. Gadis itu menatap Juna. Meminta persetujuan.

Setelah mata kelamnya mengitari sekitar, Netra Juna menatap kami. Ia bersuara, "Tidak, kita ambil air saja disini. Mandi secukupnya. Dan berjalan mencari tempat yang lebih terang dan lapang."

Dan begitulah keputusannya. Sempat terlihat olehku wajah Lili yang mengulum bibir. Namun, ia menetralkannya dengan cepat. Mereka berdua tampak cocok. Jika Juna adalah ketua atau rajanya kampus maka Lili adalah ratunya. Kecantikan wanita itu memang tidak di ragukan lagi. Gelarnya sebagai Putri Universitas memang patut disandangnya. Smart, percaya diri, berani dan elegan. Semua yang diidamkan wanita ada pada dirinya.

Kedua sosok itu pernah digosipkan akan dijadikan pasangan Putra dan Putri kampus. Tapi, Juna menolak dengan keras saat kakak kelas berniat mencalonkan namanya. Dan Lili harus menerima pasangannya walau semua orang tahu bahwa gadis itu sebenarnya menyukai Juna sejak dulu. Hingga sampai di tempat ini. Gadis itu membuktikan keambisiusannya dalam mengejar cintanya Juna. Dan Juna masih tetap dengan kediamannya.

***
26 Maret 2021
Vote dan komen yaaa 😊

Bagai Bunian Merindukan Bulan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang