15.

497 60 40
                                    

"Kamu ... bukan Juna."

Wajah ramah sosok itu menghilang. Lalu ia terkekeh kecil.

"Cepat juga kamu sadarnya. Padahal yang pertama hampir berhasil jika bukan karena manusia payah itu. Tapi yang kedua ini, aku tidak akan melepaskanmu. Ikut bersamaku."

"Tidak mau!"

"Aku memaksa." Mata hijaunya berpendar aneh.

"Aku bilang tidak! Lepas!"

"Aku tidak butuh pendapatmu. " Dia langsung membopong tubuhku. Aku sontak memberontak.

"Lepaskan! Kumohon lepaskan aku."

"Tidak akan, kita sudah terikat."

"Aku tidak peduli. Lepaskan!" Namun, semua pemberontakanku terasa sia-sia. Tenaganya terlalu kuat. Hingga aku tanpa sadar menyebut namanya ketika aku sangat kesal.

"Ya Allah!"

Tubuhku terhempas jatuh. Aku melihat dia yang menatap kedua tangannya memerah. Aku mengambil kesempatan itu untuk lari sekencang-kencangnya. Herannya, sejauh apapun lariku, aku seolah memutari tempat ini. Napasku nyaris habis. Tapi sosok itu masih di tempatnya. Tidak beranjak. Sosok itu yang menggunakan kekuatan teleportasinya atau aku yang memutari tempat yang sama.

"Berhentilah. Itu percuma. Kamu hanya membuang tenagamu saja. Ikutlah bersamaku. Aku akan menjagamu dari mereka yang sebentar lagi datang." Ujarnya bak tidak terpengaruh kejadian barusan.

"Apa maksudmu dengan mereka?"

"Kamu sudah di ikuti."

"Olehmu." Potongku pasti.

"Kalau aku sejak dulu. Lagipula aku tidak menyakitimu."

"Aku percaya." Cibirku sarkas menyorot sebal.

"Mereka yang mencium bau darah dari kakimu."

"Hah?"

Sosok bernama Awang itu tidak menjawab. Dia memberi kode dengan dagunya. Aku menatap ke depan. Bulu romaku sontak berdiri tegak. Hampir mengeluarkan jeritan.

Suara kikikan mengerikan menggema di depan sana. Diikuti bayangan wanita rambut panjang dengan gaun putih melayang lalu hinggap di dahan pepohonan. Di sebelah kiriku sudah menunggu pocong bermata merah wajah hancur di balik batang pohon. Sementara di sebelah kananku, tabuhan gamelan dan tembang jawa beserta suara ramai layaknya pesta rakyat. Menambah kadar ketakutan dan hati yang pesimis akan selamat.

"Berbalik lah Lina. Ikutlah bersamaku. Aku akan melindungi mu dari mereka."

Tidak ada pilihan yang aman. Mengambilnya adalah pilihan menyesatkan.

Tubuhku gemetar. Suara-suara mereka memenuhi gendang telinga. Keputusasaanku tercekat di tenggorokan. Kewarasanku makin ku pertanyakan. Salah satu dari mereka mulai turun mendekat. Aku menangis merasa tidak tau akan melakukan apa. Raga dalam diri gemetar gentar.

"Kamu hanya perlu menyetujui. Percayalah padaku. Aku akan membunuh mereka. Hidup bersamaku tidak akan buruk. Apapun keinginan mu akan ku kabulkan. Termasuk melihat ibumu."

Aku mendongak. Melihat ke arahnya.
Awang menebarkan senyuman penuh kasih diantara bahaya.

"Iya, aku akan mengabulkan apapun keinginan mu."

Bujuk rayunya membuatku goyah. Benarkah itu semua? Aku berdiri. Senyum Awang semakin lebar.

"Iya, Lina. Kemarilah. Kau akan aman bersamaku. Kita sudah terikat takdir. Tidak akan sedikitpun aku menyakitimu. Aku akan membuat hidupmu bahagia selalu. Apapun itu bahkan melebihi yang didapatkan manusia. Kita akan hidup kekal selamanya."

Sungguh, kata-katanya bagaikan oase di padang gurun. Tiba-tiba aku mendengar suara ibu memanggil namaku. Sontak aku berhenti dan mengedarkan pandangan. Tidak ada. Selain wajah-wajah menakutkan yang haus menatapku.

"Kemarilah Sayang. Sedikit lagi."

***

10 Mei 2021

Vote dan komen yaaa 😊












Pengumuman, cerita ini tidak dilanjut lagi :). Kalian nggak perlu lagi nunggu karena sekarang sudah tersedia versi lengkapnya di Playstore/playbook. Kalian bisa beli disana. Harganya murah kok. 141 halaman : 13.200.

Menurut aku itu murah. Dibanding ebook rangorang yg halamannya sama tapi tiga puluh ribu jual. Beda banget kan. Tapi, ya balik lagi ke kalian sih. Tiap orang beda-beda dan pembaca juga pasti beda2 tiap penulis. Jadi aku serahkan kepada kalian :).

Terimakasih sudah menemani kami. Maaf jika ada salah kata dan tulisan yg nggak enak di hati baik sengaja maupun enggak.  Aku sebagai emak para anak-anakku mengucapkan minal aidin wal faizin mohon maaf lahir dan bathin. Selamat hari raya idul fitri untuk tiga hari ke depan :). (Takut kelupaan ngucap, lebih baik awal2 😁)

Oh iya, yang baik di ambil dan yang jahat di buang ya :)

Oh iya, yang baik di ambil dan yang jahat di buang ya :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu lagi, hampir kelupaan. Kalau udah baca disana jangan lupa balik kesini lagi ya. Bakal ada seri dua Bunian. Ini tentang Awang mencari pengantinnya.

Bagai Bunian Merindukan Bulan [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang