Di hari kedua perjalanan pulang. Jalan yang rasanya mudah, pikirku kemarin. Sekarang terasa melelahkan. Entah karena memang tak cepat sampai atau kesenangan yang mulai raip. Menjadi cepat berlalu manakala senja untuk kesekian di bukit ini terlihat. Namun kami belum menemukan posko pertama. Juna memberi isyarat untuk mendirikan tenda. Ia menyadari wajah-wajah lelah kami yang sudah tak kuat lagi untuk berjalan.
Fani dan Lili memasak. Juna dan Reo mencari kayu bakar. Aksa dan Kevin menjaga kami serta wilayah. Sementara aku hanya diam mengamati mereka.
Menjadi orang tak melakukan apa-apa serasa menjadi beban kedua. Sangat tidak nyaman. Tapi setiap aku akan membantu, mereka akan melarangku. Apalagi jika Lili mengeluarkan kata-katanya, sangat menusuk. Aku tau, dia tidak benci. Hanya menyalurkan rasa kesalnya padaku.
"Kau diam saja. Nanti jika kau kenapa-kenapa lagi, kami yang repot!"
Aku sontak terdiam.
"Lili, kau tidak boleh begitu." Tegur Kevin, "kau boleh kesal tapi jangan melampiaskan ke orang."
Lili berdecih pelan. Ia menghela napas pelan dan berbalik badan, "Bela saja dia terus." Lalu ia berlalu ke tenda.
"Jangan diambil hati ya Lin." Fani mengusap bahuku.
Aku mengangguk seadanya. Aku tau persis kenapa dia seperti itu.
Juna datang seorang diri. Matanya mengawasiku seraya meletakkan ranting-ranting kayu di dekat kakiku. Aksa mengernyit menatap kehadirannya.
"Hei dimana Reo?"
"Reo? Oh, dia ada urusan mendadak sebentar."
"Urusan apa di tengah hutan ini?" Itu Kevin yang heran.
Tatapan Juna menghujam diam Kevin. Entah kenapa melihat wajah Juna serasa ada perasaan aneh. Apa perasaanku saja?
"Dia, bab."
Kevin ber-o panjang.
Juna mengambil tempat di sisiku. Tatapannya masih mengamatiku. Sebenarnya dia kenapa sih? Tapi aku tak kuat untuk menatapnya balik.
Tangan Juna terulur menyentuh perban di kakiku. Aku sempat berjengit akan kelakuannya. Tangannya terasa dingin menembus perban.
"Kenapa kakimu?"
Pipiku memerah ketika Juna mulai mengusapkan jempol disana.
"Bukannya kau tau? Dia terkilir." Aksa mulai merasa aneh dengan sikap Juna. Ekspresi wajahnya terang-terangan ia perlihatkan.
Juna mengangguk, "Terlalu banyak pikiran. Aku jadi lupa akan hal itu."
Kevin mengangguk-angguk, "Aduh, aku lapar. Fan, sudah belum?"
"Sabar! Ini aku lagi usaha! Kau kira masak itu gampang?!"
Sedangkan Aksa tatapannya masih tak teralihkan ke tempat aku dan Juna duduk.
Lili berdiri di samping Fani, "Fan, bisa tolong temani aku bentar?"
"Hah? Ngapain?" Fani terbatuk akibat asap yang terbang ke arahnya. Ia mendelik kesal ke Kevin, "Bisa becus nggak pegang kipasnya? Jangan di arahkan ke aku!"
"Ya, maaf."
"Aku mau buang air kecil."
"Aduh gimana ya..." Fani menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memandang masakannya dan Lili bergantian. "Tapi, masakannya tidak bisa di tinggal. Gimana kalau Aksa aja?"
Aksa menoleh mendengar namanya di sebut.
"Temani Lili buang air kecil." Ulang Fani.
"Ayo cepetan." Lili segera berjalan menjauh.
"Jangan melakukan hal aneh-aneh ya." Teriak Kevin yang langsung di balas Aksa lemparan ranting.
"Akhirnya keluar juga pengganggu."
Aku melirik, Juna menarik bibir tersenyum. Wajahnya mendekat. Dan aku tidak bisa memalingkan wajahku ke arah lain selain matanya yang membius. Apa perasaanku saja kenapa matanya agak berbeda? Mataku membelalak ketika tiba-tiba iris mata Juna berubah hijau. Aku merasakan dejavu dan sebelum aku sempat bersuara. Pikiranku terasa di tarik dari peredaran. Suara terakhir yang ku dengar.
"Bisakah kalian melakukannya di tempat lain? Masih ada orang disini." Suara Fani.
"Iya, pergi. Jangan sampai kebablasan ya. Aduh! Kenapa kepalaku yang di tipuk Fani?" Suara Kevin.
Lalu aku tidak merasakan apapun lagi. Perasaan ini sama seperti waktu itu. Dan pandanganku tertutup. Aku tidak ingat apapun lagi.
***
POV Author
Lagi seru menjahili Fani, Kevin di kagetkan dengan kedatangan Juna dan Reo yang membawa tumpukan ranting.
"Ini sudah banyak. Kenapa mencari ranting lagi?" Tanya Fani heran.
"Ranting darimana?" Juna mendudukan dirinya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Melirik tenda-tenda. Wajahnya nampak lelah dan segera mengambil minuman.
"Dari kau lah." Seloroh Kevin.
Kedua alis Juna menyatu bingung, "dariku?"
"Iya, kau tadi datang sendiri bawa ranting kesini."
Juna makin bingung, "Aku dari tadi sama Reo."
Baik Fani dan Kevin sontak menatap Juna, "Jangan bercanda!" Kompak keduanya.
"Siapa yang bercanda?" Juna ikutan kesal.
"Ada apa ini?" Suara Aksa menginterupsi. Kehadiran Aksa dan Lili mengalihkan atensi.
"Kau sudah dari bab?" Aksa mengambil tempat di sisi Reo.
"Hah? Bab?"
"Iya." Aksa menatap Reo yang penuh tanya di wajahnya. Seperti orang tidak tau apapun. Sontak ia langsung melihat Fani dan Kevin yang berwajah panik.
"Dimana Lina?"
"Dia tidak di tenda?" Itu Juna yang matanya mengawasi tenda.
"Dia sama kau pergi keluar. Tapi kau sama Reo terus. Astaga! Bagaimana ini?!" Kevin berdiri panik. Fani terserang syok. Sedangkan wajah Aksa berubah pucat dan Lili hanya terkejut sedikit.
***
4 Mei 2021
Vote dan komen yaaa 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagai Bunian Merindukan Bulan [End]
Paranormal"Aku menunggumu. Untuk ratusan purnama. Mengambil apa yang menjadi milikku. Duhai kasih, tempatmu pulang hanya padaku." --- Awang Rajendra Candrakhumara "Tolong, pergi. Kenapa kalian terlihat rumit?" --- Lina Bulan. "Bulan, tempatmu berakhir padaku...