12 || kejujuran yang menyakitikan

37.3K 2.4K 86
                                    

Sepanjang perjalanan pulang Zizah tak henti bertanya pada Sukma mengenai kejadian tadi di taman.

"Ummi, kita kenapa pulang?"

"Ummi kok pergi sih pas liat Om tadi?"

"Ummi kenal sama Om tadi?"

"Ummi kok diem sih?"

"Ummi jawab Zizah!"

Sukma masih diam bahkan pertanyaan Zizah tak masuk kedalam otaknya. Pikirannya berkelana pada tahun-tahun dimana penderitaannya berlangsung, kejadian fitnah itu. Ayahnya yang tak percaya padanya, suaminya yang menuduhnya. Semua terputar di otak Sukma.

"Ummi!!" Sukma tersadar akan teriakan Zizah.

Sukma menepikan mobilnya. Lalu menatap Zizah dengan tak biasa membuat sang empu menunduk. Sedangkan Zilah hanya diam di belakang mereka.

"Kamu bisa diam? Ummi lagi nyetir, nanti kalo kita kecelakaan karena Ummi gak fokus mau?" ujar Sukma membuat Zizah menggeleng lemah.

"Maaf Ummi," lirih Zizah. Sukma mengehela nafas panjang.

"Kalo kamu ketemu lagi sama orang tadi. Menghindar, jangan deket-deket dia." Zizah langsung menoleh pada Sukma yang masih fokus dengan jalanan.

"Kenapa Ummi? Om tadi itu baik. Dia itu Ayahnya temen sekolah Zizah, dia itu ramah." Sukma diam mendengar penuturan sang putri.

"Kalo Ummi bilang jangan ya jangan. Zizah mau jadi anak durhaka karena ngelawan orang tua?" tanya Sukma membuat Zizah menggeleng.

"Iya Ummi," jawab Zizah.

Sukma kembali fokus pada jalan yang lumayan sepi. Sedangkan Zilah hanya diam dengan buku dongeng yang dia bawa. Dan Zizah berkelana dengan pikirannya.

"Kenapa ya Ummi ngelarang Zizah Deket sama Om tadi?"

Tak lama mobil yang dikendarai oleh Sukma tiba di pekarangan rumahnya. Zilah dan Zizah langsung turun sedangkan Sukma masih membalas pesan yang baru saja masuk ke smartphone nya.

Ketika sadar kedua anaknya sudah tidak ada lagi di mobil Sukma pun ikut menyusul keluar. Tapi langkahnya terhenti saat melihat beberapa orang di depan gerbangnya.

"Kalian."


____



Angela sedang sibuk memainkan permainan yang ada gadgetnya.

Sendiri dirumah sudah biasa baginya, tadi dia ingin ikut bersama Agam ke taman. Tapi sekretaris Agam yang menyebalkan itu mala tidak memberikan izin dengan alasan mereka pergi bukan untuk jalan-jalan, dasar wanita ular. Angela tidak akan memberikan kesempatan wanita itu untuk menjadi ibu tirinya.

"Angela," panggil seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan, Angela yang mengenali suara itu menjadi tegang.

"Ne-nenek, ada apa?" tanya Angela tergagap. Ya orang itu adalah Ajeng, wanita tua yang selalu membuat Angela ketakutan jika bertemu.

"Ada yang mau saya bicarakan sama kamu, ikut saya." Angela menurut saja, dia takut jika menurut maka akan dimarahi habis-habisan.

Ajeng berjalan menuju kolam renang. Dan diikuti oleh Angela.

"Duduk," titah Ajeng pada Angela. Gadis kecil itu hanya menurut.

"Saya rasa sudah saatnya kamu tau kebenaran ini." Angela menoleh cepat dan menatap Ajeng dengan penuh tanda tanya. Sedangkan Ajeng menatap lurus kearah kolam renang.

"Kamu Bukan bagian dari keluarga Pangestu." Angela terdiam, dia tahu selama ini wanita ini tak pernah menganggapnya ada. Tapi tidak pernah melontarkan kata-kata seperti itu.

"Kamu juga bukan anak kandung dari Agam. Bahkan Agam tidak pernah menikah dengan Ibu kamu." Angela semakin terkejut dengan ucapan itu.

"Agam sebenarnya memiliki anak dan Istri. Tentunya itu bukan kamu dan Ibu kamu." Ajeng tak memperdulikan psikis gadis kecil itu.

"Tapi karena Ibu kamu! Menantu saya pergi, dan karena Ibu kamu juga! Semua masalah ini datang," lanjut Ajeng.

"Coba saja dulu Ibu kamu tidak datang dalam kehidupan anak dan menantu saya, pasti semua akan baik-baik saja. Dan harus kamu tahu, kamu itu anak haram. Ibu kamu adalah selingkuhan dari Ayah kandung kamu yang sudah memiliki anak dan Istri." Gadis kecil itu sudah menangis sesenggukan, tetapi Ajeng tak peduli.

"Nenek bohong kan?" tanya Angela berharap semua yang dia dengar ini tidak benar.

"Untuk apa saya bohong sama kamu? Saya ngomong fakta, supaya nanti saat cucu saya kembali kamu tidak merajalela karena kamu bukan siapa-siapa." Angela menangis mendengar hal itu. Jadi benar dia bukan anak kandung Papanya.

"Dan satu hal, saya akan suruh Agam untuk membuang kamu ke asrama." Angela menatap Ajeng dengan tatapan memohon.

"Jangan nek, Angel gak mau jauh dari Papa. Angel takut," pinta Angela.

"Heh! Masih untung saya cuma masukin kamu ke asrama, mau kamu saya buang kejalanan?!" tanya Ajeng dengan nada tinggi. Angela lantas menggeleng.

"Bagus, jadi persiapkan diri kamu. Minggu depan kamu akan pergi, dan satu hal cucu saya akan datang hari ini dan kamu jangan buat dia tidak nyaman dirumah ini. Kalo sampai kamu berbuat seperti itu, maka saya akan buang kamu kepanti asuhan. Dan jangan harap Agam akan menjemput kamu! Karena itu tidak mungkin!" Setelah mengatakan itu Ajeng pergi meninggalkan Angela yang menangis sesenggukan di bangku ayunan dekat kolam.

"Hiks, kenapa harus Angel," lirih gadis itu.

____


"Mau apa kalian?" tanya Sukma pada empat laki-laki bertubuh besar dengan setelan berwarna hitam semua.

"Kami ditugaskan oleh Nyonya besar untuk menjemput kalian." Sukma menyerngit heran, siapa yang dimaksud Nyonya besar itu. Sedangkan kedua anaknya sudah masuk lagi kedalam mobil untuk bersembunyi.

"Siapa yang kalian maksud? Dan saya tidak akan ikut," ujar Sukma.

"Kami tidak butuh persetujuan Anda. Kami akan membawa Anda dan anak Anda dengan izin atau tidaknya dari Anda itu tidak penting." Sukma semakin bingung disertai kesal.

"Jika Anda tidak ikut, maka nyawa kedua anak Anda tadi dalam bahaya." Sukma mematung mendengar hal itu.

Dia tidak ingin membahayakan nyawa anak-anaknya, tapi dia juga tidak kenal dengan orang-orang ini. Bisa saja mereka ini adalah penculik, tapi kalo benar mereka penculik masa iya penculik pakaian kayak gini. Tidak mungkin sekali.

"Kalian ngancem saya!? Kalian pikir saya takut!!" bentak Sukma. Mereka hanya diam.

"Ummi," panggil Zilah, Sukma lantas menoleh.

"Kenapa nak?" tanya Sukma.

"Zizah nangis. Kita ikut aja dari pada nanti kenapa-kenapa," saran Zilah. Gadis kecil memang sudah bisa mengerti akan situasi dan kondisi.

Sukma terdiam, dia khawatir pada kedua putrinya. Ok baiklah dia akan ikut bersama orang-orang aneh ini.

"Iya nak kita ikut." Zilah tersenyum.

Mereka masuk kedalam mobil Sukma dengan satu orang tadi yang menyupir. Cukup jauh perjalanan Zizah dan Zilah tertidur dalam pelukan Sukma.

"Sebanarnya siapa yang menyuruh kalian untuk menjemput kami?" tanya Sukma, yang ditanya hanya diam membuat Sukma kesal dan mengucap banyak-banyak istighfar.

Hingga tibalah mereka disebuah rumah mewah yang tak asing bagi Sukma. Sukma kenal kawasan rumah ini ... Rumah mertuanya.

Ummi dimana Abi? [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang