~3~

5 8 4
                                    

"Aku pulang," teriak Della memasuki rumahnya.

"Bukannya salam malah teriak-teriak kaya di hutan aja," omel Lyna mama Della, yang saat itu berada di dapur.

"Kebiasaan Ma!" tukas Della  cengengesan sambil mendekati Lyna.

"Kalau kebiasaan yang buruk harus diubah sayang." Lyna menatap lembut anak semata wayangnya.

"Iya Ma!" Della sambil mencium punggung tangan Lyna.

"Papa belum pulang?"

"Iya."

"Della, ke kamar dulu ya, Ma!" pamit Della berlalu dan menuju kearah kamarnya yang berada di lantai dua.

Setelah membersihkan tubuhnya, Della berbaring sambil memainkan ponsel dan tanpa sadar dia tertidur hingga malam.

Tok...tok...tok...

"Sayang...." Lyna memanggil sambil mengetuk pintu kamar Della.

Karena tak ada suara yang di dengar dari kamar Della, Lyna mencoba membuka pintu, tapi terkunci dari dalam, terpaksa ia mengetuk pintu itu dengan lebih keras. Della yang tertidur di dalam dengan posisi di pinggiran ranjang terlonjak kaget dan terjatuh.

Brakk...

"Huaaa... bokong gue nggak seksi lagi. Aduh, mana sakit banget lagi." Della berteriak keras sambil meringis kesakitan.

Lyna yang mendengar suara benda jatuh dan teriakan Della membuatnya khawatir. Lyna mencoba membuka pintu itu, tapi Della masih menguncinya.

"Sayang kamu kenapa?" tanya Lyna khawatir, "Ayo makan malam dulu, Papa udah nunggu dari tadi."

"Della nggak papa kok, duluan aja nanti Della nyusul. Mau mandi dulu!" Della berusaha bangkit dari tempatnya terjatuh.

Setelah mendengar bahwa Della tidak apa-apa Lyna kembali ke meja makan sambil menunggu kedatangan Della.

"Della, belum turun?" tanya Dhefan , papa Della.

"Katanya mau mandi dulu," jawab Lyna

"Ohh."

Della menuruni satu persatu anak tangga sambil memainkan hp-nya.

"Kalau jalan jangan sambil main hp, nanti jatuh," tegur Dhefan, menatap Della.

"Hehe... maaf Pa!" Della cengengesan sambil menuju ke meja makan.

Della duduk di dekat Lyna lalu mengambil makanan.

Selesai makan, Della membantu Lyna membereskan meja makan dan mencuci piring.

Della berjalan ke ruang keluarga dimana papanya sedang duduk menonton tv.

"Gimana sama sekolah kamu?" tanya Dhefan menatap Della yang duduk di sampingnya.

"Enggak gimana-gimana Pa. Bangunannya masih kayak dulu, nggak ada yang berubah," jawab Della tanpa menatap papanya, karena fokus pada tv yang sedang menayangkan dua anak kembar botak yang sedang bermain bersama teman-temannya.

Dhefan menghela nafas mendengar jawaban Della sedangkan Lyna yang baru bergabung malah terkekeh pelan.

"Maksud Papa kamu di sekolah bagaimana? Masih sering adu mulut sama Egi? Papa sampe heran sama kalian, tetanggaan bukan akur malah suka ribut. Kapan baikannya?" Dhefan kembali bertanya.

"Ohh hahaha... makanya Pa, kalau nanya tuh yang jelas. Della di sekolah masih seperti biasanya, Della di sekolah baik sama orang kalau enggak percaya tanya sama Aira. Della sama Egi masih sering adu mulut, kalau mau baikan nanti aja pas mau kelulusan." Della mulai menatap Dhefan, karena siaran tv sedang menampilkan iklan.

Della memang selalu menceritakan kegiatanya di sekolah pada kedua orang tuanya sehingga tak heran jika Dhefan menanyakan tentang Egi, tetangga mereka yang menurut Della sangat menyebalkan. Padahal selama mengenal Egi, Dhefan merasa bahwa Egi sangat menyenangkan untuk diajak mengobrol dan bermain catur.

Dhefan menanggapi dengan senyum dan gelengan kepala.

"Yang penting, adu mulutnya jangan sampai ke ruang BK."

"Aman Pa."

"Awas aja kalau Papa di panggil ke sekolah kamu cuma karena itu."

"Kalau misalnya suatu hari nanti Papa di panggil ke sekolah karena aku berantem sama Egi. Papa bakal datang enggak?"

"Datang lah."

"Serius, Pa?"

"Iya. Sekalian Papa bawa kartu keluarga."

"Ngapain bawa kartu keluarga, Pa?"

"Nyoret nama kamu di kartu keluarga di depan kepala sekolah mu."

"Astagfirullah, Papa jahat banget." Pekik Della membuat Dhefan dan Lyna tertawa.

"Makanya jangan buat masalah."

"Emangnya Papa tega buang Della yang sangat cantik dan menggemaskan ini?"

"Punya anak narsis banget," ucap Lyna

"Tega, lah. Nanti Papa bisa adopsi anak yang lebih nurut sama Papa," ucap Dhefan dengan raut wajah serius

"Mama." Della menatap Lyna dengan raut wajah memelas.

"Kenapa?" tanya Lyna seolah tak terjadi sesuatu.

"Papa jahat banget mau buang aku."

"Mama sih, setuju banget sama usulan Papa."

"Kalian berdua kejam banget sama anak sendiri."

"Emang," balas keduanya membuat Della semakin sebal.

"Della, nangis nih."

"Enggak peduli," balas Dhefan yang kini pura-pura fokus menatap tv.

"Ma----"

"Enggak peduli juga."

"Kalian kompak banget sih bikin Della kesel."

Keduanya tertawa membuat Della juga ikut tertawa.

Kehangatan inilah yang membuat Della merasa paling beruntung terlahir di keluarga ini.

"Yaudah, Papa sama Mama duluan ke kamar mau tidur. Kamu jangan tidur larut malam, besok kan masih sekolah."

"Siap pak bos." Della tersenyum sambil hormat kepada Dhefan.

"Good night, baby girl." Dhefan mengecup kening Della, di susul oleh Lyna. Kemudian mereka kembali ke kamarnya

"Night too."

Setelah puas menonton Della kembali ke kamarnya untuk tidur karena jam sudah menunjukkan pukul 21.05 malam.

~~**~~

FreegieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang