6. It Is Not Fine

8.8K 2.1K 227
                                    

Hadiah buat weekend ini. Jangan ditungguin besok, ya. Weekend soalnya hahaha.

Happy reading
*
*
*

Kening Amanda berkerut saat menemukan Haikal sudah duduk di kursi kelas. Amanda mengecek jam di tangannya. Masih terlalu pagi untuk teman-temannya datang. Kenapa Haikal ada di kelas?

Haikal yang sedang melihat layar ponsel sepertinya menyadari keberadaan Amanda karena dia langsung menegakkan kepala. Amanda tersenyum tipis padanya.

"Lo beneran selalu datang sepagi ini?" tanya Haikal langsung begitu Amanda duduk di kursi.

Amanda mengangguk. "Soalnya gue dianter Bokap."

Haikal yang sebelumnya duduk agak jauh dari Amanda kini malah berpindah tempat dan duduk tepat di depan Amanda.

"Pagi banget gini di kelas nggak ada setannya, kan?" tanya Haikal polos.

Amanda tersenyum kecil. Ada-ada saja logika berpikir Haikal. "Hampir tiga tahun gue dateng pagi, mudah-mudahan sekali pun belum pernah ketemu setan sih."

"Kali aja," Haikal menyengir. "Gue dateng pagi karena hari ini bakal jadi pemimpin upacara. Takut telat eh malah kepagian."

Tanya balik nggak pa-pa kali, ya? Amanda ragu-ragu. Soalnya mereka memang tidak sedekat itu untuk saling bertanya seperti sekarang.

"Mestinya yang jadi pemimpin upacara ketos kita. Eh dia nelfon gue subuh tadi, bilang kalau dia nggak bisa ke sekolah karena diare. Dia minta tolong yaudah gue bantu deh," jelas Haikal tanpa ditanya.

"Ehm...kok minta bantuan lo?" tanya Amanda penasaran.

Bisa saja ketua osis mereka meminta orang lain. Apalagi Haikal adalah senior saat ini.

"Kebetulan ketos kita adik sepupu gue," jawab Haikal dengan cengiran khasnya.

Cakep banget.

Astaga. Kenapa dengan isi kepala Amanda, sih? Keliatan banget jarang ketemu cowok cakep.

Tapi gimana, ya? Mulai dari Amanda TK hingga SMP, tidak ada satu pun teman sekolah, teman les, atau tetangganya yang punya wajah secakep Haikal. Level ketampanan Haikal benar-benar di atas rata-rata. Kayak artis.

"Lagian gue punya pengalaman jadi pemimpin upacara. Yaudah deh," jelas Haikal lagi.

Amanda mengangguk kaku. Jujur saja, sekarang Amanda merasa sedikit awkward. Dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Ini benar-benar di luar zona nyamannya. Dia berpikir untuk mengeluarkan komik Miko tetapi dia malas jika Haikal banyak tanya.

Ih, geer banget lo. Amanda mengutuk dirinya sendiri.

"Lo beneran nggak bakal ikut liburan kelas weekend ini?" tanya Haikal tiba-tiba. "Cuma ke Puncak kok. Sesekali complete team gitu biar si Emir sebagai ketua kelas bangga."

Sebenarnya Amanda sempat mempertimbangkan untuk ikut liburan bareng teman sekelasnya. Tetapi setelah dia pikir-pikir lagi dengan menghitung keuntungan serta kerugian, dia tetap memilih untuk tidak ikut.

Bukan hanya karena biaya. Walaupun dari keluarga sederhana, Amanda yakin orang tuanya tidak akan keberatan memberikan beberapa ratus ribu untuk anak pertama mereka liburan. Tetapi dia takut bakal kikuk jika bergabung bersama teman-temannya. Dia merasa tidak enak jika atmosfer yang harusnya hangat berubah jadi dingin dan kaku karena keberadaan Amanda.

Dari cerita beberapa cewek di kelasnya, para cowok juga selalu menggunakan kesempatan liburan kelas untuk merokok dan minum. Amanda tidak akan nyaman berada di sana. Lebih baik akhir pekan yang dia miliki digunakan untuk beristirahat saja di rumah karena senin sampai jumat dia belajar keras mempersiapkan kelulusan dan seleksi masuk perguruan tinggi negeri.

NO LONGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang