Untuk Putriku

71 59 54
                                    

Hujan hari ini turun lebih deras dari biasanya, cuaca yang dingin membawa Jesna pergi ke kedai kopi langganannya untuk sekedar meneguk secangkir kopi hangat.

"Hai, cuaca di luar sangat buruk ya?" Suara Jesna sambil menepuk punggung seseorang.

Seseorang itu ternyata Shagi si laki-laki berpeci.

"Ohhh hai Jesna, aku senang kita bertemu kembali. Silahkan duduk apa kau sendirian?" Shagi mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca dan menatap Jesna.

"Ya aku sendirian, terimakasih. Sejak kapan kau disini Shagi?"

"Belum lama baru sekitar 15 menit yang lalu. Bagaimana kabarmu Jesna kamu terlihat semakin bahagia?"

"Haha kau ini bisa saja, jangan mentang-mentang dulu saat pertama kita bertemu aku sedang sedih makanya kau bicara begitu"

"Haha bukan itu maksudku. Oh iya apa kamu berkuliah lagi Jesna? Bagaimana orang tuamu apa mereka juga tinggal di Jakarta sekarang? Setahuku kamu ini aseli dari Bogor, apa benar?"

"Tidak Shagi aku hanya membantu bisnis temanku, ya mereka masih di Bogor aku disini tinggal bersama Frinka. Kau pasti mengenalnya juga dia sangat terkenal"

"Begitu ya? Tapi nama Frinka itu sepertinya akupun baru dengar"

"Aduh kamu ini ketinggalan zaman jika tidak mengenal siapa Frinka, sudahlah apa yang kamu sedang lakukan selain berkuliah?"

"Aku hanya melakukan bisnis kecil, dan sering melakukan kegiatan sosial bersama teman-teman"

"Terdengar menyenangkan, bagaimana dengan kamu apa orang tuamu juga tinggal disini?"

"Tentu saja tak jauh dari kedai ini disitulah orang tuaku tinggal"

"Buku apa yang baru saja kamu baca itu?"

"Ini buku yang baru saja di terbitkan temanku, baginya ini karya pertama yang dapat ia terbitkan. Aku sangat mengapresiasi apa yang ia lakukan demi meluncurkan buku ini"

"Wahhh menakjubkan, boleh aku tau siapa temanmu dan menceritakan apa buku itu?"

"Namanya Arumi, dia memang belum menjadi penulis terkenal tapi aku yakin dia akan menjadi penulis yang hebat, buku ini mengisahkan tentang kekhawatiran seorang ayah yang memiliki putri cantik beranjak dewasa. Dia tidak rela untuk melepaskan sang putri karena melihat zaman yang berantakan ini. Bagiku buku ini sangat menarik sekali apalagi bagi para wanita masa kini"

"Oh begitu menarik sekali untuk di baca ya, Apa aku juga dapat membeli buku itu?"

"Tentu saja Jesna ini akan sangat bermanfaat. Kau bawa saja bukuku, aku akan membeli yang baru. Itu pasti akan membuat Arumi senang"

"Benarkah? Wah baik sekali kamu ini, terimakasih ya"

Kringgg... kringg... kring... (Suara ponsel Jesna menghentikan pembicaraan mereka)

"Hallo Jesna kau ini pergi kemana? Sama sekali tak memberi tahuku, aku tak memegang kunci rumah segeralah pulang!" Suara Frinka terdengar sedikit riuh bersama derasnya hujan diluar.

"Ya ya aku segera pulang" Jesna menutup telephone.

Ternyata Shagi memang sering pergi ke kedai kopi itu untuk sekedar menunggu kedatangan Jesna, berharap mereka bisa bicara bersama meski ia tak tahu pasti kapan Jesna akan datang.

"Shagi aku harus pergi, kau bisa hubungi akun sosial mediaku dan aku akan memberikan nomer telephone agar kita bisa bertemu lagi dilain waktu jika kau mau"

"Tentu saja Jesna, terimakasih hati-hatilah ketika berkendara."

"Oke Shagi. Sampai bertemu lagi"

Setelah hampir 15 menit Frinka menunggu akhirnya Jesna tiba di rumah.

"Ah kamu ini apa tidak bisa bicara jika mau keluar" Frinka bicara dengan raut kesal.

"Maafkan aku Frinka, aku hanya berniat membeli kopi dan pulang tapi aku bertemu teman kampusku dulu"

"Yasudah ayo kita segera masuk dan makan"

Pukul 20.30 WIB

Malam ini Jesna sedang tidak ingin pergi kemana-mana. Dia merasa pusing dan lemas tidak seperti biasanya, Frinka baru saja pergi kencan ke luar kota, katanya dia akan mendapatkan bayaran yang fantastis. Karena merasa bosan Jesna membuka laptop sembari mendengarkan musik Jesna melihat ada pesan masuk di akun instagram miliknya, ternyata Shagi menanyakan apa ia sudah mulai membaca buku itu Jesnapun segera membuka tas dan berniat membaca buku yang di beri Shagi.

Putriku terkasih...
Kini ku lihat dirimu bukanlah putri kecilku lagi, kau telah tumbuh menjadi putri dewasa yang mempesona. Dirimu telah banyak di kagumi. Tapi sadarkah kau putriku? Wanita adalah permasalahan terbesar terutama bagi kaum pria.
Anakku...
Jangan biarkan tetesan keringatku gagal menjagamu, jangan buat aku menangis di kemudian hari saat Allah mempertanyakan tentang dirimu.
Aku tak meminta apapun, jangan kau membuka jalan syetan menjerumuskanmu dengan hanya mengeksploitasi kecantikan. Karena saat kau gagal maka itulah kegagalanku.

Baru saja jesna membuka lembar ke 5 buku itu, ia sudah meneteskan air mata. Ia tak tahan memikirkan kehancuran dirinya. Mengingat orang tua dan masa depannya. Sesak menjejali dada wanita cantik itu. Tak dapat di pungkiri yang dilakukannya hanya menyakiti diri sendiri.

Kring.... kring.... (suara ponsel Jesna terdengar dari atas meja)

Ternyata yang menghubungi Jesna adalah Shakia ibundanya.

"Ya hallo bu? Aku baru saja ingin menghubungimu. Aku ingin...."

"Nak ayahmu sudah tiada" suara Shakia amat lemas dan diiringi isak tangis yang terdengar.

Jesna menjatuhkan Handphone dari genggaman, lemas seketika menjalari seluruh tubuhnya dan menangislah ia sejadi-jadinya. Tak pernah terbayangkan bahwa senyum sang ayah sebelum keberangkatannya waktu itu adalah senyum terakhir yang dia lihat.

Semua terasa berantakan, Jesna mengingat semua kebodohan yang ia lakukan sampai tega meninggalkan ayah dan ibunya demi sebuah ambisi yang tidak berkesudahan dan berujung menjerumuskan saja. Ia tak pernah risau dengan penyakit yang di derita sang ayah. Jesna lalu bergegas ke mobil untuk pulang tanpa perduli apapun.
Ia meninggalkan ponsel dan tidak mengunci pintu rumah sahabatnya itu.

Saat hendak pergi mobil Jesna tidak kunjung menyala, ternyata mobil itu mogok. Sedari sore tadi ia memang merasakan mobil itu tidak seperti biasanya. Dia langsung berlari keluar pergi ke rumah teman yang berada di samping rumah Frinka untuk meminjam motor. Karena tidak sempat berpikir panjang Jesna memberanikan diri berangkat menggunakan sepeda motor.

Sepanjang jalan wanita itu terus menangis sampai hujan deraspun turun namun itu tak menghentikannya, Jesna meneruskan perjalanan tanpa berhenti untuk sekedar berteduh, Ia tidak peduli lagi dengan jarak yang cukup jauh atau apapun yang akan terjadi jika membawa motor sendirian saat malam hari disertai hujan begini.

♾♾♾

Bagai sebuah tamparan bagi kita semua, Bahwa sejatinya penyesalan bukanlah hal yang menyenangkan. Beruntunglah kita yang masih di beri kesempatan Allah SWT untuk selalu memperbaiki diri.

Allah SWT berfirman,

"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait! Dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab:33).

HAKIKAT WANITA (CONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang