Suara Hati Ayah

83 51 65
                                    

"Hari-hari pahit akan berlalu.
Tangis demi tangis terlewati.
Luka akan bergegas pergi tinggalah kita menyambut bahagia."

Tepat 40 hari kepergian sang ayah, tangisan dan penyesalan berlarut-larut itu tak kunjung menghilang. Waktu selalu membawa Jesna mengingat senyuman tulus sang ayah.

(Sore itu, di sebuah teras rumah)

"Nak ini teh manis, ibu sengaja membuatnya untukmu" suara lemah lembut itu mengalun dari bibir Shakia sang ibu.

"Bu aku mau bicara" Jesna menatap ibu sembari matanya berkaca-kaca.

"Bicaralah nak"

"Bu apakah aku masih layak menjadi putrimu?"

"Kenapa kamu bicara begitu sayang? Sampai kapanpun kamu tetaplah putri semata wayang ibu"

"Siapa wanita ini bu?"
Jesna mengeluarkan selembar foto.

Ternyata itu adalah foto Zaineb bersama Danru, ibu dan ayah kandung dari Jesna.

"Aku menemukannya di dalam sebuah kotak kayu milik ayah, ada sebuah surat tulisan tangan ayah dan aku juga menemukan surat perjanjian yang berisi penyerahan seorang anak dengan namaku" Jesna mengatakannya sambil di iringi air mata yang begitu deras hingga tak terasa keluar begitu saja.
Shakia pun menangis dan gemetar seluruh tubuhnya.

"Buuuuu..." suara Jesna semakin lemah tak berdaya.
"Katakanlah padaku bu, jelaskan padaku apa maksud dari yang ku lihat ini, kenapa bu? Dadaku sesak sekali....."

Tak dapat tertahankan lagi Shakia langsung memeluk putrinya sambil menangis sejadi-jadinya. Dengan terbata-bata dan di penuhi tangisan Shakia menjelaskan bahwa selama ini Jesna bukanlah anak kandung dari dia dan suaminya. Shakia juga menjelaskan dengan rinci bagaimana kejadian saat dulu ibu kandungnya melahirkan sampai menyerahkan anaknya pada Shakia dan Arga.

"Mengapaa bu???? Mengapa kau biarkan aku hidup???? Mengapa tak kau biarkan aku mati di tangan ibu kandungku, mengapa kau biarkan aku hidupppp bu mengapaaaaa??" Jesna terus berteriak sambil menangis menahan sakit dalam batinnya.

Sesal memenuhi pikirannya, kini ia harus melihat kenyataan bahwa orang yang selama ini disakiti dan dikecewakan olehnya adalah orang yang dengan suka rela mengulurkan tangan dan memberi cinta selama hidupnya, tanpa pamrih bahkan kasih sayangnya melebihi orang tua kandung pada umumnya. Hingga Jesna merasa tak pantas mendapatkan semua yang dihadiahkan Tuhan untuknya selama ini.

"Itu semua ibu lakukan karena ibu menyayangimu nak, ibu dan ayah memang sangat menginginkan kehadiran seorang anak. Dan Allah menghadirkan kamu ditengah-tengah kami. Bahkan sampai akhir hayat ayahmu kami tak pernah sampai hati untuk berkata jujur tentang ini karena takut menyakiti hatimu. Kami sangat tidak ingin melihatmu bersedih dan kami sangat takut kamu akan pergi meninggalkan kami nak"

Tangisan Jesna makin menjadi, dadanya semakin sesak, nafasnya tak beraturan, Perasaan yang begitu campur aduk, hatinya seketika berantakan memikirkan segala hal. Sakit hati karena tahu apa yang terjadi di masa lalunya dan juga rasa kecewa yang sangat dalam melihat kenyataan Shakia dan Arga adalah orang tua sambung.

"Bu anak macam apa aku ini, dan terbuat dari apa hati ayah dan ibu. Mengapa kalian rela mengorbankan apapun demi aku sedangkan yang aku lakukan hanya menyakiti dan mengecewakan kalian saja, tapi kenapa kalian tidak membenci dan membuangku?" Sambil terus menangis Jesna kalut dalam suasana yang begitu saja menghantam hatinya.

"Bersyukurlah nak, kau benar-benar kami sayangi tanpa kata tapi. Bagi kami tak ada yang namanya anak angkat. Dan demi Allah kami ikhlas Lillahita'ala mengurusmu dan membesarkanmu penuh kasih. Nak kau satu-satunya harapan ibu, hanya kamu yang ibu punya saat ini tolong jangan tinggalkan ibu nak."

Bahkan dalam keadaan terburukpun tangan lembut itu tak pernah lepas memeluk erat tubuh ini. Sekalipun kasih sayang tulus itu di balas kekecewaan tak berujung namun raga itu tetap melindungi.

***
"Kadang kenyataan memang terkesan memaksa kita menerima.
Sekeras apapun kita menolak maka tetap akan mendapati, sejauh apapun kita lari tetap ia akan tiba, itulah kenyataan"
***

Sebuah kertas berisi tulisan tangan untuk putri semata wayang.

"Surat ini ku tujukan untuk putriku JESNA QASEEMA"

Putriku yang cantik...
Jika nanti kamu membaca tulisan ini, ayah harap kamu akan tersenyum seperti pertama kali dirimu tersenyum di pangkuan ibu dan disaksikan aku ayahmu.

Kini ayah dan ibu selalu duduk bersama dan mengingat masa kecilmu. Dulu rumah ini selalu penuh dengan tangis dan gelak tawamu. Sudut-sudut ruangan hanya terlihat bayangan dirimu sedang berlari-lari sambil memegang sebuah botol susu. Ingatkah anakku? Saat kau belajar bernyanyi untuk pertama kali. Suaramu begitu nyaring dan menyakiti telinga ayah dan ibu hehe. Kini kamu sudah begitu mahir menyanyikan berbagai lagu. Ayah rindu kamu bernyanyi disamping kami nak.

Wahai putriku, Ayah paham...
waktumu terkuras dengan berbagai kegiatan, dan kesibukanmu sangat melelahkan. tapi apakah tak ada kesempatan untuk kami mengenang sayang?
Tahukah sayangku? Kami sangat bahagia kau tumbuh dengan baik. Parasmu kini sangat mempesona, suaramu begitu indah. Jujur saat kamu dewasa ayah dan ibu sangat kesepian. Rumah ini berubah begitu sunyi, suaramu sudah jarang terdengar apalagi sebuah tawa darimu, sangat sulit ayah temukan padahal dulu selalu menghiasi hari-hari kami.

Jika nanti raga ini tak mampu lagi menjagamu, berjanjilah padaku. Jangan kau menyakiti dirimu wahai anakku. Karena telah ku persembahkan hidup dan mati demi melihatmu baik-baik selalu. Jangan hancurkan aku dengan kesedihanmu. Pilihlah laki-laki yang bersedia melindungi dan mengasihimu lebih dariku. Carilah dia yang dapat membimbingmu serta membawamu dekat dengan Allah SWT. Sejatinya aku akan selalu disampingmu meski raga ini tak nampak lagi.

Mungkin jika ayah pergi lebih dulu, kita tak dapat berkumpul bersama lagi di dunia ini. Namun kehidupan kekal telah menunggu kita. Ayah ingin atas izin Allah SWT kita dapat bersama kembali ditempat paling istimewa, dan akan ku ucapkan terimakasih pada laki-laki yang turut menuntunmu pulang ke Surga Allah.

Teruslah bahagia putriku...
Kau tumbuh penuh kasih dalam dekapan kami. Betapa beruntungnya kami karena Allah SWT telah menghadirkanmu dalam hidup kami.

Terimakasih ya nak telah hadir dan membahagiakan. Satu lagi pesanku, jaga dan rawat ibumu dengan hati, bahagianya hanya saat melihatmu baik-baik saja.

Salam kasih untukmu, dari aku yang tak pernah putus menyayangimu.

Ayah.

HAKIKAT WANITA (CONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang