Modernisasi menenggelamkan Akhlak

108 68 126
                                    

"Pengumuman kelulusan akan segera dilaksanakan minggu depan, kedua orang tua diharapkan bisa hadir mendampingi kalian ke sekolah"

Seorang wanita bertubuh besar memakai kacamata dan berkulit sawo matang itu berbicara di depan murid-muridnya.  Jesna yang duduk di bangku kelas 12 SMA PRAJA BOROR memang sangat terkenal karena kecantikan dan bakat menyanyinya. Suara yang indah dibantu dengan paras menawannya mampu membuat siapa saja senang melihat dirinya. Belum lagi dia yang selalu dikelilingi siswa siswi yang serupa dengannya, bergaya hidup tinggi dan sangat dikenal oleh siapapun yang bersekolah disana.

"Jesna jadi ke rumahku untuk makan malam nanti?"
Suara seorang laki-laki yang berbincang dengan Jesna setelah kelas selesai.

Jika melihat pergaulan kota saat ini memang sudah menjadi hal yang lumrah bagi wanita maupun laki-laki keluar dan bermain bersama. Jesna memang merasa semua baik-baik saja dan normal selayaknya orang-orang di sekitarnya tanpa sadar pengaruh apa yang terdapat dalam ganasnya dunia luar.

"Aku akan mengajak Zilva dan yang lainnya Bim, apakah ada teman kamu yang akan ikut juga?" Bima sebutan untuk laki-laki bernama panjang Albimanyu Gantara itu.

"Tidak masalah kalau begitu karena disana juga ada teman-temanku yang akan menunggu kita, tapi kamu jangan lupa datang ke rumahku lebih dulu untuk melihat koleksi rekaman lagu terbaru milikku."

Berpenampilan tidak rapi dengan rambut pendek yang baru saja di razia langsung oleh bagian kesiswaan di sekolah dan juga cukup terkenal layaknya Jesna itu sudah pasti Albimanyu Gantara. Dia dan beberapa temannya menggeluti seni musik di sekolahnya bidang yang juga disukai oleh Jesna. Maka dengan sangat mudah terjalin keakraban diantara mereka.

Saat pulang sekolah Jesna kembali pergi bermain tanpa pamit kepada orang tuanya, bukan hal aneh baginya karena saat pulang orang tuanya selalu percaya apapun yang dikatakan Jesna. Dia selalu mengatakan banyak sekali tugas harian yang harus dikerjakan dan belum lagi kegiatan ekskul yang sangat melelahkan untuknya.
Jesna hampir setiap hari pulang larut malam dengan alasan yang sama. Dia selalu mengatakan bahwa berdiam di rumah bukanlah hal yang menyenangkan.
Malam itu Jesna pulang sebelum adzan maghrib di tempatnya, sambutan hangat dari Shakia ibu tercinta yang selalu menunggunya pulang sudah berada di depan pintu gerbang mencemaskannya.

"Sayang... kamu sudah pulang nak? Ayo sayang kita masuk, mama sudah masak makanan kesukaan kamu."

Dengan begitu dingin Jesna masuk langsung kedalam kamarnya. Tak lama ibunya mengetuk pintu membawakan makanan.

"Nak ini sayang makan, ibu juga sudah menyiapkan air untuk mandi kamu. Tadi ayah masuk angin jadi ibu harus bawa ke klinik dekat rumah, sekarang ayah sedang istirahat dikamar."

"Oh ya, istirahat akan membuat ayah lebih baik."

Mungkin sudah hal biasa jika ibunya sedang bercerita panjang lebar dan Jesna selalu menjawab seadanya.
Tak lama jesna keluar untuk memanaskan mobil.

"Loh nak kamu mau pergi kemana malam-malam begini?"

"Acara seni sudah menunggu aku untuk mengisi acara disana, aku mau menginap disana."

"Yasudah ibu bangunkan ayah untuk mengantar kamu ya, ayah tadi berpesan supaya kamu di antar jemput mulai besok selama mobil ayah di pinjam saudaranya, agar mobil kamu bisa ayah pakai berangkat kerja besok nak."

"Jangan bu aku harus menjemput teman-teman, besok sehabis subuh aku langsung pulang saja."

"Kamu yakin sayang? Dulu kamu selalu di antar jemput kemana-mana?"

"Aku sudah besar, malu jika harus melulu di antar jemput begitu"

Jesna selalu menjawab dengan nada bicara lebih tinggi dari ibunya, bahkan sering ia menentang dan berkata kasar belum lagi jika menginginkan sesuatu ia selalu marah jika orang tuanya tidak memberi.

"Aku mau mengambil tas dan berangkat sekarang."

"Ya sudah nak, ibu bawakan bekal makan ya."

"Janganlah bu, aku disana pasti banyak makanan enak"

"Tapi kamu belum makan sedikitpun, makanan yang ibu bawa ke kamarpun tidak sama sekali berkurang"

"Yasudah mana cepat, aku buru-buru bu akan malu jika telat."

Setelah segala di siapkan, Jesna segera berangkat dan di bukakan gerbang oleh ibunya.

"Eh nak tunggu tunggu sebentar"

"Ahhhhh apaan lagi sih bu? Aku sudah telat ini!"

Shakia berlari masuk kedalam dan keluar lagi sambil terengah-engah nafas ia kembali ke depan gerbang.

"Bawa ini obat yang biasa kamu minum jika sesak nafas kamu kambuh nak"

"Yaampun bu tidak usahlah aku akan baik-baik disana"

Jesna meninggalkan ibunya dengan segala kecemasan dalam hati Shakia. Karena memang sejak umur 3 tahun Jesna memiliki penyakit paru-paru yang menyebabkan ia harus selalu meminum obat setiap bulannya. Tak jarang penyakitnya kambuh di malam hari diwaktu ayah dan ibunya tertidur memaksa mereka harus bangun dan membawa Jesna ke rumah sakit.

Jesna kemudian sampai di rumah Bima lebih dulu dari teman-temannya untuk menepati janjinya kepada Bima.
Bima yang sudah menunggupun langsung menyambut Jesna dengan pelukan. Bagi mereka hal seperti itu sangat wajar dilakukan. Kebetulan orang tua Bima yang memang sedang di luar kota di rumahnya hanya ada pembantu dengan usia yang renta.

"Ayo masuk kita dengarkan rekaman lagu baru aku, siapa tahu kita bisa bernyanyi bersama lagi rekamannya ada di kamar"

Sesaat semuanya memang terasa biasa saja sampai akhirnya Jesna mulai khawatir melihat Bima yang tidak seperti biasanya. Minumanpun di sediakan Bima untuknya tapi belum setegukpun ia minum.

Zaman memang sudah membuka lebar pengaruh budaya asing masuk hingga menjadi hal yang patut di contoh oleh mayoritas manusia sekarang ini. Terkadang justru yang mempertahankan kualitas dasar kehidupan malah jadi yang terasingkan. Tak paham sudah sejauh apa budaya zaman menghancurkan kualitas manusia.

Jam menunjukan pukul 23.00 WIB belum ada satu teman merekapun yang datang. Makanan yang ibu buatkan tadi mungkin sudah lama ia lupakan. Jesna dan Bima masih berada di dalam kamar, tak lama Bima memeluk Jesna dan mengatakan ia menyukai Jesna sejak pertama mereka bertemu di ekstrakurikuler sekolah.

"Aku tahu mungkin kamu merasa aneh karena tidak ada satu temanpun yang datang, aku memang merencanakannya berikut dengan teman-temanmu juga. Apa kamu juga mencintaiku dan mau menjadi kekasihku?"

Tanpa di pungkiri Jesnapun memang menyukai Bima dan langsung menerima dengan hangat ungkapan Bima padanya. Bima memberikan sebuah buket bunga mawar dan memberikannya untuk Jesna.
Tanpa disadari mereka kalut dan melakukan hal yang kini dianggap biasa bagi sebuah hubungan yang mengedepankan cinta bukan harga diri. Jesna sangat yakin bahwa apa yang Bima lakukan akan Bima pertanggung jawabkan.

Bersenang-senanglah mereka malam itu, melakukan hubungan badan bersama. Apapun yang mereka inginkan dilakukan tanpa batas. Tak memperdulikan apapun dampak yang akan datang.

Tak dapat dipungkiri bahwa budaya zaman masuk merasuki akal setiap manusia, mendobrak prinsip hakikat manusia beragama. Mengjungkalkan akal budi manusia demi melestarikan hal yang dikatakannya modern namun nyatanya memperlebar keretakan akhlak.

HAKIKAT WANITA (CONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang