PADAM

103 69 107
                                    

Disisi lain kota bogor terlihat seorang wanita yang menangis, melihat laki-laki yang dicintainya terbaring sakit. Jam dinding sudah menunjukan pukul 09.00 WIB, Jesna yang berjanji pulang pagi buta itu belum juga datang.

"Biar aku hubungi dokter ya, sepertinya acara Jesna belum selesai mas dia juga belum menghubungiku"

"Jantungku terasa berbeda dari biasanya dan nafasku berat sekali" sambil memegangi tangan Shakia, Arga terkulai lemas.

"Aku ambilkan obat di atas dan bersabarlah dokter akan segera tiba mas"

Dokter tiba sekitar pukul 11.30 WIB langsung mengecek keadaan Arga. Shakia terlihat segera menyiapkan makan siang untuk Jesna karena ia tak ingin Jesna pulang dan melihat tidak ada apa-apa untuk dimakan.

Tengah hari sudah, Shakia bergegas mengambil air wudhu sementara suaminya beristirahat. Dia terlihat berdoa sejenak untuk kesembuhan suaminya dan keselamatan putri semata wayangnya itu.

Tiba di rumah, Jesna sama sekali tak perduli dengan kondisi sang ayah karena ia merasa dirinyapun lebih kelelahan setelah semalaman menghabiskan waktu bersama Bima. Ibunya berkali-kali menanyakan kondisinya namun terlihat Jesna sangat tidak ingin di ganggu.
Didalam kamar anak gadis itu menangis sejadi-jadinya mengingat apa yang telah ia lakukan dengan Bima.

"Bagaimana ini apa yang harus aku lakukan, apa yang terjadi jika ayah dan ibu mengetahui putrinya bukanlah seorang gadis yang di banggakan lagi. Apa aku akan berjodoh dengan laki-laki itu atau justru dia akan meninggalkan ku begitu saja, entahlah dadaku sesak sekali"

Habislah sisa malam itu dengan tangis Jesna yang menyesali perbuatannya.

Kriinggg ... kringggg .... kringgg ...
(Bel masuk sekolah berbunyi)

Jesna belajar seperti biasa dan menunggu waktu istirahat, dia berniat memberikan bekal makananya untuk Bima.
Sampai pada waktu istirahat tiba, dia mencari Bima dikelasnya melihat laki-laki itu duduk bersama wanita dan bercanda dengan mesra. Harusnya memang dia tidak cemburu karena Bima sudah biasa di kelilingi wanita, tapi setelah yang mereka lakukan Jesna merasa tidak bisa menerimanya. Jesna menghampiri Bima dengan raut kesal dan menarik kasar wanita itu namun dengan sangat cepat Bima menepis tangan Jesna dan reflek menamparnya didepan anak-anak kelas.

"Bimaaa kamu... kamu kurang ajar sekali." Sambil menangis Jesna memegang pipinya dan berlari keluar

Bima mengejar Jesna dan ditariklah tangannya.

"Apa kamu bisa lebih sopan? Kamukan bisa memanggil dari luar?" Ucap laki-laki itu

"Apa kamu lebih bisa menghargaiku Bima? Kamu duduk berdua disana dan telihat mengusap kepalanya sedangkan aku menunggu kamu tidak juga datang ke kelasku. Aku tadinya hanya membawakan makanan ini untuk kamu makan?"

"Dia hanya teman kelasku ayolah jangan jadi wanita berlebihan dan cengeng begini, buang saja makanan itu aku jadi tidak nafsu makan melihatmu mempermalukan aku dikelasku sendiri!"

"Apa yang kamu bilang mempermalukan Bim? Aku baru saja kamu tampar di depan mereka?"

Bima menarik kencang lengan Jesna dan menekan pipi Jesna dengan tangan kanannya hingga kesakitanlah wanita itu.

"Lebih sopanlah kamu bicara padaku dan berhentilah bicara menggunakan nada tinggi!!!"

Bima meninggalkan Jesna sendirian. Jesna pun hanya bisa menangis sambil terus memutar otak memikirkan apa yang baru saja terjadi.
Sambil terus menangis Jesna berkata dalam hatinya, "Kenapa dia berubah begitu kasar padaku? Mengapa dia memperlakukan aku seperti ini? Aku hanya cemburu padanya. Aku harap apa yang terjadi sekarang segera dapat terlupakan."

HAKIKAT WANITA (CONTINUED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang